CSIS Nilai Dibentuknya Danantara karena Kementerian BUMN Gagal
kumparanBISNIS February 25, 2025 11:30 PM
Presiden Prabowo Subianto baru saja meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Aset yang dikelola diperkirakan tembus Rp 14 ribu triliun.
Pengamat ekonomi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menilai pembentukan Danantara bentuk dari kegagalan Kementerian BUMN.
“Keberadaan Danantara itu sebenarnya sama seperti kita mengatakan bahwa Apa yang terjadi selama ini di Kementerian BUMN itu gagal,” katanya dalam Media Briefing CSIS di Auditorium CSIS, Jakarta Pusat pada Selasa (25/2).
Deni menjelaskan sebenarnya ide akan terbentuknya Danantara bukanlah ini baru. Ide tersebut didasari oleh keinginan pemerintah untuk memiliki institusi yang bisa mengelola sebagian besar BUMN ini sehingga mendapatkan kinerja yang baik.
“Ide ini sudah ada sejak lama, bahkan keberadaan pembentukan Kementerian BUMN itu adalah sebenarnya ide dari Danantara itu,” ujar Deni.
“Nah, sayangnya hingga saat ini itu nggak berhasil. Karena itu dibentuk Danantara. Jadi ini seperti redundan,” kata Deni lebih lanjut.
Selain itu, masih terkait dengan kepengurusan Danantara, Deni juga mengkritisi keberadaan pengurus yang rangkap jabatan.
Perbesar
CEO Danantara Rosan Roeslani (tengah) CIO Pandu Patria Sjahrir dan COO Dony Oskaria usai menghadiri peresmian badan pengelola investasi Danantara di Istana Negara, Jakarta, Senin (24/2/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Pengurus yang dimaksud adalah Rosan Roeslani yang saat ini menjadi CEO Danantara sekaligus Menteri Investasi/Kepala BKPM. Dengan keberadaan Menteri BUMN sebagai pengawas, Deni melihat CEO Danantara harus melepas jabatannya sebagai menteri.
“Kepala Dewan Pengawas adalah Menteri BUMN sementara pelaksanaanya adalah Kepala Danantara. Nah Kementerian BUMN dengan Kementerian Investasi itu kan dua entitas yang sebenarnya setara. Kalau misalnya yang awasin setara sama yang diawasin, itu kan jadi percuma,” ujarnya.
Saat ini dengan hadirnya Danantara, Deni melihat Indonesia jadi memiliki dua Sovereign Wealth Fund (SWF) yakni Danantara dengan Indonesia Investment Authority (INA). Untuk itu Deni juga berharap nantinya INA dapat dilebur ke dalam tubuh Danantara.
“Memang misalnya di Malaysia ataupun di Singapura, ada dua SWF yang fungsinya berbeda. Itu memungkinkan saja. Tapi bagi saya, buat apa kita punya dua-dua itu? Kalau satu aja, dua lainnya belum benar. Apakah memang kita kelebihan dana? Itu kan enggak,” kata Deni.