Imparsial mengecam penyerangan Mapolres Tarakan oleh sekitar 20 oknum anggota TNI pada Senin (24/2/2025) malam.
Akibat penyerangan itu, setidaknya 5 anggota Polri mengalami lukaluka.
Selain itu sejumlah fasilitas gedung Mapolres juga mengalami kerusakan.
Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra mengatakan serangan itu merupakan tindakan yang melanggar hukum.
Menurut Ardi, Kantor Kepolisian adalah bagian dari kantor Pemerintah sehingga tidak boleh menjadi target serangan siapapun, termasuk anggota TNI.
"Serangan terhadap kantor kepolisian akan dianggap sebagai serangan terhadap Pemerintah, dan yang lebih ironis lagi dalam hal ini dilakukan oleh anggota TNI," kata Ardi Manto Adiputra dalam keterangannya, Rabu (26/2/2025).
Serangan anggota TNI terhadap Polres Tarakan ini juga akan menghambat hakhak publik untuk mendapatkan pelayanan dari kepolisian.
Ardi mengatakan serangan ini tidak boleh dipisahkan dari peristiwa serangan dan kekerasan TNI terhadap masyarakat sipil sebelumnya.
Tidak adanya kebijakan serius dan sanksi yang tegas bagi anggota TNI yang melakukan kekerasan mengakibatkan terus berulangnya peristiwa serupa.
Dia mencontohkan, dalam peristiwa penyerangan terhadap Mapolres Jayawijaya pada 2 Maret 2024 silam, KASAD Maruli Simanjuntak justru terkesan permisif karena mengatakan penyerangan tersebut tidak masuk dalam taraf serius.
Imparsial kata Ardi menilai tindakan penyerangan dan pengerusakan oleh TNI tidak hanya telah mencoreng nama baik TNI.
RUSAK PARAH Salah satu titik kerusakan yang terparah pasca insiden penyerangan Mako Polres Tarakan yang dilakukan oknum TNI, tadi malam, Selasa (24/2/2025). (TRIBUNKALTARA.COM/ ANDI PAUSIAH)"Tetapi juga menjadi bukti bahwa aksi kekerasan dan kejahatan yang melibatkan anggota TNI seolah tidak terkendali," ujarnya.
Ardi menyebut, prajurit TNI yang seharusnya menjadi contoh dalam berperilaku baik di tengah masyarakat justru mempertontonkan tindak kekerasan yang dilakukan secara brutal.
"Selain itu, penyerangan ini tentunya juga dapat mengganggu hubungan baik yang harmonis yang ditunjukkan selama ini oleh elit TNI dan Polri," kata dia.
Apalagi peristiwa penyerangan ini bukanlah peristiwa yang pertama kali terjadi.
Ardi menyebut sejumlah kasus penyerangan oleh aparat TNI yang terjadi di beberapa daerah sebelumnya, di antaranya:
Pada 11 Desember 2018 dan 29 Agustus 2020 Polsek Ciracas Jakarta Timur diserang Anggota TNI. Penyerangan juga terjadi pada 20 April 2023 terhadap Pos Polisi dan Rumah Kapolda NTT oleh anggota TNI Terakhir pada 27 April 2023 Mapolres Jeneponto juga diserang oleh anggota TNI."Tindakan kekerasan seperti ini akan terus terjadi sepanjang tidak ada penghukuman yang adil dan maksimal terhadap oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan," kata dia.
Menurut Ardi, selama ini terdapat kasuskasus kekerasan dan kejahatan pidana lainnya yang melibatkan anggota TNI tetapi penghukumannya ringan, terkadang dilindungi bahkan ada yang dibebaskan.
Misalnya:
Kasus penyerangan Lapas Cebongan Penyerangan Polsek Ciracas Kasus pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Papua Kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Eluay Kasus korupsi pembelian helikopter AW101 Kasus korupsi Kepala Basarnas, dll"Penghukuman yang tidak adil terjadi akibat oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan diadili dalam peradilan militer yang sama sekali tidak memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil (fair trial) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas," ujarnya.
Menurutnya, peradilan militer selama ini cenderung menjadi sarana impunitas bagi anggota militer yang terlibat kejahatan.
UU Nomor 31 tahun 1997 yang menjadi dasar peradilan militer kata Ardi, sejatinya memang didesain untuk melindungi anggota militer yang melakukan kejahatan dan melindungi rezim Soeharto karena UU ini dibuat di masa akhir pemerintahan orde baru.
"Politik hukum undangundang peradilan militer sepenuhnya untuk melindungi kepentingan rezim Soeharto serta anggota militer yang melakukan kejahatan," kata dia.
Untuk itu Imparsial mendesak agar:
1. Untuk segera memproses seluruh oknum anggota TNI yang terlibat dalam penyerangan Polres Tarakan yang terjadi pada Senin 24 Februari 2025 melalui mekanisme peradilan umum untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
2. Pemerintah dan DPR segera merevisi UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer untuk memutus mata rantai impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan tindak kejahatan.
"Berdasarkan catatan Imparsial selama ini, peradilan militer cenderung menjadi sarana impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan kejahatan," kata dia.
Kronologis PenyeranganSebelumnya Senin (24/2/2025) malam, ketika sekitar 20 oknum anggota TNI menyerang Markas Polres Tarakan.
Penyerangan ini menyebabkan lima anggota Polres mengalami lukaluka dan kerusakan pada fasilitas mako.
Informasi yang diterima Tribunnews.com, pada pukul 22.45 Wita, sekelompok oknum TNI tiba di lokasi menggunakan truk berwarna hijau.
Mereka kemudian turun dan berjalan menuju mako Polres Tarakan dengan membawa batu, kayu, dan besi.
Setibanya di lokasi, mereka langsung menyerang anggota jaga, Bripda Muhammad Nur Rizky dan Bripda Rahmat Kurniawan, dengan alat yang dibawa.
Setelah melakukan pemukulan, kelompok tersebut melanjutkan aksi pengerusakan di mako Polres Tarakan.
Beberapa saat kemudian, mobil patroli tiba di lokasi, dan oknum TNI tersebut melanjutkan tindakan pengejaran terhadap anggota lainnya, termasuk Bripda I Putu Anugrah, yang mengalami pengeroyokan dan kehilangan senjata api.
Akibat penyerangan ini, fasilitas Mako Polres Tarakan juga mengalami kerusakan, termasuk:
Meja dan kursi di depan SPKT Kaca ruang SPKT dan ruang kapolres Pintu kaca ruangan ETLE dan jendela kaca ruang ETLE Dugaan SenjataDalam penyerangan ini, oknum TNI diduga menggunakan senjata tajam seperti sangkur dan kerambit, serta senjata api laras pendek jenis airsoft gun.
Sebanyak 5 personel Polres Tarakan mengalami luka yang mana saat ini masih dalam perawatan di RSUD Jusuf SK.
Mereka adalah:
1. Nama : Muhammad Nur RizkyLuka yang dialami : Luka robek pada kepala bagian atas dan luka lebam pada lengan sebelah kiri
2. Nama : I Putu Anugerah Luka yang dialami : Luka robek pada kepala bagian belakang
3. Nama : Fauzan HidayatLuka yang dialami : Luka lebam pada kepala dan tangan
4. Nama : Rahmat KurniawanLuka yang dialami : Luka lebam pada pipi sebalah kanan dan kiri serta luka lebam pada kedua belah lengan tangan 5. Nama : Richard PasamboLuka yang dialami : Luka lebam pada kepala bagian kiri
Dipicu KesalahpahamanTerkait insiden ini, Komando Daerah Militer (Kodam) VI/Mulawarman, buka suara.
Kepala Penerangan Kodam VI/Mulawarman, Kolonel Kav Kristiyanto, mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi akibat kesalahpahaman.
"Kodam VI/Mulawarman bersama Korem 092/Mrl dan Brigif 24/BC telah mengambil langkah cepat dan terukur untuk menyelesaikan permasalahan ini secara profesional," kata Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Selasa (25/2/2025).
Kristiyanto menuturkan, seluruh pihak, termasuk jajaran Polres Tarakan, telah berkoordinasi dan melakukan mediasi guna mencegah eskalasi lebih lanjut.