WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Program andalan Presiden Prabowo Subianto yakni makan bergizi gratis (MBG) sedang berjalan.
Ternyata, program tersebut banyak menuai masalah, selain manfaat yang didapat.
Salah satu masalah besar dari program MBG ini adalah aspek pendanaan.
Karena dana yang dibutuhkan untuk program makan bergizi gratis ini luar biasa besar, dan itu semua berasal dari APBN.
Melihat realita itu, Direktur Eksekutif Global Strategi Riset Indonesia (GSRI), Sebastian Salang, meminta pemerintah untuk melakukan moratorium atau penundaan sementara program makan bergizi gratis.
Sebab, menurut Sebastian, pihaknya menemukan sejumlah permasalahan yang mengindikasikan kurangnya kesiapan program ini.
Dia menegaskan, program makan bergizi gratis yang bertujuan memberikan asupan makanan bergizi bagi siswa dari tingkat PAUD hingga SMA, serta ibu hamil dan menyusui, adalah inisiatif positif.
"Namun, realisasi di lapangan menunjukkan adanya ketidaksiapan sistem, alokasi anggaran yang tidak realistis, serta skema distribusi yang berpotensi gagal menjangkau kelompok sasaran secara efektif," kata Sebastian di Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Sebastian menjelaskan, program ini membutuhkan tambahan dana Rp 171 triliun, di luar anggaran eksisting sebesar Rp 67,147 triliun.
Dia berpendapat, total anggaran yang mencapai Rp 238,147 triliun berisiko mengganggu kestabilan fiskal negara, terlebih adanya tumpang tindih dengan program bantuan gizi lainnya.
Selain itu, Sebastian juga menyoroti persoalan dalam Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi tulang punggung distribusi makan bergizi gratis.
Menurutnya, dari target pembangunan 5.000 SPPG hingga Juli 2025, sebagian besar justru terkonsentrasi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, sementara daerah 3T yang seharusnya diprioritaskan malah belum tersentuh.
Selain itu, kata Sebastian, skema pengadaan tanah SPPG yang tidak jelas dan anggaran per unit yang mencapai Rp 1,5 miliar tanpa perencanaan teknis yang rinci berpotensi menjadi pemborosan anggaran.
Dia mengungkapkan bahwa GSRI juga menemukan beberapa indikasi ketidakwajaran dalam pengelolaan anggaran program ini.
"Mark-up harga food tray dari harga impor Rp 20.000 per unit menjadi Rp 50.000 per unit, potensi monopoli pengadaan oleh pihak tertentu tanpa transparansi dalam tender," ucapnya.
Selain itu, banyak pekerja di SPPG yang belum menerima gaji akibat ketidakjelasan status hubungan kerja mereka.
Atas hal tersebut, GSRI mendesak pemerintah untuk segera memberlakukan moratorium program makan bergizi gratis.
"Moratorium pelaksanaan makan bergizi gratis untuk menyempurnakan konsep, skema pengelolaan, serta data penerima manfaat agar lebih transparan dan efektif," ungkap Sebastian.
Kemudian, hentikan duplikasi anggaran dengan program bantuan gizi lainnya yang sudah berjalan, guna menghindari pemborosan dana negara.
Selanjutnya, menyusun ulang skema distribusi dan lokasi SPPG berdasarkan kebutuhan nyata penerima manfaat, bukan sekadar proyek politis.
Lalu, mengusut tuntas potensi monopoli dan mark-up pengadaan food tray serta kebutuhan logistik lainnya.
Serta memastikan perlindungan dan kesejahteraan pekerja SPPG agar tidak ada lagi kasus keterlambatan gaji dan eksploitasi tenaga kerja.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun dari APBN 2025 untuk menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program MBG yang diluncurkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) pada 6 Januari 2025 telah memberikan dampak luas bagi masyarakat Indonesia.
Hingga saat ini, sebanyak 576 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum telah beroperasi di 38 provinsi untuk menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa jumlah dapur MBG akan terus bertambah.
"Senin ini, kita akan bertambah 300 dapur lagi, sehingga totalnya mencapai 876 SPPG yang akan melayani 2,5 juta penduduk hanya dalam 1,5 bulan," kata Dadan, pada Sabtu (22/2/2025).
Program MBG tidak hanya memberikan manfaat bagi masyarakat penerima gizi, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi petani dan pelaku usaha kecil.
Setiap dapur MBG menyediakan 3.000 paket makanan setiap harinya, sehingga kebutuhan bahan pangan menjadi sangat besar.
Sebagai contoh, di Pulau Jawa, pelaksanaan program ini membutuhkan 200 kg beras, 350 kg ayam, 3.000 telur, dan 300 kg sayuran per hari.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir membicarakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Presiden Prabowo Subianto saat menjamu Kepala Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia, Gita Sabharwal, di Kantor Kemlu RI, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).
Dalam kesempatan itu Arrmanatha mengatakan kepada Gita, PBB perlu mendukung program MBG.
"Program badan PBB di Indonesia harus sejalan dan mendukung prioritas pembangunan nasional, salah satunya turut menyukseskan Program Makan Bergizi Gratis," kata Arrmanatha dikutip dari Tribunnews.com.
Ia menyebut program Presiden Prabowo tersebut termasuk sebagai upaya dukungan terhadap agenda pembangunan global.
Sebab lanjutnya, hasil riset yang dipublikasikan Badan Pangan Dunia pada tahun 2017, dipaparkan bahwa program makan bergizi berkontribusi pada capaian pembangunan berkelanjutan terkait pengentasan kelaparan, akses terhadap pendidikan yang berkualitas, serta dukungan partisipasi anak perempuan dalam pendidikan.
Menurutnya, program ini secara tidak langsung juga mendukung upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, serta menjembatani kesenjangan sosial.
Kemlu RI berharap dukungan PBB untuk mendukung pendanaan pembangunan di Indonesia, termasuk menjajaki peluang pemanfaatan keuangan syariah, memberdayakan zakat untuk membantu pembangunan global, terutama di negara-negara yang terdampak krisis.