TIMESINDONESIA, MALANG – Mantan Calon Presiden Dalam Pilpres 2024, Anies Baswedan, kembali menjadi sorotan setelah menghadiri deklarasi organisasi masyarakat (Ormas) Gerakan Rakyat.
Sosok Anies Baswedan menjadi inspirator pendirian ormas dengan warna khas oranye ini oleh para deklaratornya. Tak ayal jika kehadiran Anies dalam deklarasi Ormas berlogo kentongan ini menjadi sorotan.
Dosen komunikasi politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, Verdy Firmantoro mengatakan, langkah Anies Baswedan ini bisa dilihat sebagai strategi politik jangka panjang. Dengan mengorganisasikan diri dalam Gerakan Rakyat, ini bisa dibaca sebagai bentuk upaya menjaga eksistensi di panggung politik tanpa harus terlibat langsung dalam partai atau jabatan struktural.
"Ini bisa menjadi cara untuk menjaga relevansi, membangun jaringan, dan mempertahankan pengaruh politiknya," ungkap Verdy.
Ia juga menyoroti potensi Anies dalam memanfaatkan ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan saat ini.
Menurutnya, jika pemerintahan saat ini nantinya dianggap kurang memuaskan oleh sebagian masyarakat, Anies berpotensi memanfaatkan ruang tersebut untuk muncul sebagai figur alternatif.
"Ini juga menjadi strategi untuk mempertahankan basis pendukungnya dan memperluas pengaruh menjelang Pilpres 2029," tambahnya.
Verdy menegaskan bahwa keberhasilan Gerakan Rakyat sangat bergantung pada bagaimana gerakan ini bisa menjangkau akar rumput dan tidak hanya bersifat simbolik.
"Tantangannya adalah bagaimana menjaga momentum dan memastikan gerakan ini tidak hanya simbolik tapi juga perlu grass root yang jelas," katanya.
Lebih lanjut, Verdy menilai bahwa dengan lemahnya oposisi di parlemen saat ini, Anies bisa memanfaatkan Gerakan Rakyat sebagai alat oposisi non-parlementer yang lebih dinamis dan berbasis massa.
Ormas ini dapat menjadi wadah bagi para pendukungnya, termasuk simpatisan yang kecewa dengan pemerintahan saat ini.
Hal Ini, lanjut Verdi, dapat memperkuat basis politiknya tanpa harus terikat dengan partai tertentu.
Selain itu, saat ini oposisi formal di parlemen tergolong lemah karena banyak partai bergabung dalam koalisi pemerintahan.
"Anies bisa memanfaatkan kondisi ini dengan membangun gerakan masyarakat sebagai oposisi non-parlementer yang lebih dinamis dan berbasis massa," jelasnya.
Verdy juga mengingatkan bahwa Gerakan Rakyat harus lebih dari sekadar forum simbolik dan mampu menawarkan gagasan konkret.
"Anies harus bisa menawarkan gagasan konkret dan bukan sekadar kritik. Jika gerakan ini hanya bersifat simbolik tanpa solusi nyata, konsolidasi publik mungkin bisa jadi kurang optimal," tegasnya.
Menurutnya, jika Anies ingin menjaga asa politiknya hingga 2029, ia harus memastikan bahwa gerakan ini memiliki dampak nyata dan tidak hanya menjadi perbincangan sesaat.
"Poinnya, jika Anies masih ingin menjaga asa politiknya, Anies harus terus merawat eksistensinya di panggung politik nasional terutama dalam menjaga relevansi, menghadapi tekanan politik, dan memastikan gerakan ini tetap memiliki dampak nyata," ujarnya.
Verdy menutup analisisnya dengan menegaskan bahwa keberhasilan komunikasi politik Anies dalam Gerakan Rakyat akan menentukan perannya sebagai oposisi di luar parlemen dan peluangnya di Pilpres 2029.
"Jika berhasil mengelola komunikasi politiknya dengan baik, Anies bisa menjadi oposisi yang kuat di luar parlemen dan kandidat potensial di Pilpres mendatang. Namun, jika gerakan ini tidak memiliki arah yang jelas, ada risiko bahwa ia hanya akan menjadi sekadar forum simbolik tanpa pengaruh signifikan," tutupnya. (*)