Koalisi Cek Fakta Dorong Perlindungan Hukum bagi Pemeriksa Fakta
GH News March 06, 2025 04:07 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hasil riset internal Koalisi Cek Fakta menemukan 21,05% pemeriksa fakta pernah mengalami intimidasi hingga doxxing di media sosial. Meski beberapa pemeriksa fakta telah mendapatkan pendampingan psikososial, hanya setengah dari mereka yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) perlindungan di organisasi mereka.

Hal tersebut disampaikan Koalisi Cek Fakta, yang terdiri atas Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), saat melakukan audiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Senin (3/3/2025). Pertemuan tersebut untuk membahas perlindungan bagi pemeriksa fakta.

Salah satu isu yang mengemuka adalah belum adanya regulasi hukum yang secara spesifik melindungi pemeriksa fakta, terutama mereka yang berlatar belakang non-jurnalis. Bahkan, beberapa aturan hukum seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) justru dapat mengancam kebebasan mereka dalam mengungkap kebenaran.

Direktur Eksekutif AMSI, Felix Lamuri, menyoroti bagaimana penyebaran misinformasi dalam lima tahun terakhir semakin sulit ditangkal, karena persebarannya masif dan warganet lebih percaya informasi di media sosial dibandingkan dengan informasi dari media arus utama. 

“Maka butuh pengembangan jejaring karena tsunami misinformasi sangat besar dan membutuhkan orang-orang untuk membongkar itu dan dibutuhkan keselamatan terhadap pemeriksa fakta,” ungkapnya.

Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, mengungkapkan bahwa pihaknya kerap menggunakan informasi dari portal CekFakta.com untuk mengidentifikasi hoaks.

Ia juga menyebutkan bahwa Komnas HAM memiliki mekanisme perlindungan bagi pembela HAM, tetapi perlu melakukan asesmen lebih lanjut untuk memastikan apakah pemeriksa fakta dapat dikategorikan sebagai pembela HAM.

“Tidak harus mereka yang sudah menjadi korban namun bagi yang potensial menjadi korban juga bisa,” kata Uli. 

Sementara itu, anggota Divisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Rifanti Laelasari, menegaskan bahwa pemeriksa fakta memiliki hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.

“Jika ada kendala dalam pelaksanaan kerja, pemeriksa fakta bisa mengajukan pengaduan ke Komnas HAM dengan melampirkan dokumen dan bukti yang diperlukan,” ujarnya.

Koalisi Cek Fakta menyatakan kesiapan mereka untuk berkolaborasi dengan Komnas HAM dalam meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam mengidentifikasi dan membongkar misinformasi. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.