Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta tidak menunjukkan sikap yang dapat memancing keraguan masyarakat terhadap penegakan hukum dalam kasus korupsi impor minyak mentah dalam hal ini untuk produk BBM jenis Pertamax.
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi meminta tidak boleh ada kesan Kejagung tidak netral.
"Jangan sampai timbul kesan Kejagung tidak netral, tidak objektif, diintervensi atau kesan kasusnya sudah dilokalisir untuk mengamankan pihak tertentu. Jangan sampai," jelas R Haidar Alwi, Kamis (6/3/2025).
Menurutnya, kasus Pertamina Patra Niaga bisa menjadi momentum pembuktian komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi di hadapan rakyat Indonesia.
Dengan potensi kerugian negara hampir mencapai seribu triliun rupiah, kasus tersebut berpeluang menggeser kasus timah dari puncak klasemen sementara 'Liga Korupsi Indonesia'.
Kecil kemungkinan megakorupsi sebesar itu hanya melibatkan pejabat kelas teri tanpa dibekingi pejabat kelas kakap.
"Ada pepatah yang mengatakan bahwa umpan besar hanya disambar ikan besar. Ini saatnya bagi Pak Prabowo untuk membuktikan komitmennya memberantas korupsi kepada masyarakat. Mari kita dukung," kata R Haidar Alwi.
Selain itu, Haidar mengatakan korban kasus BBM oplosan tidak hanya rakyat melainkan juga Pertamina itu sendiri.
"Yang dirugikan tidak hanya rakyat, tapi juga Pertamina. Karena Pertamina bayar untuk RON 92 tapi yang datang malah RON 88 atau RON 90," kata R Haidar Alwi.
Namun, R Haidar Alwi meminta Kejaksaan Agung dan media agar tidak membuat pernyataanpernyataan maupun berita yang bersifat konklusi karena proses penyidikan masih berlangsung.
"Kalau proses penyidikan masih berlangsung, artinya segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tidak pas bila Kejagung dan media membuat konklusi siA siB tidak terlibat," ungkap R Haidar Alwi.
Diberitakan, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Persero, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) 20132018, Senin (24/2/2025) malam.
Adapun penetapan ketujuh tersangka ini merupakan hasil penyidikan lanjutan yang dilakukan oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Tujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka usai pihaknya melakukan ekspose atau gelar perkara yang di mana ditemukan adanya serangkaian tindak pidana korupsi.
Hal itu didasari atas ditemukannya juga sejumlah alat bukti yang cukup baik dari keterangan sedikitnya sebanyak 96 saksi dan keterangan ahli maupun berdasarkan bukti dokumen elektronik yang kini telah disita.
Adapun ketujuh orang tersangka itu yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT Pertamina Internasional, ZF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Civic.
Kemudian AP selaku Vice President (VP) Feedstock, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Akibat perbuatannya, para tersangka pun diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UndangUndang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.
Usai ditetapkan sebagai tersangka mereka kini ditahan selama 20 hari kedepan.