TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan mengenai anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikurangi.
Berdasarkan laporan yang diterima KPK itu, mestinya anggaran makanan yang diberikan senilai Rp 10 ribu.
Namun, justru realita yang diterima di lapangan hanya senilai Rp 8 ribu.
Informasi terkait adanya laporan tersebut disampaikan Ketua KPK, Setyo Budiyanto dalam pertemuan dengan Kepala BGN Dadan Hindayana beserta jajarannya, di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/3/2025) lalu.
Setyo mengatakan, besaran anggaran yang ditetapkan pemerintah pusat makin sedikit ketika sampai di daerah, sehingga justru berdampak terhadap kualitas makanan.
"Yang menjadi kekhawatiran, karena posisi anggaran di pusat, jangan sampai begitu sampai di daerah seperti es batu (yang mencair)," kata Setyo dalam keterangan tertulis, Jumat (7/3/2025).
"Kami sudah menerima laporan adanya pengurangan makanan yang seharusnya diterima senilai Rp 10 ribu, tetapi yang diterima hanya Rp 8 ribu. Ini harus jadi perhatian karena berimbas pada kualitas makanan," jelas dia.
Untuk itu, pihaknya bakal membantu pengawasan program MBG tersebut melalui pencegahan dan monitoring.
"Pengawasan penting dilakukan karena anggarannya luar biasa besar. Saya ingatkan ada empat hal yang perlu dicermati dalam melaksanakan Program MBG ini. Pertama, potensi fraud-nya pasti ada. Semua terpusat di BGN, tentu tidak bisa diawasi sampai ke daerah dan wilayah," kata Setyo.
Selain potensi kecurangan, Setyo menyoroti eksklusivitas dalam penentuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Berita sumir beredar soal ada yang mendapat perlakuan khusus dalam penentuan SPPG atau pihak-pihak yang menjadi dapur, termasuk pembangunan fisiknya dan bahan bakunya. Ini tentu menjadi perhatian untuk bisa ditertibkan," katanya.
Setyo juga mengingatkan pentingnya lokasi SPPG yang strategis agar makanan tetap dalam kondisi layak konsumsi saat diberikan kepada penerima manfaat.
Ia juga menyoroti pemberian susu dalam MBG.
Menurut kajian KPK, program pemerintah sebelumnya yang memberikan susu dan biskuit tidak efektif dalam menurunkan angka stunting karena lebih banyak biskuit yang diterima masyarakat dibanding susu.
"Sehingga dari tahun ke tahun penurunan stunting tidak banyak. Oleh karena itu saya harap ini benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi lagi. Pastikan kandungan makanan betul-betul dikaji dan disesuaikan sehingga makanan yang sampai ke anak-anak dan ibu hamil benar-benar berkualitas," ujar Setyo.
Setyo kemudian menekankan pentingnya tata kelola keuangan yang transparan.
Ia mendorong keterlibatan masyarakat dan penggunaan teknologi dalam pengawasan.
"Harapannya transparan dan melibatkan masyarakat, bisa dari NGO independen untuk pengawasan penggunaan anggaran, dan tentu saja memanfaatkan teknologi," sebutnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memastikan MBG yang seharusnya Rp 10 ribu per porsi menjadi Rp 8 ribu bukanlah sebuah dugaan tindak pidana korupsi.
Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa menyebabkan perbedaan harga tersebut.
Pertama, kata Dadan, pagu bahan baku yang dikeluarkan untuk pemerintah kepada setiap tingkat pendidikan berbeda-beda.
Anak PAUD sampai SD kelas 3 memang diberikan jatah seporsi MBG Rp 8 ribu.
"KPK belum mendapat penjelasan bahwa pagu bahan baku berbeda dari awal yaitu anak PAUD - SD kelas 3 patokannya Rp 8.000 dan anak lainnya Rp 10.000. Ini berlaku untuk sebagian besar Wilayah Indonesia Barat," ujar Dadan saat dikonfirmasi, Sabtu (8/3/2025).
Dadan mengatakan pagu bahan baku MBG juga berbeda-beda setiap daerah.
Ia menyebut harga yang ditetapkan akan disesuaikan dengan tingkat kemahalan harga bahan baku daerah tersebut.
"Pagu bahan baku tersebut akan berubah sesuai indeks kemahalan masing-masing daerah sesuai rilis Bappenas. Misalnya Papua, Puncak Jaya Rp 59.717 dan lain-lain," jelasnya.
"Penggunaan anggaran bahan baku ini sifatnya at cost. Kalau kelebihan akan dikembalikan, kalau kekurangan akan ditambah," sambungnya.
Dadan mengatakan pagu anggaran bahan baku tersebut disusun oleh mitra dan kepala SPPG yang dievaluasi 10 hari sekali.
"Dalam usulan sudah rinci dari awal berapa jumlah penerima manfaat masing-masing. Nanti kalau dalam 10 hari kelebihan, akan carry over ke 10 hari berikutnya. Kalau kekurangan, akan dikoreksi untuk 10 hari berikutnya," jelasnya.
Karena itu, Dadan kembali menegaskan perbedaan harga bahan pokok MBG merupakan hal yang wajar. Dia memastikan hal tersebut bukanlah tindak pidana korupsi.
"Perbedaan pagu karena perbedaan besaran kalori penerima manfaat dan indeks kemahalan masing-masing daerah," ujarnya.
Dadan sendiri dalam paparannya di KPK menyampaikan bahwa lembaganya mengelola anggaran sebesar Rp70 triliun pada 2025, dengan kemungkinan tambahan Rp100 triliun pada triwulan ketiga sehingga total dana MBG bisa mencapai Rp170 triliun.
Dadan menegaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai lembaga pengawas, termasuk BPKP, BPK, dan Kejaksaan Agung, untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program.
"Kami hadir di KPK untuk mendapatkan pencerahan terkait pengelolaan dana yang besar. Tahun depan kemungkinan besar anggaran akan mencapai Rp400 triliun. Kami mohon dibantu untuk pengawasan," ujar Dadan.(tribun network/ham/igm/dod)