TRIBUNNEWS.COM - Terjadi penemuan praktik pengurangan takaran Minyakita kemasan 1 liter menjadi 750 sampai 800 mililiter (mL).
Hal ini pun dikeluhkan sejumlah pedagang di kawasan Cipete, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).
Salah satu pedagang bernama Dina mengaku tak pernah mengetahui takaran asli dari Minyakita yang dijual.
Pasalnya, jelas Dina, dirinya hanya menerima produk tersebut dari pihak produsen.
"Kalau 1 liter ya saya percaya saja, nggak pernah coba buat tes," kata Dina saat diwawancarai di lokasi, Senin (10/3/2025), dikutip dari Tribun Jakarta.
Ia menyebut, beredarnya Minyakita yang tak sesuai takaran sudah merugikan pedagang dan pembeli.
"Pasti merugikan, banyak yang komplain kan pembelinya," ujarnya.
Hal senada disampaikan pedagang lain yang bernama Saung.
Ia mengaku khawatir temuan itu berdampak terhadap omzet penjualannya.
"Khawatir pasti, merugikan, bisa-bisa nggak laku nanti," ungkap Saung.
Sebelumnya, penemuan takaran Minyakita diungkapkan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.
Pelanggaran itu ditemukan Amran saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ketersediaan sembilan bahan pokok di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (8/3/2025).
"Ini merupakan pelanggaran serius, Minyakita kemasan yang seharusnya berisi 1 liter ternyata hanya memiliki volume 750 hingga 800 mililiter," ujar Amran dalam keterangan resminya, Sabtu.
Untuk diketahui, Minyakita diproduksi oleh tiga badan usaha yakni PT AEGA, koperasi KTN, dan PT TI.
Amran mengatakan praktik curang penyunatan isi takaran tidak bisa ditoleransi.
Dengan pelanggaran ini, Amran bahkan meminta perusahaan diproses hukum dan ditutup.
"Kami turun langsung ke pasar untuk memastikan pasokan dan kualitas pangan, salah satunya minyak goreng bagi masyarakat, tetapi justru menemukan pelanggaran," imbuhnya.
Kekecewaan Amran bertambah setelah melihat kecurangan lain.
Ia menemukan harga jual Minyakita lebih mahal dari Harga Eceran Tertinggi (HET).
Minyak ini dijual sampai Rp 18.000 per liter, padahal di kemasan tertulis HET Rp 15.700 per liter.
"Kita tidak boleh membiarkan praktik semacam ini terus terjadi. Pemerintah berkomitmen untuk melindungi kepentingan masyarakat," ucap Amran.
Pihaknya telah berkoordinasi dengan Satgas Pangan dan Bareskrim Polri untuk menindak dan memberi hukuman apabila terbukti ada pelanggaran.
"Saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim dan Satgas Pangan. Jika terbukti ada pelanggaran, perusahaan ini harus ditutup dan izinnya dicabut," tuturnya.
Anggota Komisi VI DPR Sadarestuwati meminta pemerintah segera menghitung kerugian negara akibat praktik pengurangan takaran Minyakita.
Sadarestuwati menegaskan, langkah tersebut mendesak, mengingat Minyakita merupakan program subsidi yang menggunakan anggaran negara dari pajak rakyat.
"Mari kita awasi bersama dan isu ini tidak boleh gampang luntur karena menyangkut hak rakyat, hak konsumen atas pembelian produk," kata Sadarestuwati saat dihubungi pada Senin.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) ini mengaku sangat prihatin dengan kasus tersebut.
"Kami bertanya kepada Kementan, Kemendag, dan Polri yang terlibat langsung dalam proses itu, ada berapa botol Minyakita yang dicurangi? Berapa jumlah literan yang membuat rakyat dibohongi lagi dan lagi? Jelaskan itu dulu. Ini seperti sunatan massal minyak goreng. Prihatin sekali rasanya," ujar Sadarestuwati.
Menurutnya, masyarakat berhak mendapatkan transparansi dalam produksi dan distribusi Minyakita.
Pasalnya, praktik curang ini berpotensi menjadi beban baru bagi masyarakat, terutama karena minyak goreng bersubsidi seharusnya dirancang untuk membantu rakyat kecil.
“Bahaya sekali ini takaran minyak subsidi buat rakyat kecil dicurangi. Presiden Prabowo perlu memberi arahan khusus kepada para pembantunya."
"Ini berujung petaka buat rakyat. Sudah pakai duit subsidi, takarannya dicurangi, harga ecerannya naik tinggi. Betul-betul celaka tiga belas ini bagi rakyat," tegas Sadarestuwati.
Sadarestuwati mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah tegas dengan melibatkan Inspektorat Kementerian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Polri untuk menghitung potensi kerugian negara.
Menurutnya, kasus ini tidak boleh ditoleransi, apalagi jika ada indikasi kongkalikong dalam pengawasan.
"Jangan main-main. Apalagi main mata dan main saweran. Itu duit subsidi, asalnya dari duit pajak, itu duit rakyat,” ucapnya.
Sadarestuwati juga menyoroti sejumlah isu lain yang membebani masyarakat, mulai dari dugaan praktik pencampuran (blending) dan oplosan BBM, lambannya respons Bulog dalam menyerap gabah petani, hingga kenaikan harga pangan.
“Sungguh ironis negara kita ini, membuat kebijakan yang seolah-olah berpihak kepada rakyat, tapi ujungnya justru membuat rakyat semakin susah dan menderita. Maka kasus-kasus di atas harus segera ditangani dan dituntaskan secara serius tanpa pandang bulu," ungkapnya.
(Deni/Gilang/Fersianus)(TribunJakarta.com/Annas Furqon)