Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah ke KPK, Terkait Kasus Apa?
GH News March 10, 2025 09:05 PM

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melaporkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Adapun Koalisi tersebut terdiri dari Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Indonesian Police Watch (IPW) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).

Jampidsus Febrie Adriansyah dilaporkan ke KPK atas empat dugaan tindak pidana korupsi terkait penanganan kasus korupsi.

Kasus Jiwasraya

Perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar

Penyalahgunaan kewenangan tata niaga batubara di Kalimantan Timur, 

TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)

"Yang dilaporkan FA (Febrie Adriansyah), tetap. Tambahan ini terkait dengan dugaan rasuah juga terkait dengan kasus suap, kemudian juga tentang tata kelola pertambangan di Kaltim dan TPPU," kata pelapor sekaligus koordinator Koalisi Sipil AntiKorupsi, Ronald Loblobly, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Senin.

Pihaknya memberikan informasi kembali kepada KPK terkait kasus utama yang pernah dilaporkan, yaitu pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) yang dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI.

"Kami memberikan informasi kembali terkait dengan kedudukan komisioner baru, bahwa kami menginformasikan ada kasus yang sudah pernah kami laporkan, nah kemudian dengan tiga kasus tambahan tadi," ujar dia.

Dikutip dari Kompas.com, Ronald mengatakan, dalam hasil penelitian Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, terdakwa Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI, tidak dikenakan pasal pidana suap terkait barang bukti uang sebesar Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas.

Zarof Ricar hanya dikenakan pasal gratifikasi, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Apabila ditinjau dari format surat dakwaan yang dibacakan JPU Nurachman Adikusumo, wajar apabila terdapat kecurigaan bahwa Zarof Ricar diberi celah perlindungan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah untuk dapat divonis bebas," tutur dia.

Terakhir, ia meminta KPK mendalami dugaan upaya penyembunyian atau penyamaran uang yang didapat dari hasil kejahatan penyalahgunaan kewenangan dan/atau tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Jampidsus, Febrie Adriansyah.

"Ini dilakukan dengan menggunakan sejumlah gatekeeper, yakni Don Ritto, Nurman Herin, yang merupakan Keluarga Besar Alumni Universitas Jambi, bersamasama Febrie Adriansyah yang menjabat selaku Dewan Pembina dan Dewan Kehormatan, Jeffri Ardiatma, dan Rangga Cipta," ucap dia.

Kariernya sebagai jaksa dimulai pada tahun 1996 di Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, Kerinci.

Selama bertugas di sana, ia menduduki berbagai jabatan, termasuk Kepala Seksi Intelijen.

Setelah bertugas di Kerinci, ia berpindahpindah ke berbagai daerah, termasuk menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bandung, Asisten Pidana Khusus di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi di beberapa wilayah, termasuk DKI Jakarta.

Pada 29 Juli 2021, ia dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebelum akhirnya diangkat menjadi Jampidsus.

Kariernya mulai menanjak ketika ia menjabat sebagai Dirdik Jampidsus, di mana ia terlibat dalam penanganan sejumlah kasus besar, termasuk kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya dengan kerugian mencapai Rp168 triliun dan kasus korupsi PT Asabri yang merugikan negara Rp227,8 triliun.

Pada jabatannya sebagai Jampidsus Kejagung, Febrie tercatat memiliki total kekayaan Rp18,26 miliar menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Laporan itu disampaikan pada 31 Desember 2023 dengan mayoritas aset berasal dari kepemilikan tanah dan bangunan senilai Rp14,8 miliar.

Saat ini, ia memimpin penyelidikan kasus korupsi di bidang Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, yang menjadi sorotan publik karena nilai kerusakan lingkungan yang ditaksir mencapai Rp271 triliun.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.