Kronologi Hilangnya Atlet Taekwondo Fidya Kamalinda Selama 10 Tahun, Ternyata Kabur dari Rumah Gegara Hal Ini
Fidiah Nuzul Aini March 13, 2025 03:34 PM

Grid.ID - Kronologi hilangnya atlet Taekwondo, Fidya Kamalinda selama 10 tahun. Kini mendadak muncul dan mengaku sengaja minggat dari rumah gegara hal ini.

Diketahui, seorang atlet Taekwondo asal Kota Bandung, Jawa Barat, bernama Fidya Kamalinda dikabarkan menghilang sejak tahun 2015 lalu.

Usai dikabarkan menghilang selama 10 tahun, Fidya Kamalinda kini mendadak muncul dan buka suara. Hal itu bisa dilihat melalui akun Instagram @nyinyir_update_official, Kamis (13/3/2025).

Di awal video, Fidya Kamalinda menunjukkan KTP miliknya untuk membuktikan bahwa dirinya adalah atlet Taekwondo yang sebelumnya dikabarkan hilang. Dengan mata yang berkaca-kaca, Fidya membantah semua pernyataan yang disampaikan oleh orangtuanya.

Ia menegaskan bahwa dirinya bukan korban penculikan. Wanita yang kini berusia 30 tahun itu mengaku meninggalkan rumah atas keinginannya sendiri.

"Bismillah assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, nama saya Fidya Kamalinda," ucap Fidya Kamalinda.

"Saya di sini untuk menanggapi berita yang beredar di media social tentang diriku yang pertama terkait kasus penculikan
ya saya ingin mengatakan itu adalah fitnah. Aku keluar rumah atas dasar keinginan saya sendiri," tegasnya.

Fidya kemudian mengungkap alasan di balik keputusannya meninggalkan rumah. Menurut pengakuannya, sejak kecil ia mengalami kekerasan dari sang ayah.

Fidya menyebut bahwa pertama kali ia mengalami perlakuan kasar adalah saat dirinya masih berusia 5 tahun. Kekerasan tersebut terus berulang hingga ia tumbuh dewasa.

"Bahwa aku sudah menahannya sejak lama. Mengapa saya ingin keluar rumah? Karena aku sudah diperlakukan kasar oleh ayahku sejak aku masih kecil," ucap Fidya Kamalinda.

"Kekerasan pertama yang dilakukan ayahku, ketika aku berusia 5 tahun. Aku sudah ditampar, ditendang, dan diseret oleh ayahku sendiri dan hal ini terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya" imbuhnya.

Fidya mengungkap bahwa perlakuan kasar sang ayah terjadi karena ambisinya yang tinggi agar dirinya bisa menjadi atlet Taekwondo yang menghasilkan uang.

"Itu terjadi karena aku tidak mengerti kenapa, karena dia mempunyai ambisi yang besar terhadap saya untuk menghasilkan uang mungkin karena usahanya tidak mengalami kemajuan pada saat itu sampai mungkin sampai sekarang," katanya.

"Sejak saya kecil hanya mengandalkan membiayai kami salah satu pengurus taekwondo yang tinggal di rumah kami lebih aneh, yang bahkan tidak murim bagiku
tinggal di rumah kami itulah yang membiayai hidup kami selama ini," imbuhnya.

Tak hanya mengalami kekerasan, Fidya juga merasa tidak nyaman dengan kebiasaan orangtuanya yang selalu mendatangi dukun sebelum dirinya bertanding.

"Orangtuaku ini suka sekali datang ke dukun. Setiap kali aku ingin bertarung aku dibawa ke dukun, dijampe-jampe, meminta air doa, mandi bunga dan itu dilakukan setiap kali saya ingin berkompetisi," ujar Fidya Kamalinda.

"Terkadang saya merasa bingung. Kenapa harus seperti ini," tambahnya.

Merasa tertekan secara fisik dan mental, Fidya memilih untuk menyimpan penderitaannya selama bertahun-tahun. Ia mengaku bingung harus bercerita kepada siapa, karena merasa tidak akan ada yang mempercayainya.

Hingga akhirnya, saat menginjak usia 21 tahun, Fidya memberanikan diri untuk lepas dari kendali orangtuanya.

"Saat itu umur saya sudah 21 tahun. Aku merasa aku bisa memilih hidupku sendiri. Mengapa aku berani? Karena aku sudah merasa lelah selama bertahun-tahun," ujar Fidya Kamalinda.

"Saya merasa punya hak atas hidupku sendiri. Meskipun mereka bilang, Anda seharusnya bersyukur karena dibesarkan oleh kami. Siapa yang ingin dilahirkan di dunia?" imbuhnya.

Sebelumnya, orang tua Fidya Kamalinda mencari-cari keberadaan anaknya yang hilang.

Melansir dari Antara, Pasangan suami istri Hindarto (59) dan Khodijah Dede Indriany (50), warga Cipamokolan, Kota Bandung, masih menanti kepulangan putri mereka, Fidya Kamalinda, seorang atlet Taekwondo PON Jabar yang telah menghilang selama 10 tahun.

"Sayang, kakak pulang kak, mama rindu kakak, mama juga berdoa semoga kakak di manapun berada dalam keadaan sehat. Babeh (bapak) dan mama mendoakan kakak selamat. Mama, babeh, kakak, dan adik-adik juga kangen. Kakak pulang ya kak ya mama sudah kangen sekali. Walaupun kakak keadaan apapun mama dan babeh terima apapun kondisinya, kakak pulang ya," kata Khodijah.

Saat ditemui, Hindarto dan Khodijah mengenang bahwa Fidya, yang lahir pada April 1995, berusia 19 tahun ketika menghilang pada 26 November 2015. Kini, usianya hampir menginjak 29 tahun. Menurut cerita mereka, pada hari kejadian, Fidya berpamitan untuk pergi ke warnet di kawasan Riung Bandung sekitar pukul 09.00 WIB guna mencetak beberapa dokumen.

Namun, berdasarkan keterangan warga sekitar, Fidya terlihat dibawa seseorang setelah sebelumnya sempat terjadi cekcok.

"Akhirnya lapor kehilangan, ke polsek. Tapi enggak diterima, katanya karena anaknya ini udah dewasa. Langsung ke Polrestabes Bandung, enggak diterima juga dan dikasih saran 'sabar aja, pak, nanti juga pulang' karena dewasa," kata Hindarto.

Merasa cemas karena Fidya tak kunjung pulang hingga pukul 13.00 WIB, Hindarto segera mencari anaknya ke warnet. Namun, saat tiba di sana, Fidya sudah tidak ada.

Awalnya, ia tidak terlalu curiga dan berharap Fidya akan segera kembali. Namun, hingga larut malam, Fidya tidak juga memberikan kabar, dan ponselnya tetap tidak aktif. Akhirnya, mereka memutuskan untuk melaporkan kejadian ini ke polisi.

"Saya bilang saja bukan nuduh, tapi udah lapor polisi. Dari situ dia kayanya takut. Terus dia akhirnya ngaku. Fidya katanya lagi di asrama putri gitu di Cicaheum dan akhir bulan baru bisa pulang. Saya nolak, dan mendesak pokoknya harus pulang sekarang. Hingga akhirnya janji mau anterin Fidya malam itu juga," ujar dia.

Pada 3 Desember 2015, pasangan ini menemukan beberapa nomor kontak dalam catatan Fidya. Salah satu nomor yang mereka hubungi diangkat oleh seorang pria berinisial Y. Hindarto kemudian mengancam akan melaporkannya ke polisi jika pria itu tidak datang ke rumah mereka.

Namun, ketika pria tersebut akhirnya datang, ia tidak membawa Fidya dan justru bersikap seolah-olah tidak tahu apa-apa. Merasa tertekan, akhirnya pria itu mengaku bahwa Fidya berada di sebuah asrama putri di Cicaheum dan akan pulang pada akhir bulan.

Namun, Hindarto tidak mau menunggu dan bersikeras agar Fidya dipulangkan segera. Pria itu pun berjanji akan membawa Fidya pada malam itu juga.

Sayangnya, janji tersebut tidak ditepati. Fidya tak kunjung kembali, membuat Hindarto dan Khodijah semakin putus asa dalam mencari anak mereka.

Pada Januari 2016, mereka membaca berita mengenai kasus penculikan yang melibatkan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Khawatir Fidya menjadi korban, mereka segera melaporkan kasus ini ke Polda Jabar.

Namun, setelah laporan diterima, mereka kembali harus menunggu tanpa ada perkembangan selama sebulan.

Kesal karena tidak ada tindakan, Hindarto bahkan menawarkan diri untuk menangkap pelaku sendiri karena sudah mendapatkan informasi tentang keberadaannya. Namun, polisi menolak dan mengatakan bahwa hal itu sudah menjadi wewenang mereka.

Pada Februari 2016, mereka kembali mendapat kabar mengenai Fidya. Pria yang diduga pelaku menghubungi Hindarto dan meminta uang tebusan sebesar Rp50 juta.

Hindarto berpura-pura menyetujui permintaan itu dan mengatur pertemuan. Ia datang bersama guru Taekwondo Fidya, hingga akhirnya pria tersebut mengakui perbuatannya dan diserahkan ke Polda Jabar.

Namun, beberapa waktu kemudian, empat orang lainnya datang membawa buku nikah yang mencatat pernikahan antara Fidya dan pria yang diduga menculiknya. Pernikahan itu tercatat di KUA Rawalumbu, Kota Bekasi.

Karena pernikahan tersebut dianggap sah, polisi akhirnya membebaskan pria itu dan menutup kasusnya dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Merasa tidak mendapat keadilan, Hindarto kemudian melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Polda Metro Jaya, karena namanya dicatut dalam buku nikah tersebut. Namun, pada tahun 2022, ia mendapat kabar bahwa laporannya dihentikan.

Setelah 10 tahun berjuang mencari putrinya, Hindarto akhirnya bertemu seseorang yang paham hukum dan bersedia membantu kasus ini. Atas saran orang tersebut, Hindarto dan Khodijah pun memberanikan diri untuk membuat video agar kasus Fidya kembali diperhatikan.

"Jadi semua upaya udah saya lakukan, tapi enggak pernah ada hasil. Karena lewat proses hukum yang prosedural enggak nemu jalan, akhirnya memutuskan buat ngeviralin di media sosial. Bukan bermaksud apa-apa. Tapi harapan kami sebagai orang tua, anak kami ini bisa kembali lagi apapun kondisinya. Kami sudah sangat rindu, dan mudah-mudahan kasus ini bisa dibantu jalan keluarnya," ucap Hindarto.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.