Penerimaan Pajak Februari 2025 Turun, Menkeu Sri Mulyani Minta Jangan Didramatisir
Sanusi March 13, 2025 07:36 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta untuk tidak mendramatisir penerimaan pajak yang turun 30,19 persen, pada Februari 2025 menjadi Rp 187,8 triliun atau setara 8,6 persen dari target.

"Jadi saya mohon teman-teman tidak mendramatisir untuk menciptakan suatu ketakutan," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Kamis (13/3/2025).

Menurut Sri Mulyani, pemberitaan penurunan pajak yang terlalu mendramatisir akan berdampak pada ekonomi nasional. Sehingga dia meminta untuk saling menjaga meskipun mengalami pelambatan.

"Untuk ekonomi juga nggak bagus, untuk Anda semua sebagai media menurut saya juga nggak bagus karena kalau ekonomi nggak bagus pasti akan kena juga. Yuk kita jaga sama-sama ya. Jadi merespons terhadap perlambatan, tentu tetap kita waspada tanpa menimbulkan suatu alarm," terangnya.

Bendahara negara itu bilang, bahwa penurunan pajak ini memang termasuk pola musiman yang kerap terjadi setiap tahunnya. Penyebabnya ada dua, pertama adalah penurunan harga komoditas ekspor Indonesia.

"Januari dan Februari cenderung turun, kita melihat ada beberapa perlambatan terutama karena adanya koreksi harga-harga komoditas yang memberi kontribusi penting bagi perekonomian kita seperti batu bara, minyak dan nikel," ungkap dia.

Kemudian penyebab kedua karena adanya kebijakan baru yakni implementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk PPh 21 dan kebijakan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri selama 10 hari sehingga dapat dibayarkan hingga 10 Maret 2025.

"Kita juga melihat bahwa beberapa policy yang kita introduce seperti TER itu menimbulkan perubahan dari sisi penerimaan negara terutama PPh 21, kemudian ada restitusi yang cukup signifikan pada awal tahun itu juga menyebabkan penurunan," ungkapnya.

Diketahui penerimaan pajak sampai Februari 2025 sebanyak Rp 187,8 triliun atau setara 8,6 persen dari target. Realisasi itu lebih rendah 30,19 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024 sebesar Rp 269,02 triliun.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu memaparkan, terdapat dua faktor yang memengaruhi kinerja penerimaan pajak menurun.

Pertama, penurunan yang bersumber dari komoditas batu bara yang menurun secara tahunan 11,8 persen, brent minyak itu 5,2 persen dan nikel menurun 5,9 persen. Di satu sisi, ada juga faktor dari administrasi.

"Kalau Anda lihat penerimaan di bulan Januari Februari itu seolah-olah turun tapi sebetulnya itu adalah efek kebijakan TER atau tarif efektif rata-rata atas PPh 21 yaitu pajak atas upah gaji honor karyawan dan pegawai," ujar Anggito.

Meski begitu, penerimaan pajak memiliki tren bulanan yang sama. Bahkan polanya sudah tergambar dari empat tahun terakhir yakni di tahun 2022, 2023 sampai 2024. 

Sehingga Anggito menilai, penerimaan pajak pada Februari yang hanya Rp 187,8 triliun bukan merupakan anomali dan bersifat normal.

"Desember itu naik cukup tinggi karena efek Nataru, akhir tahun. Kemudian menurun di bulan Januari dan Februari. Itu sama setiap tahun, jadi tidak ada hal yang anomali. Jadi sifatnya normal saja," papar dia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.