TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN - Organisasi Aliansi Sumut Bersatu memandang penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani Pengadilan Negeri Simalungun tidak mengedepankan pembelaan terhadap korban.
Hal itu dinilai dari penanganan tiga kasus kekerasan seksual terhadap anak yang bergulir di PN Simalungun.
"Kami melihat kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani oleh Polres dan PN Simalungun tidak pro terhadap korban. Dari tiga kasus yang kami dampingi korban tidak mendapat keadilan," kata Ferry Wira dari Aliansi Sumut Bersatu, kepada Tribun Medan Jumat (14/3/2025).
Ferry mencotohkan tiga kasus tersebut, misal AH dimana korban dieksplorasi oleh pelaku bernama Hamadan Halal.
Pelaku membujuk korban untuk melakukan hubungan tak senonoh lalu menyebarkan video dan foto korban.
Namun kasus itu tidak menjerat pelaku, dengan alasan sudah adanya perdamaian.
"Penanganan sangat lambat dan saat putusan justru sidang dengan agenda pengambilan keterangan saksi dari korban namun pada proses pengambilan keterangan tersebut berjalan terdapat pelaku di dalam satu ruangan dengan korban, sehingga hal tersebut membuat korban
merasa tidak nyaman dan tidak leluasa dalam menyampaikan keterangan," kata Ferry.
Kemudian pada kasus NI dan IF yang terjadi pada 2024 lalu juga dinilai tak berpihak kepada korban.
Menurut Ferry, hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa masih jauh dari tuntutan yang diharapkan.
Sebab kedua terdakwa dalam kasus NI dan IF yang masih berusia belasan tahun hanya divonis 6 dan 7 tahun penjara.
Menurutnya, mestinya para pelaku dijerat menggunakan Undang – Undang TPKS
untuk penanganan kasus kekerasan seksual dengan hukuman maksimal.
"Ini sebagai upaya memastikan terpenuhinya hak korban untuk penanganan, perlindungan, dan pemulihan karena kasus ini termasuk dalam kasus yang luar biasa. Oleh karena itu, penanganan yang dilakukan terhadap kasus ini harus ditindak dengan serius," ujar Ferry.
Ferry bersama Aliansi Sumut Bersatu berharap agar Kejaksaan Negeri mengajukan banding atas vonis 6 tahun kepada pelaku IF dan IN di Simalungun.
Menurut mereka, hukum tersebut sangat rendah dan membuat para pelaku tidak jerah.
"Kami meminta agar Kejaksaan Negeri Simalungun lebih berkomitmen untuk mendampingi korban kekerasan seksual memperoleh keadilan hukum. Kejaksaan Negeri Simalungun harus mengajukan banding untuk memastikan terpenuhinya keadilan hukum bagi anak," tutupnya.
(cr17/tribun-medan.com)