5 Hal di Dakwaan Hasto Ungkap Peran Umpetin Harun Masiku
GH News March 15, 2025 09:04 AM
-

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah menjalani sidang perdana kasus dugaan suap terkait penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan merintangi penyidikan Harun Masiku. Dakwaan itu menguraikan peranan Hasto dalam kaburnya Harun Masiku.

Sebagai informasi, kasus yang menjerat Hasto ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020. KPK kemudian menetapkan Wahyu Setiawan yang saat itu Komisioner KPU RI, orang kepercayaan Wahyu bernama Agustiani Tio, pihak swasta bernama Saeful, dan Harun Masiku selaku caleg PDIP pada Pileg 2019 sebagai tersangka.

Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah menjalani proses hukum hingga divonis bersalah oleh pengadilan. Wahyu dinyatakan bersalah menerima suap sekitar Rp 600 juta agar mengupayakan Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat PAW.

Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah bebas dari penjara. Sementara Harun Masiku masih jadi buron.

Pada Desember 2024, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka. Selain Hasto, pengacara bernama Donny Tri Istiqomah telah ditetapkan sebagai tersangka baru oleh KPK dalam kasus ini.

KPK dijerat sebagai tersangka dalam dua kasus, yakni dugaan suap dan merintangi penyidikan. Terbaru, KPK telah membacakan dakwaan Hasto.

Selengkapnya dapat dilihat di halaman selanjutnya.

Suruh Harun Masiku Rendam HP di Air

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto jalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3). Hasto didakwa merintangi penyidikan kasus suap tersangka Harun Masiku.
KPK mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto didakwa menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang sudah buron sejak tahun 2020.

"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

Jaksa mengatakan kasus ini bermula setelah Pimpinan KPK saat itu menerbitkan surat perintah penyelidikan pada 26 November 2019 tentang dugaan suap di DPR RI terkait pengurusan pelaksanaan APBN 2020. Saat proses penyelidikan, penyelidik menemukan dugaan suap kepada penyelenggara negara di KPU RI.

Setelah menerima laporan dari penyelidik, Pimpinan KPK saat itu menerbitkan surat perintah penyelidikan dugaan suap di KPU RI pada 20 Desember 2019. Pada 8 Januari 2020, petugas KPK menerima informasi komunikasi antara Wahyu Setiawan yang menjabat sebagai Komisioner KPU dengan Agustiani Tio Fridelina.

Jaksa mengatakan komunikasi itu berisi informasi penerimaan uang terkait rencana penetapan Harun Masiku sebagai Anggota DPR lewat penggantian antarwaktu (PAW). KPK pun melakukan pemantauan aktivitas Wahyu, Harun, Agustiani, Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah.

"Selang beberapa waktu kemudian, petugas KPK berhasil mengamankan Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta," ujar jaksa.

Hasto kemudian disebut mendapat kabar Wahyu ditangkap sekitar pukul 18.19 WIB pada 8 Januari 2020. Jaksa mengatakan Hasto langsung memerintahkan Nurhasan untuk meminta Harun Masiku merendam handphone-nya ke dalam air.

"Dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui petugas KPK," ujar jaksa.

Harun Masiku pun mematuhi perintah Hasto. Singkat cerita, Harun Masiku kabur dan tak terjaring OTT KPK pada 8 Januari 2020.

Minta Harun Masiku Stand by di Kantor DPP PDIP

Harun Masiku (dok. KPK)
Jaksa KPK mengatakan Hasto juga meminta Harun Masiku menunggu di Kantor DPP PDIP. Tujuannya, kata jaksa, agar Harun Masiku tak bisa diketahui oleh petugas KPK.

"Kemudian terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK," ujar jaksa dalam dakwaannya.

Jaksa juga menyebut Nurhasan bertemu dengan Harun Masiku di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, sekitar pukul 18.35 WIB. Pada pukul 18.52 WIB, handphone Harun Masiku sudah tak aktif dan tidak terlacak lagi.

"Selanjutnya petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui update posisi telepon genggam milik Nurhasan yang terpantau pada jam 20.00 WIB bersama dengan Harun Masiku berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan pada saat itu bersamaan dengan Kusnadi selaku orang kepercayaan terdakwa juga terpantau berada di PTIK. Kemudian, petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku," ujar jaksa.

Pada 15 Januari 2020, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Harun Masiku. Pada 17 Januari 2020, KPK juga mengirimkan surat ke polisi agar Harun Masiku dimasukkan ke daftar pencarian orang (DPO).

Perintahkan Anak Buah Rendam HP

Staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kusnadi, selesai diperiksa KPK, Rabu (19/6/2024). Terhitung 8 jam lamanya penyidik KPK memeriksa Kusnadi.
Hasto juga disebut menyuruh anak buahnya merendam ponsel atau handphonenya agar Harun Masiku tidak tertangkap KPK. Hasto memerintahkan hal itu kepada anak buahnya sebelum dirinya diperiksa KPK.

Hal itu bermula saat KPK mengirimkan surat panggilan ke Hasto untuk hadir memenuhi pemeriksaan sebagai saksi di kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Pada 6 Juni 2024, Hasto disebut memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel miliknya.

"Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 6 Juni 2024 Terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah Terdakwa tersebut Kusnadi melaksanakannya," ujarnya.

Hasto dan Kusnadi memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sebagai saksi pada 10 Juni 2024. Saat ditanya penyidik, Hasto mengaku tidak mempunyai handphone.

"Berdasarkan informasi yang diperoleh Penyidik KPK, diketahui telepon genggam milik Terdakwa dititipkan kepada Kusnadi sehingga Penyidik melakukan penyitaan telepon genggam milik terdakwa dan Kusnadi namun penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku," ujarnya.

Jaksa mengatakan perbuatan Hasto baik dengan sengaja atau memerintahkan merendam ponsel merupakan upaya untuk merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Akibatnya, kata jaksa, penyidikan terhadap kasus Harun Masiku menjadi terhambat.

"Merupakan perbuatan yang telah dengan sengaja Terdakwa lakukan untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku yang mengakibatkan penyidikan atas nama Tersangka Harun Masiku terhambat," ujarnya.

Hasto pun didakwa melanggar pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

Didakwa Ikut Suap Wahyu Setiawan

Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan diperiksa KPK. Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hasto Kristiyanto.
Hasto juga didakwa ikut memberi suap terhadap Wahyu Setiawan saat menjabat Komisioner KPU pada 2020. Suap itu diberikan bersama-sama dengan Harun Masiku.

"Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 (lima puluh tujuh ribu tiga ratus lima puluh dollar Singapura) atau setara Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022," ujar jaksa.

Suap itu ditujukan agar Wahyu mengupayakan Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat PAW menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Padahal, suara Harun Masiku tak mencukupi.

Jaksa mengatakan Hasto memerintahkan Donny, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, menghubungi orang kepercayaan Wahyu bernama Agustiani Tio Friedlina untuk menanyakan biaya operasional Wahyu. Jaksa menyebut Wahyu saat itu meminta Rp 1 miliar.

Hasto kemudian mengirimkan pesan kepada Saeful Bahri yang berisi informasi dana pada 16 Desember 2019. Dana itu sebesar Rp 600 juta di mana Rp 200 juta untuk penghijauan kantor DPP PDIP dan Rp 400 juta untuk diserahkan ke Donny melalui staf Hasto bernama Kusnadi.

Kusnadi lalu menyerahkan uang titipan Hasto itu ke Donny. Uang itu dibungkus amplop warna cokelat dan disimpan di dalam tas ransel warna hitam.

"Kusnadi menyerahkan titipan uang dari terdakwa sebesar Rp 400 juta yang dibungkus amplop warna cokelat di dalam tas ransel warna hitam dengan mengatakan 'Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rp 400 juta ke Pak Saeful, yang Rp 600 juta Harun Masiku '," kata jaksa.

Saeful Bahri disebut menghubungi Harun Masiku soal uang dari Hasto itu. Jaksa menyebut Harun menjawab pesan Saeful dengan kata 'lanjutkan' sebagai tanda rencana penyuapan segera dilaksanakan.

Jaksa KPK mengatakan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri lalu melakukan pertemuan pada 17 Desember 2019 untuk membahas PAW Harun Masiku. Pada akhir pertemuan, Saeful Bahri menyerahkan uang SGD 19 ribu atau sekitar Rp 230 juta kepada Wahyu. Duit itu merupakan bagian dari pemberian dari Hasto dan Harun yang telah ditukar ke mata uang Singapura.

Saeful Bahri kembali menyerahkan uang kepada Agustiani Tio sebesar SGD 38.350 ribu atau Rp 400 juta pada 26 Desember 2019. Uang itu lah yang rencananya diserahkan kepada Wahyu Setiawan sebagai bagian dari dana operasional.

Duit Rp 400 juta diminta disimpan terlebih dahulu oleh Wahyu Setiawan. Jaksa KPK mengatakan sisa uang Rp 450 juta dari Harun Masiku kemudian dibagi-bagi dengan rincian Rp 50 juta untuk Agustiani Tio, Rp 170 juta untuk Donny Tri Istiqomah, dan Rp 230 juta untuk Saeful Bahri dan timnya.

Pembahasan PAW Harun Masiku terus berlanjut hingga Januari 2020. Singkat cerita, Donny Tri sempat mengirimkan pesan kepada Hasto pada hari terjadinya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Pesan itu berisi perkembangan upaya meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR.

"Pada tanggal 8 Januari 2020, Donny Tri Istiqomah menyampaikan pesan kepada Terdakwa melalui WhatsApp bahwa Wahyu Setiawan akan mencoba membahas kembali pada rapat pleno berikutnya di KPU dan akan melaporkan perkembangannya kepada Saeful Bahri," kata jaksa KPK.

Pada 8 Januari 2020 tim KPK melakukan tangkap tangan kepada Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, Saeful Bahri, hingga Donny Tri Istiqomah. Penyidik KPK turut mengamankan uang SGD 38.350 ribu dari Agustiani Tio sebagai barang bukti.

Gerilya Hasto Agar Harun Masiku Jadi Anggota DPR

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto jalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3). Hasto didakwa merintangi penyidikan kasus suap tersangka Harun Masiku.
Jaksa KPK juga membongkar gerilya Hasto demi mendudukkan Harun Masiku di Senayan. Salah satu yang dilakukan Hasto ialah berusaha menyingkirkan Riezky Aprilia yang berhak menjadi anggota DPR lewat PAW.

Riezky Aprilia dan Harun Masiku merupakan caleg PDIP dari dapil Sumatera Selatan 1 dalam Pileg 2019. Dalam perolehan suara di dapil ini, caleg bernama Nazarudin Kiemas meraih perolehan suara tertinggi.

Riezky Aprilia berada di posisi ketiga dengan 44.402 suara dan Harun Masiku di posisi keenam dengan 5.878 suara. Namun, dalam perjalanannya Nazarudin Kiemas meninggal dunia sehingga perolehan suaranya harus dialihkan.

DPP PDIP lalu menggelar rapat pada 22 Juni 2019 untuk membahas perolehan suara milik Nazarudin Kiemas. Dalam rapat ini, Hasto memerintahkan Donny Tri Istiqomah selaku tim hukum PDIP untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Secara khusus, Hasto meminta Donny Tri untuk membantu Harun Masiku.

Tim hukum PDIP pun melayangkan gugatan ke MA sesuai perintah Hasto. Surat gugatan itu diterima KPU pada 8 Juli 2019. PDIP meminta penentuan caleg pengganti jika caleg dengan perolehan suara terbanyak meninggal dunia menjadi kewenangan dan diskresi partai.

Masih pada Juli 2019, rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku sebagai caleg yang berhak menerima perolehan suara Nazarudin Kiemas sebanyak 34.276 suara. Hasto lalu meminta Donny Tri dan tim hukum PDIP menyampaikan keputusan partai itu ke KPU.

Keputusan partai itu membuat Riezky Aprilia harus tercoret sebagai caleg terpilih di Dapil Sumsel I. Padahal sebagai peraih suara terbanyak ketiga, Riezky Aprilia harusnya orang yang berhak menerima hibah suara dari Nazarudin Kiemas.

Akal-akalan Hasto dalam mengatur Harun Masiku ini langsung mendapatkan penolakan dari Riezky Aprilia. Pada 24 September 2019, politikus PDIP Saeful Bahri, selaku utusan Hasto menemui Riezky di Singapura.

Jaksa KPK menyebut Saeful membawa pesan dari Hasto agar Riezky mundur sebagai caleg terpilih PDIP dan digantikan Harun Masiku. Permintaan Hasto itu ditolak mentah-mentah oleh Riezky.

"Pada pertemuan tersebut Saeful Bahri menyampaikan bahwa diperintah oleh terdakwa untuk meminta agar Riezky Aprilia mundur sebagai caleg terpilih dapil Sumswl 1. Atas permintaan terdakwa tersebut Riezky Aprilia menyatakan menolak," ujar jaksa.

Hasto lalu melakukan pertemuan secara langsung dengan Riezky Aprilia di kantor DPP PDIP pada 27 September 2019. Hasto kembali meminta Riezky untuk mundur. Hasto juga menyebut surat undangan pelantikan untuk Riezky sebagai caleg terpilih ditahan sementara.

"Terdakwa memanggil Riezky Aprilia dan meminta Riezky Aprilia mengundurkan diri sebagai caleg terpilih dapil Sumsel I serta menyampaikan bahwa surat undangan pelantikan Riezky Aprilia ditahan oleh terdakwa. Atas hal tersebut Riezky Aprilia menolak untuk mengundurkan diri," tutur jaksa.


© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.