Bagaimana rasanya kopi rempah, datang saja ke Masjid Jami Assegaf Solo. Di sana, kopi rempah menjadi menu takjil khas yang rasanya penuh sensasi.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Jika kamu penasaran seperti apa rasa kopi rempah khas Timur Tengah, datanglah ke Masjid Jami Assegaf Solo yang ada di daerah Pasar Kliwon, Surakarta. Setiap hari di bulan Ramadhan, menu itu menjadi takjil khasnya.
Kok bisa ada kopi rempah di Masjid Jami Assegaf, ternyata ini erat kaitannya dengan komunitas Arab yang ada di wilayah itu. Bagaimana ceritanya?
Menurut beberapa sumber, tradisi takjil dengan kopi rempah di Masjid Jami Assegaf (MJA) Solo sudah berlangsung sejak awal 1990-an. Di luar bulan Ramadhan, kopi rempah biasanya dibagikan setelah salat Subuh atau usai kajian.
Tapi yang jelas, namanya saja kopi rempah artinya selain menggunakan bahan dasar kopi juga diperlukan rempah-rempah khas. Seperti pala, kapulaga, serai, jahe, dan lain sebagainya. Sebagai pemanisnya menggunakan gula aren.
Menurut Zubair, peracik kopi rempah MJA, kopi buatannya mengandung banyak khasiat. “Setelah minum, biasanya akan langsung keringatan, masuk angin bisa hilang, cocok untuk berbuka puasa,” ujar pria 64 tahun itu, sebagaimana ditayangkan oleh YouTube KompasTV.
Bagi yang punya masalah dengan asam lambung, Zubair menegaskan bahwa kopi buatannya aman untuk berbuka puasa. “Ukurannya sudah pas, tidak terlalu pedas banget, apalagi diminum setelah makan kurma,” ujarnya.
Zubair sendiri sudah 35-an tahun menjadi peracik kopi rempah Masjid Jami Assegaf Solo. Meski begitu pria asli Pasar Kliwon itu mengaku tidak tahu pasti kapan kopi rempah mulai disajikan untuk umum di masjid yang terletak persis di pinggir jalan besar itu.
Menurut sedikit informasi yang dia terima, tradisi itu sudah ada sejak 1990-an. Seperti disebut di paragraf awal, awalnya kopi rempah itu hanya dihidangkan kepada para jamaah setelah salat Subuh. Tapi seiring waktu, menu itu menjadi menu takjil khas saat Ramadhan tiba, juga menjadi suguhan saat pengajian di malam hari.
Yang unik, kopi rempah itu tidak ditemui di masjid-masjid lain di Kota Solo, begitu kata Zubair.
Biasanya, Zubair mulai memasak kopi sekitar pukul 14.00 WIB. Baik kopi maupun rempah-rempah pelengkap juga gula merah direbus secara bersamaan – laiknya kopi klotok di Cepu, Bojonegoro, Blora, dan sekitarnya.
Langkah pertama, air direbus hingga mendidih (karena membuat dalam porsi besar, MJA biasanya menggunakan dua galon air). Jangan lupa siapkan 2,5 gula jawa, sekitar 1 ons kayu manis, 3 lumpang jahe. Setelah air mendidih lalu masukkan kayu manis, jahe yang sudah ditumbuk, lalu gula jawa.
Kemudian masukkan 2,5 kg gula pasir, lalu tiga bungkus kopi yang beratnya masing-masing 160 gram. Langkah terakhir, aduk sampai rata dan tunggu hingga matang.
Satu jam sebelum berbuka, kopi rempah yang akan dihidangkan dipanaskan kembali kemudian dituangkan ke tek-tekok kecil yang banyak jumlahnya. Lewat teko-teko itulah kopi dituangkan di atas gelas yang sudah dibagikan kepada para jamaah yang datang.
Sebagai pelengkap, kopi rempah dibagikan dengan kurma dan segelas air putih. Setelah salat Magrib baru makan besar.
Riwayat Kampung Arab Solo
Meski tidak terlalu jelas kapan pertama ia muncul, tradisi takjil kopi rempah di Masjid Jami Assegaf Solo erat kaitannya dengan komunitas Arab yang ada di wilayah Pasar Kliwon.
Dulu, seperti dikutip dari Surakarta.go.id, Pasar Kliwon adalah pasar untuk jual beli hewan ternak yang diadakan setiap hari pasaran Kliwon. Pasar itu berada di kawasan Kampung Arab yang menjadi tempat tinggal orang-orang Arab di masa penjajahan Belanda lewat wijkenstelsel.
Kampung Arab itu dipimpin oleh seorang kapiten. Karena dihuni mayoritas keturunan Arab, Pasar Kliwon juga dikenal dengan dikenal dengan nama Kampung Arab.
Selain di Pasar Kliwon, komunitas Arab di Solo juga bisa dijumpai di Kelurahan Semanggi dan Kedung Lumbu.
Dulu, Pakubuwono X pernah menghadiahi seorang keturunan Arab yang pernah menjadi guru mengaji sebidang tanah – tanah itu sekarang tempat dibangunnya Rumah Sakit Kustati. Konon, guru ngaji itu bisa menyembuhkan putri PB X bernama Kustati.
Di kawasan Pasar Kliwon juga ada sumber mata air yang memiliki peran penting untuk masyarakat Solo. Namanya Kedhung Pengantin. Air dari situ selalu digunakan untuk syarat kelengkapan upacara pernikahan.
Mengutip Kompas.com, Kecamatan Pasar Kliwon terdiri atas 10 kelurahan: Kampung Baru, Kauman, Kedung Lumbu, Baluwarti, Gajahan, Joyosuran, Semanggi, Mojo, Pasar Kliwon, dan Sangkrah.
Di Pasar Kliwon juga kamu bisa mengunjungi Kampung Batik Kauman hingga Pasar Klewer yang merupakan pasar batik terbesar di Indonesia. Yang lebih modern ada Beteng Trade Center (BTC) dan Pusat Solo Grosir (PSG). Ada juga Pasar Klithikan, surganya barang bekas di Solo.
Jangan lupa, Keraton Surakarta lengkap dengan segala atributnya, seperti Alun-alun Selatan dan Utara dan Masjid Agung juga ada di Pasar Kliwon.
Sebagai pusatnya komunitas Arab di Solo, di Pasar Kliwon terdapat dua masjid ikonik. Yang pertama adalah Masjid Jami Assegaf -- yang buka puasanya menggunakan kopi rempah -- dan Masjid Riyadh yang punya areacitywalk.
Di Pasar Kliwon kamu juga akan menjumpai deretan pedagang kurma dan oleh-oleh khas Timur Tengah lainnya. Termasuk mukena.
Kulinernya juga berbau-bau Timur Tengah. Seperti kebab, roti konde, hingga sambosa dan nasi kebuli. Dan lain sebagainya.
Dalam makalah berjudul "Terbentuknya Wilayah Kampung Arab di Surakarta" oleh Najmi Muhammad Bazher yang tayang di jurnal Dinamika disebutkan, duluKi Sala (Ki Soroh Bau) membuat permukiman di tepian Sungai Bengawan Solo dekat tempatnya bekerja di wilayah Kadipaten Pajang sekitar tahun 1530.
Ketika ituBengawan Solo menjadi jalur utama perdagangan dan pelayaran yang menghubungkan wilayah pedalaman Jawa dengan laut. Orang-orang Arab dari Pantai Utara Jawa datang sebagai pedagang dan berlabuh di bandar Bengawan Semanggi (bandar di Bengawan Solo). Mereka awalnya membuat tempat persinggahan tapi lama-lama berubah menjadi perkampungan.
Kawasan Semanggi yang menjadi tempat berlabuh orang Arab dulu terbelah dua sungai. Ada sungai Bengawan Solo sebelah timur dan Bengawan Semanggi di sebelah barat. Di antara kedua sungai muncul Delta Semanggi yang kemudian disatukan dengan daratan Pasar Kliwon dengan menguruk Bengawan Semanggi.
Di kawasan itulah orang-orang Arab menetap dan hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya di Solo.
Begitulah riwayat kopi rempah, menu takjil khas Masjid Jami Assegaf Solo yang erat kaitannya dengan komunitas Arab yang tinggal di wilayah itu.