Pengamat Jamiluddin Ritonga: Pembahasan RUU TNI di Hotel Mewah Membuat Rakyat Semakin Antipati
GH News March 16, 2025 03:05 PM

Pembahasan Revisi UndangUndang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta diyakini bakal menimbulkan sikap antipati rakyat terhadap pemerintah maupun DPR RI.

Pasalnya menurut Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, pembahasan RUU TNI yang didalilkan dengan istilah konsinyering itu digelar di tengah kebijakan pemerintah melakukan kebijakan efisiensi.

"Pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont kiranya tak sejalan dengan kebijakan efisiensi Presiden Prabowo Subianto," kata Jamiluddin saat dimintai tanggapannya, Minggu (16/3/2025).

Dirinya juga menyatakan, dengan adanya penyebutan konsinyering itu membuat agenda yang dilakukan DPR RI khususnya Komisi I menjadi tidak masuk akal.

Jamiluddin meyakini, sikap antipati masyarakat terhadap pemerintah dan DPR RI atas kebijakankebijakan yang ada akan makin menguat.

"Dengan dalil konsinyering, seolah dijadikan pembenaran pembahasan RUU TNI di hotel bintang 5. Pembenaran ini tentu tak rasional sehingga sulit diterima akal sehat," kata Jamiluddin.

"Pola pembenaran itu justru membuat rakyat semakin antipati. Rakyat disuguhkan argumentasi yang tak nalar," sambung dia.

Rakyat menurut dia, seolah bodoh dan diyakini bakal menerima selalu argumentasi apa pun yang dikemukakan elite. 

Padahal kata Jamiluddin, pola pandangan seperti demikian membuat rakyat semakin tidak memahami sikap dan perilaku elite.

Selain itu, pembahasan RUU TNI yang digelar secara tertutup dan bahkan menolak adanya partisipasi dari publik tersebut telah mengingkari sistem politik yang dianut di negeri ini. 

"Sejak reformasi, Indonesia sudah menganut sistem politik terbuka (demokrasi). Karena itu, semua pembahasan RUU seharusnya dilakukan secara terbuka," ujar Jamiluddin.

Sebab menurutnya rakyat seharusnya dilibatkan dalam pembahasan RUU. Pelibatan itu diperlukan karena prinsip demokrasi dari rakyat untuk rakyat.

"Karena itu, rakyat tak boleh hanya menjadi objek dalam pembahasan RUU. Rakyat harus menjadi subyek, agar isi RUU tersebut benarbenar kehendak rakyat," tandas dia.

Rapat Tertutup di Hotel Mewah

Rapat Panitia Kerja (Panja) revisi UndangUndang (UU) TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025) menuai sorotan masyarakat.

Sebab, rapat yang digelar di hotel mewah secara tertutup tersebut kontras dengan kebijakan efisiensi anggaran.

Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Indra Iskandar buka suara soal hal ini.

Kata dia, rapat tersebut sesuai Tata Tertib (Tatib) DPR Pasal 254, yang memungkinkan penyelenggaraan rapat dengan urgensi tinggi di luar gedung parlemen dan atas seizin pimpinan DPR.

"Ya jadi kita bicara aturan dulu gitu ya, aturan berkaitan dengan rapatrapat dengan urgenitas tinggi itu dimungkinkan untuk tidak di Gedung DPR," kata Indra saat dihubungi pada Sabtu (15/3/2025).

Menurut Indra, pemilihan Hotel Fairmont dilakukan setelah pihak sekretariat menjajaki beberapa hotel. 

Dari lima hingga enam hotel yang dipertimbangkan, hanya Fairmont yang tersedia dan memenuhi kebutuhan teknis Panja revisi UU TNI.

"Nah temanteman sekretariat itu memang menjajaki beberapa hotel, ada 56 hotel ya, tetapi yang available itu satu ya, pertimbangannya yang available dengan format Panja RUU ini," ujar Indra.

Selain itu, Indra menuturkan bahwa Fairmont memiliki kerja sama dengan DPR melalui government rate, sehingga biayanya tetap sesuai dengan Standar Biaya Masukan (SBM) yang berlaku.

"Yang kedua adalah hotel yang punya kerjasama government rate dengan kita yang harganya terjangkau dengan SBM kita," ucapnya.

Dia menambahkan, Panja revisi UU TNI bersifat maraton dan berlangsung hingga dini hari, sehingga membutuhkan lokasi dengan fasilitas istirahat yang memadai.

"Karena ini sifatnya maraton dan simultan dengan urgenitas tinggi, memang harus dilakukan di tempat yang ada tempat istirahat," ungkap Indra.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.