3 OTK Datangi Kantor hingga Telepon Misterius Buntut Geruduk Rapat RUU TNI, KontraS Duga Aksi Teror
GH News March 17, 2025 08:04 AM

Tiga orang tak dikenal (OTK) mendatangi kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, Minggu (16/3/2025) dini hari.

Ketiganya diketahui mengaku sebagai orang dari media.

Tetapi, ketiganya disebutkan tidak menjelaskan dari media mana mereka berasal.

Mereka juga tak mengatakan dalam rangka apa berkunjung ke kantor KontraS.

"Tengah malam ini (Minggu), tepatnya pukul 00.16, kantor KontraS didatangi oleh tiga orang tidak dikenal yang mengaku dari media," ungkap Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andrie Yunus, dalam keterangannya, Minggu, dikutip dari Kompas.com.

Di waktu yang bersamaan, lanjut Andrie, ia mengaku mendapat telepon misterius dari nomor tidak dikenal.

Andrie menduga apa yang terjadi itu merupakan aksi teror setelah pihaknya menggeruduk rapat Panitia Kerja (Panja) yang membahas Rancangan Undangundang TNI (UU TNI) di Hotel Fairmont Jakarta pada Sabtu dan Minggu tanggal 1516 Maret 2025.

"Di waktu yang bersamaan, saya juga mendapatkan tiga panggilan telepon dari nomor tak dikenal," kata Andrie.

"Kami menduga ini berkitan dengan aksi teror terhadap kami, pasca kami bersama Koalisi Masyarakat Sipil mengkritis proses legislasi Revisi UU TNI," jelasnya.

Diketahui, Andrie turut menggerebek rapat Panja RUU TNI di Fairmont.

Dalam kesempatan itu, Andrie bersama rekanrekannya di Koalisi Masyarakat Sipil, menolak pembahasan RUU TNI yang dilaksanakan secara tertutup.

Mereka juga menyatakan penolakan terhadap adanya dwifungsi ABRI.

"Kami menolak adanya pembahasan di dalam. Kami menolak adanya dwifungsi ABRI," teriak Andrie.

"Hentikan pembahasan dwifungsi RUU TNI, hentikan, hentikan Bapak, Ibu. Kami meminta dihentikan karena prosesnya dilakukan secara diamdiam dan tertutup," lanjut dia.

Berujung Laporan Polisi

Terkait aksi penggerudukan rapat Panja RUU TNI di Fairmont oleh Koalisi Masyarakat Sipil, pihak sekuriti hotel melapor ke Polda Metro Jaya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, membenarkan pihaknya telah menerima laporan tersebut pada Sabtu (15/3/2025).

Ade Ary mengatakan, laporan yang masuk merupakan dugaan tindak pidana karena mengganggu ketertiban umum.

"Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disrta ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia," jelas Ade Ary, dalam keterangannya, Minggu.

Ia menambahkan, pihak terlapor dilaporkan dengan sangkaan Pasal 172 dan/atau Pasal 212 dan/atau Pasal 217 dan/atau Pasal 335 dan/atau Pasal 503 dan/atau Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.

Terpisah, pihak sekuriti Fairmont mengaku tak tahu sosok RYR melapor ke Polda Metro Jaya terkait penggerudukan rapat RUU TNI.

RYR diketahui mengaku sebagai sekuriti di Fairmont saat melapor ke Polda Metro Jaya, Sabtu.

Beberapa sekuriti mengaku tidak tahu ada sosok bernama RYR di antara mereka.

Tak hanya itu, mereka juga mengaku tak tahu adanya pelaporan ke Polda Metro Jaya mengenai penggerudukan rapat RUU TNI.

"Saya harus konfirmasi dulu," kata seorang sekuriti saat ditanya mengenai laporan tersebut, Minggu.

Sementara itu, pimpinan sekuriti mengaku pihaknya tak berani mengajukan laporan ke Podla Metro Jaya.

"Kalau mau lapor kan harusnya orang dari yang punya atau penyelenggara acara, bukan dari kami," ujar dia.

"Kalau dia merasa tergangggu, ya sudah buat laporan. Kalau kami mah nggak berani," pungkasnya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil termasuk KontraS menggeruduk rapat Panja RUU TNI yang digelar secara tertutup di Hotel Fairmont, Sabtu.

Mereka membawa poster dan spanduk berisikan penolakan terhadap RUU TNI.

Pihak Koalisi Masyarakat Sipil tampak didorong beberapa orang diduga sekuriti setelah berhasil membuka pintu ruangan tempat rapat digelar.

Dalam pernyataannya, Koalisi Masyarakat Sipil tegas menolak adanya UU TNI.

Mereka juga memprotes pelaksanaan rapat secara tertutup tanpa adanya publikasi.

"Proses ini tidak hanya kemudian diinformasikan kepada masyarakat, tetapi juga seolaholah ditutupi yang kemudian kami mempertanyakan apa alasan proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup," ujar seorang perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil.

"Secara substansi, kami pandang dan kami nilai sangat kemudian mengaktivasi kembali dwifungsi militer. Oleh karena itu, kedatangan kami di sini menuntut agar proses ini dihentikan selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi juga."

"Terkait dengan pasal dan substansinya itu jauh dari upaya semangat menghapus dwi fungsi militer dan jauh dari semangat reformasi sektor keamanan di Indonesia," lanjutnya. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.