VOA Dibungkam Pertama Kalinya dalam 83 Tahun, Trump Perintahkan Pembekuan Anggaran Media Pemerintah
Tiara Shelavie March 18, 2025 11:34 AM

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat keputusan mengejutkan dengan membekukan anggaran media pemerintah, termasuk Voice of America (VOA), pada Sabtu (15/3/2025).

Akibatnya, sebanyak 1.300 karyawan diberi cuti administratif secara mendadak.

Keputusan Trump ini kembali menambah daftar panjang kebijakan kontroversialnya.

VOA Dibungkam untuk Pertama Kalinya dalam 83 Tahun

Direktur VOA, Michael Abramowitz, mengungkapkan keprihatinannya atas kebijakan ini.

Menurutnya, untuk pertama kali dalam sejarah, lembaga penyiaran yang telah beroperasi sejak Perang Dunia II itu terpaksa berhenti siaran.

"Voice of America telah menjadi aset yang tak ternilai bagi AS," kata Abramowitz, dikutip dari Reuters, Minggu (16/3/2025).

"Kami memainkan peran penting dalam perjuangan melawan komunisme, fasisme, dan penindasan, serta dalam perjuangan untuk kebebasan dan demokrasi di seluruh dunia," ungkapnya.

Keputusan Trump ini sontak memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk jurnalis, organisasi kebebasan pers, serta pemimpin politik AS.

Gedung Putih: Pemotongan untuk Hindari Propaganda Radikal

Perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada Jumat (14/3/2025) mencantumkan US Agency for Global Media (USAGM) sebagai lembaga yang dianggap tidak lagi diperlukan.

Buntutnya, lembaga penyiaran seperti VOA, Radio Free Asia, dan Radio Free Europe langsung terkena dampaknya.

Kari Lake, penasihat senior yang ditunjuk Trump, menyatakan bahwa pemotongan dana ini bertujuan untuk memastikan pajak rakyat tidak lagi digunakan untuk "propaganda radikal."

"Dana hibah federal yang digunakan oleh lembaga-lembaga ini tidak lagi mencerminkan prioritas pemerintah saat ini," ujar Lake dalam pernyataan resminya.

Karyawan Dilarang Masuk, Diminta Kembalikan Peralatan Kerja

Ribuan karyawan VOA menerima e-mail mendadak pada akhir pekan yang menginstruksikan mereka untuk tidak masuk kantor.

Tak hanya itu, mereka juga diwajibkan mengembalikan kartu pers, laptop, dan peralatan kerja lainnya.

Seorang staf VOA yang enggan disebutkan namanya mengaku terkejut dengan kebijakan ini.

"Ini benar-benar mendadak. Kami bahkan tidak diberi kesempatan untuk bersiap. Ini bukan hanya tentang kehilangan pekerjaan, tetapi juga soal keamanan kerja kami ke depan," ujarnya.

Kecaman dari Politisi dan Organisasi Kebebasan Pers

Keputusan ini mendapat kecaman keras dari berbagai pihak.

Organisasi advokasi kebebasan pers, Reporters Without Borders (RSF), menilai tindakan ini sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers global.

"Keputusan ini mengancam kebebasan pers di seluruh dunia dan menghapus 80 tahun sejarah AS dalam mendukung arus informasi yang bebas," ujar perwakilan RSF.

Pimpinan Demokrat di Kongres AS, Gregory Meeks dan Lois Frankel, juga mengecam langkah ini.

Mereka menilai, keputusan Trump justru merugikan AS dalam melawan propaganda global, The Daily Guardian melaporkan.

"Pemotongan ini akan memberikan dampak jangka panjang terhadap upaya AS dalam melawan propaganda internasional," ujar mereka dalam pernyataan bersama.

VOA dan Media Pro-Demokrasi Terancam Hilang?

VOA, yang selama ini dikenal sebagai suara demokrasi bagi masyarakat di negara-negara otoriter, kini menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Stephen Capus, Presiden Radio Free Europe/Radio Liberty, menyebut kebijakan ini sebagai "hadiah besar" bagi musuh-musuh AS.

"Butuh puluhan tahun untuk membangun audiens ratusan juta orang setiap minggu. Namun dalam semalam, semua itu bisa hilang," ujarnya.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.