Forum Silaturahmi Pemuda Islam (FSPI) menggelar aksi damai bersama rakyat dan TNI di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (18/3/2025). Koordinator FSPI Zulhelmi Tanjung menyebut aksi ini sebagai bentuk bersatunya rakyat dengan TNI.
“TNI lahir dalam perjuangan panjang untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dari upaya penjajahan kembali oleh Belanda. Semangat rakyat untuk merdeka melahirkan kekuatan bersenjata yang menjadi cikal bakal TNI,” kata Zulhelmi.
Sepanjang sejarah NKRI, TNI selalu berperan aktif dalam menghadapi segala macam ancaman bangsa baik dari dalam maupun luar.
“Perlawanan gigih yang dilakukan bersama rakyat menjadi bukti bahwa kekuatan militer Indonesia tak lepas dari dukungan dan keberanian rakyat,” ujarnya.
Lanjut dia, pada tahun 1962, sejarah mencatat penyatuan organisasi angkatan perang dan kepolisian menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan dan keamanan nasional dalam menghadapi tantangan global dan ancaman domestik.
Namun, dinamika politik yang terjadi di Indonesia pada 1998 berdampak besar pada struktur ABRI.
Reformasi nasional mendorong pemisahan Polri dari ABRI, sebagai langkah untuk membangun institusi pertahanan yang lebih profesional dan netral dari politik praktis.
“TNI kemudian menjalani proses reformasi internal yang signifikan, dengan fokus pada profesionalisme dan netralitas. TNI berkomitmen untuk menjalankan perannya sesuai dengan amanat rakyat dan tetap berada di jalur pertahanan negara yang netral terhadap kepentingan politik,” tutur Zulhelmi.
Melalui UndangUndang Nomor 34 Tahun 2004, peran, fungsi, dan tugas TNI diperjelas dan ditegaskan. TNI ditetapkan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang tunduk pada kebijakan dan keputusan politik negara.
Fungsi utama TNI adalah sebagai pelindung terhadap berbagai bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata yang mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah, serta keselamatan bangsa. Dalam setiap langkahnya, TNI senantiasa menempatkan rakyat sebagai bagian penting dari kekuatan pertahanan negara.
“Kekuatan TNI tidak hanya terletak pada persenjataan, tetapi juga pada sinergi dan dukungan rakyat. Sejarah membuktikan bahwa kekuatan utama TNI adalah kemanunggalannya dengan rakyat, di mana rakyat menjadi pilar utama dalam menjaga ketahanan nasional,” ungkapnya lagi.
Masih kata Zulhelmi, dalam era modern, TNI terus memperkuat profesionalismenya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), serta memperkuat doktrin pertahanan yang adaptif terhadap dinamika ancaman global. Seiring perjalanan waktu, kebutuhan akan penyesuaian regulasi pertahanan menjadi penting.
“Revisi UndangUndang TNI merupakan langkah strategis untuk memperkokoh profesionalisme dan mempertegas peran TNI dalam menjaga kedaulatan Indonesia yang berdaulat, maju, dan modern,” tegas Zulhelmi.
“Mari kita kawal bersama Revisi UU TNI untuk memastikan TNI tetap menjadi kekuatan utama dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan Indonesia. TNI yang kuat adalah TNI yang bersatu dengan rakyat, demi Indonesia yang berdaulat dan aman sentosa,” tandasnya.
Seluruh fraksi di Komisi I DPR menyetujui revisi UndangUndang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan bakal naik ke sidang paripurna.
"Apakah RUU tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat dua dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi undangundang, apakah dapat disetujui?" kata Ketua Komisi I DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja), Utut Adianto dalam rapat kerja (raker) pembicaraan tingkat I RUU TNI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
"Setuju!" kata peserta rapat yang hadir.
Setelah itu, Utut pun mengetuk palu sebanyak satu kali sebagai tanda sepakatnya revisi UU TNI untuk naik ke sidang paripurna.
Di sisi lain, setujunya seluruh fraksi terkait revisi UU TNI ini bertolak belakang dengan beragam penolakan dari masyarakat.
Contohnya, dari Koalisi Masyarakat Sipil lantaran revisi UU TNI dianggap berpotensi memunculkan dwifungsi ABRI dan menurunkan kualitas demokrasi.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya Saputra, menuturkan keresahannya terkait revisi UU TNI tersebut dan meminta untuk penundaan.
Pasalnya, dia menganggap proses revisi masih banyak keganjilan.
"DPR seharusnya melakukan telaah lebih jauh. Proses (pembuatan) cukup cepat membuat ruang publik memberikan aspirasi dan masukan jadi sangat minim," ujarnya kepada Tribunnews.com, Senin (17/3/2025).