TRIBUNNEWS.COM - Naji Abu Saif, juga dikenal sebagai Abu Hamza, juru bicara Brigade Al-Quds, sayap militer Jihad Islam Palestina (PIJ), tewas dalam gelombang serangan udara Israel di Jalur Gaza.
Serangan tersebut juga menewaskan istrinya dan beberapa anggota keluarganya di kamp pengungsi Nuseira, Gaza tengah.
Mengutip PressTV, Jihad Islam Palestina mengutuk pembunuhan itu, menuduh entitas kriminal Nazi-Zionis melakukan serangan dengan dukungan, dorongan, dan pendanaan dari pemerintah AS, sementara dunia hanya berdiam diri.
"Juru bicara yang syahid ini dikenal sebagai suara perlawanan, tidak gentar dalam pengabdiannya kepada Allah, fasih dalam berbicara, dan berani dalam sikap heroiknya membela perlawanan dan hak-hak rakyat kami, tanpa pernah goyah dalam pendiriannya," demikian pernyataan kelompok tersebut.
Namun, PIJ menegaskan bahwa serangan ini hanya akan memperkuat tekad mereka untuk terus membela rakyat dan hak-hak mereka hingga agresi ini sepenuhnya digagalkan.
Israel melancarkan serangan terbarunya sejak dimulainya gencatan senjata pada Selasa (18/3/2025) dini hari waktu setempat.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 400 korban tewas, termasuk beberapa pejabat senior Hamas.
Dalam laporan terpisah PressTV, Hamas menyatakan bahwa sejumlah pemimpin pemerintah dan komite darurat tewas akibat agresi brutal dan tiba-tiba Israel di Jalur Gaza.
“Para pemimpin ini, beserta keluarga mereka, tewas setelah menjadi sasaran langsung oleh pesawat pasukan pendudukan Zionis.”
Pimpinan pemerintahan Hamas, Essam al-Dali, kepala kementerian dalam negeri Mahmud Abu Watfa, dan Bahjat Abu Sultan, direktur jenderal dinas keamanan dalam negeri, termasuk di antara para martir, kata Hamas.
Menurut Hamas, para pemimpin ini bertanggung jawab untuk mendistribusikan bantuan, mencegah pencurian, melindungi keamanan rakyat Palestina, serta memastikan keadilan dan kohesi sosial di tengah situasi yang sangat sulit.
“Mereka dibunuh dalam upaya menciptakan kekacauan, kelaparan, dan konflik internal.”
Dalam pernyataan terpisah, Kantor Media Pemerintah Gaza mengatakan bahwa dua perwira tinggi polisi juga termasuk di antara korban tewas.
Para pemimpin ini, menurut pernyataan tersebut, bekerja tanpa lelah sejak awal perang genosida untuk meringankan penderitaan rakyat mereka dan memenuhi tanggung jawab mereka dengan dedikasi dan pengorbanan.
Hamas juga menegaskan kembali bahwa perlawanan akan berdiri teguh bersama rakyat Palestina melawan agresi brutal ini.
Mengutip Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa serangan udara hari Selasa di Gaza adalah "hanya permulaan."
Ia menekankan bahwa semua perundingan gencatan senjata akan berlangsung di bawah tembakan.
Dalam pernyataan yang direkam dan disiarkan di televisi nasional, Netanyahu menegaskan bahwa Israel akan terus maju hingga mencapai semua tujuan perangnya, yaitu menghancurkan Hamas dan membebaskan semua tawanan yang ditahan oleh kelompok tersebut.
“Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa tekanan militer adalah syarat yang diperlukan untuk membebaskan para sandera,” katanya.
Omar Shakir, direktur Israel-Palestina di Human Rights Watch, mengatakan bahwa Israel secara terang-terangan melanggar hukum internasional di Gaza.
Ia mendesak masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban pejabat Israel dan menghentikan semua pengiriman senjata ke negara tersebut.
“Memblokir bantuan merupakan pelanggaran hukum internasional yang mencolok. Menggunakan kelaparan sebagai senjata perang adalah kejahatan perang. Ini tidak dapat disangkal. Mahkamah Internasional telah mengeluarkan perintah yang mengikat – yang dilanggar Israel – untuk memfasilitasi bantuan,” katanya kepada Al Jazeera.
“Semua hal ini adalah prinsip dasar hukum yang tidak kontroversial, dan semuanya dilanggar secara mencolok oleh pemerintah Israel,” tambah Shakir.
Ia juga menambahkan bahwa negara-negara seperti AS yang terus mengirim senjata ke Israel turut berperan dalam pelanggaran yang dilakukan Israel di Gaza.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)