Industri Minta Implementasi HGBT Tak Dibatasi Alokasi Gas
kumparanBISNIS March 19, 2025 10:20 AM
Industri pengguna gas bumi meminta agar implementasi Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau gas murah tidak dibatasi alokasi gas industri tertentu. Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan, juga meminta agar implementasi HGBT dilaksanakan sepenuhnya oleh penyalur gas.
Aturan mengeni HBT diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 76K/MG.01/MEM.M/2025 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu yang ditandatangani Menteri ESDM pada Rabu 26 Februari 2025 dan berlaku selama lima tahun.
“Kebijakan HGBT jilid 2 ini sangat diapresiasi oleh industri. Meski demikian, kami sedang mengevaluasi terkait implementasi HGBT jilid 2 ini, apakah amanah Kepmen ESDM No.76K/2025 ini dilaksanakan 100 persen oleh pusat penyalur gas,” kata Yustinus dalam keterangannya, Rabu (19/3).
Menurut dia, kepastian implementasi Kepmen ESDM No.76K/2025 sangat bergantung kepada Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk memastikan alokasi gas sampai ke perusahaan pengguna 100 persen. “Tentunya dari hulu gas harus 100 persen. Nah, ini juga harus dilaksanakan secara penuh seperti apa yang tertuang di dalam Kepmen tersebut,” jelasnya.
Yustinus menjelaskan, industri pengguna akan menyerap gas secara optimal 100 persen dengan harga USD 6,5 – 7 per MMBTU, dengan catatan alokasi gas yang disalurkan oleh penyalur juga harus optimal 100 persen sesuai Kepmen ESDM No.76K/2025.
“Jangan nanti dalam implementasinya penyalur menetapkan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) yang tidak sesuai dengan Kepmen ESDM No.76K/2025. Ini kan tidak fair, merugikan industri,” tegas Yustinus.
Ilustrasi pipa gas. Foto: PreechaB/Shutterstock
Dirinya menerangkan bahwa kebijakan HGBT periode kedua yang mulai berlaku 1 Januari 2025 sesuai Kepmen ESDM No.76K/2025 ini juga akan memacu investasi di sektor industri keramik dalam negeri.
“Kami memasang waktu mulai tahun 2025 – 2027. Kami akan investasi kurang lebih Rp 8 triliun dengan kapasitas sebesar 90 juta meter persegi dan akan menyerap 6 ribu tenaga kerja baru. Jika di total dari periode HGBT pertama dan kedua, jumlah ekspansi baru mendekati 170 juta meter persegi, atau equivalent dengan 215 persen daripada total angka impor satu tahun yang mencapai 80 juta meter persegi. Sesungguhnya ini adalah langkah strategis untuk substitusi impor,” papar Edy.
Oleh karena itu, Asaki meminta perhatian pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM untuk mencarikan solusi agar industri tidak lagi dikenakan AGIT atau kuota oleh panyalur gas yang mayoritas dari PGN.
“Bagaimana kami berani investasi tahap kedua ini jika masih dikenakan kuota dengan harga regasifikasi yang notabene-nya itu mencapai USD 16,77 per MMBTU yang membuat industri tidak berdaya saing,” katanya.
Menurutnya, Asaki telah melakukan audiensi dengan pihak PGN untuk mencari solusi terkait penetapan AGIT untuk industri. Sementara PGN menyebut mendapat kurang lebih 80 persen dari total alokasi yang ditetapkan Kepmen ESDM, dan kekurangan pasokan dari hulu.
“Nah inilah yang kami minta atensi dari pemerintah untuk turun tangan membantu, mencarikan solusi untuk keberlangsungan hidup industri yang notabene-nya saat ini, khususnya industri keramik lagi semangat-semangatnya untuk ekspansi pasca kebijakan anti-dumping, safeguard, dan SNI wajib keramik,” tutup Edy.