Ladang Ganja di Bromo Milik Siapa? Menhut Bantah Stafnya Ikut Terlibat: Kami Paling Menanam Singkong
Fidiah Nuzul Aini March 19, 2025 11:34 AM

Grid.ID - Ladang ganja di Bromo kini menjadi perbincangan lantaran belum ditemukan siapa pemiliknya. Menteri Kehutanan (Menhut) langsung membantah stafnya ikut terlibat.

Melansir dari Kompas.com, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan bahwa tidak ada pegawai Kementerian Kehutanan yang terlibat dalam aktivitas penanaman ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Sebaliknya, pihak TNBTS justru berkolaborasi dengan kepolisian untuk mengungkap keberadaan ladang ganja tersebut menggunakan teknologi drone.

"Itu tidak terkait dengan penutupan Taman Nasional, kan isunya sengaja ditutup supaya tanam ganjanya tidak ketahuan. Justru drone yang dimiliki oleh teman-teman Taman Nasional yang menemukan titiknya," kata Raja Juli.

Larangan Drone Tidak Berhubungan dengan Temuan Ladang Ganja

Raja Juli juga menepis anggapan bahwa pembatasan penggunaan drone di kawasan taman nasional berkaitan dengan penemuan ladang ganja.

"Penutupan taman nasional tidak ada hubungannya dengan penemuan ladang ganja. Isu yang beredar seolah-olah taman nasional sengaja ditutup agar ladang ganja tidak terungkap itu tidak benar. Justru drone yang dimiliki oleh pihak TNBTS yang membantu menemukan lokasi ladang ganja," tegasnya.

Penemuan Ladang Ganja Sejak September 2024

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko, mengungkapkan bahwa ladang ganja di kawasan TNBTS pertama kali ditemukan pada September 2024. Penemuan ini bermula dari penyelidikan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap dugaan aktivitas ilegal di kawasan tersebut.

Satyawan menjelaskan bahwa pihaknya turut mendukung proses investigasi dengan menelusuri area yang sulit dijangkau. Oleh karena itu, TNBTS menurunkan tim yang terdiri dari Kepala Balai TNBTS, Polisi Hutan (Polhut), masyarakat mitra Polhut, serta anggota Manggala Agni, dengan bantuan teknologi drone untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang mencurigakan.

"Jadi mulai dari awal penemuan ladang ganja itu sampai dengan pembersihan dan proses pengadilan, kita terus melakukan pengawalan. Kita harapkan ke depan tidak ada lagi ladang ganja di taman nasional, dengan patroli-patroli yang lebih intensif yang dilakukan oleh petugas kita," jelasnya.

Empat Tersangka Diamankan

Saat ini, Kepolisian Resor Lumajang telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Mereka merupakan warga Desa Argosari, Kecamatan Senduro, dan tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Lumajang.

Melansir dari TribunJatim.com, Sidang perkara ladang ganja yang ditemukan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), tepatnya di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Lumajang pada Senin (18/3/2025). Persidangan kali ini memasuki tahap pemeriksaan terdakwa, yakni Tomo, Tono, dan Bambang, yang merupakan warga Argosari, Lumajang.

Ketiga terdakwa diketahui berperan dalam merawat dan mengelola tanaman ganja. Mereka mengaku dipekerjakan oleh seorang pria bernama Edy untuk mengurus ladang ganja tersebut.

Edy diduga kuat menjadi dalang utama di balik aktivitas penanaman ganja di kawasan pegunungan Argosari. Saat ini, ia masih dalam status buronan dan masuk daftar pencarian orang (DPO). Aparat kepolisian masih berupaya melacak keberadaannya.

Sidang perkara ini dipimpin oleh Hakim Ketua Redite Ika Septiana, didampingi oleh dua hakim anggota, yakni Adhi Gandha Wijaya dan Faisal Ahsan. Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan ini adalah Prasetyo Pristanto.

Pengakuan Terdakwa

Dalam persidangan, terdakwa Bambang mengakui bahwa ia menerima tawaran Edy untuk menanam ganja karena tergiur dengan upah yang dijanjikan.

"Saya dijanjikan upah Rp 150 ribu per hari oleh Edy," ujar Bambang dihadapan majelis hakim.

Bambang mengungkapkan bahwa tugasnya adalah merawat tanaman ganja di lokasi yang telah ditentukan oleh Edy. Menurut pengakuannya, Edy secara langsung mengajarkan cara menanam dan merawat ganja, termasuk proses pemupukan.

"Cara menanam memupuk semua diberitahu. Setiap ke lokasi itu bawa 5 kilogram pupuk," bebernya.

Namun, ketika ditanya soal keberadaan Edy, Bambang mengaku tidak mengetahuinya. Ia hanya memberikan ciri-ciri fisik buronan tersebut kepada majelis hakim.

"Edy orangnya (berkulit) putih, berkumis," jelasnya singkat.

Terdakwa lainnya, Tomo, menyatakan bahwa alasan dirinya terlibat dalam penanaman ganja adalah faktor ekonomi. Sebagai petani, ia merasa penghasilannya tidak mencukupi, sehingga akhirnya menerima tawaran Edy.

"Kalau saat panen upah yang dijanjikan mencapai Rp 4 juta setiap kali panen," beber Tomo.

Senada dengan dua terdakwa lainnya, Tono juga menyatakan bahwa upah yang dijanjikan Edy tidak pernah dibayarkan hingga akhirnya mereka tertangkap oleh polisi.

"Sampai sekarang saya tak pernah menerima upah. Seperti semuanya diperdaya saja oleh Edy," tutur Tono.

Ketiga terdakwa mengaku tidak mengetahui bahwa lahan tempat mereka bekerja merupakan kawasan konservasi yang berada dalam pengawasan TNBTS.

"Selama ini bebas masuk keluar hutan tak ada penjagaan," ujar para terdakwa.

Majelis Hakim Sarankan Penyebaran Sketsa Buronan

Menanggapi kasus ini, Hakim Ketua Redite Ika Septiana mengusulkan agar sketsa wajah Edy disebarluaskan di wilayah Desa Argosari guna mempercepat proses pencarian.

"Foto Edy ini bisa dipasang di pintu-pintu masuk desa (Argosari)," pesan Redite.

Sementara itu, sidang lanjutan kasus ladang ganja ini dijadwalkan kembali digelar dua pekan mendatang. Agenda berikutnya akan berfokus pada pemeriksaan saksi, termasuk keluarga terdakwa dan pihak-pihak terkait lainnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.