Berawal dari Nasi Kebuli, Kuliner Arab pun Kini Mulai Digemari
Moh. Habib Asyhad March 19, 2025 03:34 PM

[CUKILAN BUKU]

Laiknya menu peranakan lainnya, kuliner Arab di Indonesia juga tak kalah lezatnya. Apalagi untuk berbuka puasa seperti sekarang ini. Coba saja!

Pencukil: YDS Agus Surono

Buku: Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa oleh Gagas Ulung dan Deerona (GPU/2014)

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Seperti halnya kuliner Cina yang mempengaruhi kuliner Nusantara, kuliner Arab di Indonesia juga bagian dari akulturasi budaya yang telah terjadi sejak ratusan tahun. Sayangnya, kuliner Arab peranakan ini belum begitu dikenal masyarakat luas.

Bahan utama yang serba kambing bisa jadi alasan orang tidak mengonsumsinya setiap hari. Padahal, masih ada makanan Arab lain yang tidak menggunakan daging kambing.

Jika sedang berkelana di Pulau Jawa, kantong-kantong pemukiman Arab di Pulau Jawa bisa Anda sambangi sembari menikmati kelezatan kuliner Arab peranakan. Tapi Kampung Arab tentu saja tidak di Jawa saja.

Enam koloni besar

Orang-orang Arab yang sekarang ini bermukim di Nusantara kurang lebih berasal dari Hadramaut. Hanya satu atau dua di antara mereka yang berasal dari Maskat, di tepian Teluk Persia, dari Yaman, Hijaz, Mesir, atau pantai timur Afrika.

Sejumlah kecil orang Arab yang datang dari berbagai negeri itu jarang yang menetap begitu tiba di Nusantara. Kalaupun menetap mereka segera berbaur dengan orang Arab dari Hadramaut.

Yang dimaksud Hadramaut di sini adalah seluruh pantai Arab Selatan, dari Aden hingga Tanjung Ras al-Hadd. Dua pelabuhan yang cukup penting di pantai Hadramaut adalah asy-Syihr dan Al-Mokalla. Kedua pelabuhan ini sering dikunjungi orang Eropa.

Sejak tahun 1870, pelayaran dengan kapal uap antara Timur Jauh dan Arab mengalami perkembangan pesat sehingga perpindahan dari Hadramaut menjadi lebih mudah. Jadi, tahun itulah awal dari masa yang sepenuhnya baru bagi koloni-koloni Arab di Nusantara.

Di Pulau Jawa, terdapat enam koloni besar Arab, yakni Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya. Beberapa koloni dalam jumlah kecil kadang dimasukkan ke dalam koloni besar tadi.

Orang-orang Arab itu datang sendirian tanpa mengajak serta keluarga. Niatnya adalah berdagang, membawa barang-barang dari Arab untuk kemudian kembali ke negaranya membawa rempah-rempah.

Mereka tinggal di perkampungan dekat pelabuhan kota-kota tersebut secara berkelompok selama berbulan-bulan. Selain sebagai pedagang dan pemilik toko, mereka pun melakukan kegiatan peminjaman uang serta hal-hal yang tidak dilakukan oleh pendatang dari Eropa.

Kegiatan tersebut menyebabkan interaksi dengan penduduk setempat. Bahkan, banyak di antara mereka yang kemudian menikah dengan gadis keturunan asli Indonesia.

Sebagian dari mereka masih hilir mudik menjalankan perniagaan. Tahun 1858 tercatat sebanyak 30% dari total pendatang Arab tinggal dan menetap di Indonesia.

Banyak menggunakan daging kambing

Pendatang Arab yang menetap tidak hanya bekerja sebagai pedagang, namun juga sebagai ulama dan juru dakwah. Peran ini sejalan dengan pembangunan masjid di kawasan tempat tinggal mereka.

Kegiatan keagamaan yang terpusat di masjid mempertemukan dan mendekatkan penduduk asli dengan para pendatang Arab. Kesamaan agama dan pernikahan memudahkan terjadinya pembauran.

Komunitas Arab di Batavia awalnya antara lain di Pekojan, Krukut, dan Tanahabang. Lalu menyebar ke Kwitang, Condet, dan tempat-tempat lainnya.

Cikal bakal terbentuknya perkampungan Arab dimulai dari wilayah Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Pekojan ditetapkan sebagai Kampung Arab pada abad ke-18 oleh pemerintah kolonial Belanda yang mengatur dan mewajibkan para imigran dari Hadramaut tinggal di wilayah Pekojan.

Belanda memiliki alasan khusus dalam peraturan yang disebut Wijkenstelsel tersebut. Pemberlakuan zona pemukiman etnis itu untuk mempermudah Belanda memonitor aktivitas pendatang.

Pekojan sendiri awalnya adalah tempat hunian Muslim Koja yang berasal dari Bengali, India. (Koja berasal dari bahasa Melayu kojah yang diserap dari bahasa Persia khawajah, artinya Bengali atau tepatnya penduduk asli Hindustan).

Wilayah Pekojan akhirnya menjadi Kampung Arab yang selanjutnya menyebar ke daerah Krukut, Sawahbesar, serta Condet dan Otista di Jakarta Timur. Pada tahun 1950-an, sekitar 95 persen penduduk Pekojan merupakan keturunan Arab.

Namun saat ini keberadaan orang Arab di wilayah Pekojan tak lebih dari 25 persen dari jumlah warga Pekojan yang ribuan orang. Kini sebagian besar dihuni etnis Tionghoa.

Di luar Batavia, koloni orang Arab bisa ditemukan di Kampung Empang, Bogor; Pasar Kliwon, Surakarta; Ampel, Surabaya; Gapura, Gresik; Jagalan, Malang; Pajunan, Cirebon; Kauman, Mojokerto; Kauman, Yogyakarta; Diponegoro, Probolinggo; dan Bondowoso.

Di luar Jawa kampung Arab ditemukan di kota-kota seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan, Banjarmasin, Makassar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Kupang, Papua, hingga Timor Timur.

Pada zaman Belanda, pendatang dari Arab ini dianggap sebagai bangsa Timur Asing, bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku India-Indonesia. Seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit orang Arab yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.

Pembauran antara orang Arab dengan penduduk setempat mempengaruhi kebudayaan meliputi cara berpakaian dan masakan. Baju gamis banyak dipakai di kalangan muslim. Musik marawis pun menjadi bagian dari budaya Betawi, terutama dalam acara pernikahan dan hari-hari besar keagamaan.

Demikian pula dengan masakan. Variasi makanan Arab dan Timur Tengah yang banyak menggunakan daging kambing seperti satai, sup, dan gulai menjadi bagian dari menu keseharian masyarakat Indonesia. Bahkan masakan khas seperti nasi kebuli pun bisa diterima dan tersedia di beberapa rumah makan.

Pencuci mulut sebagai rasa syukur

Masakan Arab dipengaruhi oleh masakan dari negara-negara di sekitar Arab Saudi yang meliputi kawasan Tunisia, Yaman, Somalia, Mesir, Turki, Afghanistan, Iran, India, termasuk Afrika Utara.

Ciri khas hidangan Arab banyak bergantung pada bahan kurma, gandum, beras, daging, yoghurt termasuk labnah (yoghurt tanpa lemak).

Bagi orang Arab, ke mana pun mereka pergi merantau selalu mengonsumsi masakan yang sesuai dengan cita rasa dan ramuan yang mereka gemari. Salah satunya nasi kebuli.

Awalnya, jenis hidangan ini masuk ke Indonesia karena dibawa orang Kerala, India, yang menjadi tukang masak di kapal-kapal pedagang dari Gujarat.

Pada abad ke-18, para imigran dari Hadramaut di Yaman Selatan yang sebelumnya menetap di Gujarat masuk ke Pulau Jawa untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Mereka pun memperkenalkan sajian nasi kebuli yang sudah diperkaya bumbu India.

Cita rasa nasi kebuli yang dikembangkan orang Hadrami – sebutan untuk orang dari Hadramaut – berubah lagi ketika bersentuhan dengan lidah orang Indonesia. Lidah keturunan Hadrami yang kemudian melakukan kawin campur dengan perempuan lokal, lebih dekat dengan cita rasa kuliner Indonesia.

Bumbu yang digunakan adalah aneka rempah yang biasa digunakan dalam membuat masakan khas Arab dan Timur Tengah. Yang terutama adalah bumbu jinten, pala, cengkih, kayu manis, kapulaga.

Bumbu lainnya adalah daun kari (salam koja), adas manis, yoghurt, zaitun, ketumbar, minyak samin, lada hitam, garam masala (dibuat dari ketumbar, jintan, kapulaga, kayumanis, cengkih yang dihaluskan), keju feta, safron, serta klabet.

Selain bumbu di atas, bumbu lainnya merupakan pengaruh dari Arab, India, dan Indonesia. Pengaruh bumbu Indonesia misalnya digunakannya empon-empon yang terdiri atas jahe, kunyit, kunci, laos, kencur, daun jeruk purut, dan sereh.

Hidangan Arab dan Timur Tengah sangatlah lengkap. Mulai dari aneka appetizer seperti salad, menu utama, hingga dessert yang bercita rasa manis, seperti mahalabiya dan umm ali.

Yang disebut terakhir adalah pencuci mulut dari Mesir. Konon nama umm ali diambil dari nama istri pertama Sultan Ezz El Din Aybek. Setelah Sultan wafat, terjadi perdebatan di antara Umm Ali dan istri kedua Sultan mengenai anak siapa yang berhak meneruskan tampuk kekuasaan.

Setelah istri kedua meninggal karena kecelakaan, Umm Ali merayakannya dengan membagikan puding ke rakyat. Itulah awalnya puding roti tersebut diberi nama umm ali.

Kamir yang terinspirasi apem?

Pemberian nama menu atau rumah makan dikaitkan dengan sejarah atau tempat di wilayah Timur Tengah sana menjadi hal lumrah. Seperti makanan khas Banten rabeg di awal tulisan ini.

Begitu juga ketika kita memasuki kawasan Condet dari arah Dewi Sartika, akan menjumpai rumah makan bernama Sewun. Bagi yang tidak bersinggungan dengan dunia Arab, Sewun tak berarti apa-apa. Namun, Sewun ini merupakan nama sebuah pasar di Yaman.

Rumah makan Sewun yang berada di sisi kanan jalan dari arah Dewi Sartika menjual menu masakan Arab dan Pekalongan. Soalnya, sang pemilik keturunan Arab – Pemalang, tak jauh dari Pekalongan yang memiliki kampung Arab cukup besar.

Warung yang buka tahun 2006 ini cukup populer di kalangan warga keturunan Arab, terutama nasi kebulinya. Menu khas Arab yang tersedia di sini adalah kue ka’ak, selain menu standar seperti nasi kabsah, kue kamir, roti maryam, dan sambosa.

Kue kamir merupakan makanan khas kota Pemalang. Namun sekarang ini mudah ditemui di wilayah Condet, dijajakan di pinggir jalan mulai pagi hari.

Kamir, konon, pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Arab yang tinggal dan menetap di Pemalang sejak lama. Di Pemalang kamir sudah menjadi usaha kecil bagi rumah tangga di Kampung Arab Mulyoharjo, Pemalang.

Pemasarannya bahkan sudah sampai ke Brunei. Kue kamir terbuat dari tepung terigu, ragi, mentega, dan gula. Bisa juga dari tepung beras. Adonannya diinapkan satu malam hingga mengembang, lalu dipanggang di atas kompor, dengan loyang cetakan berbentuk bulat.

Kue yang mirip dengan apem ini memiliki rasa manis, harum, dan lembut. Apakah kamir terinspirasi oleh apem? Bisa jadi. Soalnya di Comal, masih dalam wilayah Pemalang, dikenal Apem Comal.

Kue apem khas Comal ini tidak terdapat di kota lain, dan kini semakin langka. Apem Comal tampilannya unik, yaitu kue bulat pipih berwarna coklat bertahtakan daun pisang. Rasanya manis dan legit.

Masih di kawasan Condet, ada Rumah Makan Al-Mukalla. Seperti yang sudah disebut tadi, Al Mukalla merupakan salah satu pelabuhan penting di Hadramaut. Rumah makan ini masih menjaga cita rasa asli masakan Timur Tengah.

Salah satunya mugal gal, sejenis masakan tumisan yang terdiri atas irisan daging kambing, tomat, bawang bombai, dan paprika yang diberi bumbu khas Timur Tengah yang agak pedas. Hidangan ini dimakan panas-panas dengan roti Arab.

Ada 63 rumah makan dan resto yang siap menerima Anda mengenal menu khas Timur Tengah. Banyak dari rumah makan dan resto itu menggunakan nama yang khas Timur Tengah seperti Sinbad, Cairo, Al Mumtaz Restaurant, Abunawas, Restoran Al Jazeerah, atau Little Bagdad.

Namun beberapa menggunakan nama lokal dan umum, seperti Warung Tegal Abu Salim, Rumah Makan Kabuli, Toko Dini, Warung Makan 2000, hingga Depot Tujuh. Selamat berwisata kuliner Arab!

Mengenal Menu-menu Arab

Nasi kebuli adalah menu Arab yang dikenal luas oleh masyarakat kita. Presiden ke-2 RI, Soeharto, dikenal menyukai nasi jenis ini.

Akan tetapi, makanan berat menu Arab tak hanya nasi kebuli. Ada nasi kabsah, nasi mandi, nasi briyani, dan nasi bukhori. Sedangkan untuk makanan ringan ada sambosa, roti maryam, atau kebab.

Pencuci mulut ada umm ali dan muhalabiah. Untuk minuman ada kopi arab, teh susu arab, teh tarik, vosco yang mirip dengan soda gembira tetapi menggunakan susu kental manis cokelat, atau bolion (minuman kesehatan yang terdiri atas air kaldu kambing, kuning telur ayam kampung, dan rempah-rempah, plus jeruk nipis).

Beberapa menu sangat khas, jarang ditemui di tempat lain. Seperti gulai kacang hijau yang dijual di Warung Madinah, di Kampung Arab Ampel, Surabaya.

Mirip bubur kacang hijau seperti yang ada, hanya di sini santan digantikan kuah gulai yang kental. Plus daging kambing.

Masih banyak menu Arab lain yang bisa saja membuat Anda penasaran mencicipinya. Beberapa restoran atau rumah makan tidak mencantumkan menu dalam bahasa Latin.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.