Anggota DPR Nilai Sosok Duterte Tidak Pandang Bulu Dalam Berantas Narkoba
GH News March 19, 2025 04:06 PM

Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Soleh, angkat bicara soal penangkapan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). 

Dirinya menilai Duterte tegas memberantas narkoba dan wujud penegakan hukum.

Oleh menekankan, negara memang perlu mengambil tindakan tegas dalam memerangi kejatahan narkoba. 

"Tentunya ini bagian dari sikap atau contoh bahwasanya komitmen terhadap pemberantasan narkoba atau pemberantasan yang lainnya ini cukup serius dan tegas," kata Oleh melalui keterangan tertulis, Rabu (19/3/2025).

Menurut Oleh, setiap negara berhak mengambil kebijakan tegas terhadap pemberantasan narkoba. 

"Pada dasarnya pemberlakuan adalah konsisten dan tegas. Sehingga tujuan negara tercapai. Tegas di sini tidak pandang bulu. Tegak lurus sesuai dengan aturan yang berlaku," sebut politisi PKB itu. 

Hal senada diungkapkan oleh anggota Komisi I DPR RI, Slamet Riyadi, yang menilai pemberantasan narkoba merupakan upaya penegakan hukum.

"Tindakan pemberantasan narkoba itu wujud penegakan hukum," kata Slamet. 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Firman Subagyo mengatakan, narkoba adalah isu global. 

"Ketika sebuah negara terancam maraknya narkoba dan akan merusak narkoba maka kedaulatan negara ditegakkan," ujarnya.

Ia tidak sepakat dengan pendapat bahwa pengedar narkoba tidak boleh dihukum mati atau dieksekusi. 

Baginya, hukuman mati wujud ketegasan melawan para perusak masyarakat itu.

Ia juga menekankan, setiap negara punya kedaulatan untuk menjalankan hukumnya. Kalau ada lembaga di luar negeri mau merintangi upaya penegakan hukum, maka suatu negara harus menegakkan kedaulatannya.

Pakar hukum internasional memandang ada unsur politis lebih kental dibandingkan unsur hukum dalam kasus Rodrigo Duterte.

Penangkapannya lebih dilandasi kepentingan politik dari pemerintah yang berkuasa.

"Harus dipahami, kasus ini tidak terlepas dari masalah politik di Filipina. Marcos berkonflik dengan Duterte," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana.

Ia mengingatkan, Filipina bukan negara pihak dalam  Mahkamah Kriminal Internasional atau International Court of Justice (ICC).

Filipina di masa pemerintahan Duterte memutuskan keluar dari ICC. 

"Ini ada pertanyaan soal kompetensi ICC untuk menangani kasus ini," kata dia.

Di negara lain yang bukan anggota ICC, pemerintah dan aparatnya mengabaikan perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC. 

Di Filipina, Ferdinand Marcos Jr memanfaatkan perintah itu untuk mengalahkan Keluarga Duterte yang merupakan pesaingnya.

Apalagi, kasus yang menjadi dasar penangkapan juga memicu pertanyaan lain. 

Keputusan Duterte mengeksekusi anggota sindikat narkoba diapreasisi banyak pihak.

"Bisa menyelamatkan banyak generasi muda dari jeratan kecanduan narkoba," kata Hikmahanto.

Hikmahanto juga mencontohkan soal Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Meski sudah ada perintah penangkapan, Netanyahu tetap bebas. Malah Amerika Serikat mengancam ICC kalau berani menangkap Netanyahu. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.