Besarnya Aset yang Dikelola, BPI Danatara Tak Boleh Jadi Badan yang Tak Bisa Disentuh
GH News March 20, 2025 06:06 PM

Direktur Cendikia Muda Nusantara (CMN) Afan Ari Kartika menyatakan, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tak boleh menjadi superholding yang terlalu kuat sehingga tidak bisa dikontrol.

Mengingat Danantara punya tugas mengelola aset negara senilai 900 miliar dolar AS atau 14.678 triliun rupiah.

Besarnya angka aset yang dikelola Danantara membuat superholding ini harus diselenggarakan secara transparan dan dapat dengan mudah diaudit.

Hal ini disampaikan Afan dalam diskusi bertajuk ‘Persimpangan Jalan Kelembagaan Danantara’ di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, (19/3/2025).

“Ketika dijalankan dengan on the track tentu sangat diperlukan, asalkan sesuai dengan fungsi kelembagaannya dalam artian ini bukan lembaga yang full the power yang tidak bisa dikontrol, tidak bisa diaudit tapi ini harus dijalankan secara transparan sehingga konsep penyelenggaraan negara yang transparan dan penyelenggaraan negara yang baik bisa terealisasi,” katanya.

Selain itu Danantara juga harus dijalankan sesuai tugas pokok dan fungsi pembentukannya, dan memiliki payung hukum yang jelas.

Afan mengatakan, ketidakjelasan payung hukum pembentukan Danantara akan berdampak pada kepincangan dalam menjalankan fungsi kelembagaan.

“Kalau kami secara pribadi memang memerlukan lembaga yang fokus untuk mengelola aset negara ini akan tetapi dengan catatan secara payung hukumnya jelas, tupoksinya jelas itu diperlukan,” terang Afan.

“Jika tidak jelas maka lembaga Danantara ini akan mengalami kepincangan dalam menjalankan kegiatan kelembagaannya,” lanjutnya.

Perihal apakah Danantara dibutuhkan, Afan enggan beropini tanpa didahului kajiankajian dan hasil kinerja superholding ini dalam kurun waktu tertentu.

“Kami tidak mau mengambil kesimpulan secara pihak lembaga ini diperlukan atau tidak. Sehingga kami melakukan kajian terhadap hal itu, dengan melihat dari berbagai aspek,” ucapnya.

Dalam diskusi ini, turut hadir eks Komisaris BSI Arief Rosyid Hasan, peneliti CELIOS Muhammad Saleh, pakar hukum Hery Firmansyah, dan Anggota DPR RI Ahmad Irawan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.