TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto telah melantik 961 kepala daerah pada 20 Februari 2025 lalu.
Ketua umum Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia (MPKI), Homaidi berpandangan, salah satu sektor strategis yang harus mendapat perhatian serius adalah pertembakauan.
Di hulu, sentra tanaman tembakau tersebar di propinsi Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Pada sektor industri hasil tembakau (IHT), tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah.
Menurut Homaidi, IHT bukan sekadar penyumbang pendapatan negara melalui cukai hasil tembakau, tetapi juga menjadi tulang punggung ekonomi bagi jutaan rakyat Indonesia, mulai dari petani, buruh linting, hingga pekerja industri rokok.
"Kepala daerah yang baru dilantik memiliki tanggung jawab untuk memastikan ekosistem pertembakauan tetap berkelanjutan, berdaya saing, berkomitmen melindungi melalui regulasi yang berkeadilan, dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Homaidi melalui keterangan tertulis, Jumat (21/03/2025).
Dalam sebuah kesempatan, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya kemandirian ekonomi nasional melalui penguatan sektor-sektor strategis, termasuk pertanian dan industri berbasis sumber daya lokal.
Dalam konteks ini, Homaidi mengingatkan peran kunci kepala daerah dalam melindungi dan memastikan keberlanjutan sektor tembakau.
"Ada dua langkah strategis yang perlu segera diambil oleh pemerintah daerah untuk menjamin keberlangsungan ekosistem pertembakauan, yakni melindungi nafas hidup jutaan petani tembakau dan pekerja IHT, dan mendorong regulasi perlindungan ekosistem pertembakauan melalui Peraturan Daerah (Perda)," kata Homaidi.
Menurut Homaidi, keberadaan petani tembakau dan pekerja industri rokok harus dilihat sebagai bagian dari ekosistem ekonomi nasional yang lebih luas.
Mereka tidak hanya menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga berkontribusi terhadap lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan fiskal seperti kenaikan cukai rokok yang ekseaif telah menyebabkan penurunan serapan tembakau lokal hingga 30 persen.
Akibatnya, banyak petani mengalami kesulitan dalam menjual hasil panennya, sementara industri rokok kecil dan menengah terancam gulung tikar.
"Akses pasar bagi tembakau lokal harus diperkuat dengan regulasi yang mengutamakan penggunaan tembakau dalam negeri sebagai bahan baku industri rokok nasional, sehingga kesejahteraan petani tetap terjaga dan ketahanan ekonomi daerah semakin kuat," katanya.
Homaidi mengungkap, beberapa daerah telah mengambil langkah proaktif dalam melindungi ekosistem pertembakauan melalui regulasi daerah.
Jawa Timur, misalnya, telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2024, yang memberikan bantuan kepada petani dalam bentuk subsidi pembayaran iuran jaminan perlindungan produksi tembakau.
"Regulasi semacam ini perlu diperluas ke tingkat kabupaten/kota, terutama di wilayah yang menjadi pusat produksi tembakau, guna memastikan bahwa industri hasil tembakau tetap berdaya saing dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas," katanya.
Maka itu, kepala daerah yang baru dilantik harus segera mengambil inisiatif dalam menyusun regulasi yang mendukung keberlangsungan industri tembakau dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Merujuk data Kementerian Keuangan, penerimaan cukai hasil tembakau tidak hanya menjadi sumber utama pemasukan negara, tetapi juga memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
Meski begitu, banyak daerah yang belum mengoptimalkan pemanfaatan dana ini untuk kepentingan petani tembakau.
Sebagai contoh, dana tersebut bisa digunakan untuk pengembangan teknologi pertanian tembakau, subsidi harga, serta perlindungan sosial bagi petani dan buruh rokok.