TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jawa Timur (Jatim) meminta Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, untuk mewujudkan sekolah gratis. Permintaan ini didasarkan pada keprihatinan aktivis Hijau Hitam atas masih mahalnya biaya pendidikan, bahkan di SMA dan SMK negeri.
"Padahal, setahu kami, Gubernur Jatim, Ibu Khofifah Indar Parawansa, telah menggelontorkan sejumlah program agar pendidikan di SMA dan SMK negeri di Jatim bisa gratis. Namun, entah mengapa, wali murid di sekolah-sekolah tersebut masih terbebani biaya yang tinggi," ujar Ketua Bidang Pendidikan dan Riset Badko HMI Jatim, Dandi Satriyo Putra, Jumat (21/3/2025).
Menurut Dandi, mewujudkan sekolah gratis di SMA dan SMK negeri di Jatim sebenarnya tidak sulit. Pemerintah pusat telah mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler, sementara Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memiliki program Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP). Selain itu, masih ada dana hibah serta program pendanaan lainnya.
Namun, berdasarkan penelusuran di lapangan, masih terdapat biaya yang dibebankan kepada wali murid. Beberapa sekolah mengemasnya sebagai sumbangan untuk pembangunan infrastruktur, meskipun pembangunan di SMA dan SMK negeri seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Selain itu, ada juga biaya yang dikenakan kepada orang tua siswa dengan label Peran Serta Masyarakat (PSM). Meskipun disebut sebagai sumbangan, nominalnya telah ditetapkan dan harus dibayarkan setiap bulan.
Menindaklanjuti pesan Gubernur Jatim agar masyarakat melapor jika menemukan indikasi pelanggaran di sektor pendidikan, serta sebagai bentuk kepedulian terhadap kemajuan pendidikan, Badko HMI Jatim telah melakukan observasi di Banyuwangi.
Di lapangan, aktivis HMI menemukan dugaan pungutan PSM dengan nominal cukup tinggi di sejumlah SMA dan SMK negeri. Misalnya, SMKN 1 Glagah memungut PSM sebesar Rp100 ribu per bulan, sementara SMAN 1 Banyuwangi menetapkan biaya Rp165 ribu per bulan.
SMAN 1 Genteng menerapkan PSM dengan besaran bervariasi, antara Rp100 ribu hingga di atas Rp200 ribu. Sekolah yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Minarto ini juga menarik biaya untuk Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) sebesar Rp500 ribu per siswa, padahal program tersebut bisa dibiayai dari dana BOS Reguler.
Hal serupa ditemukan di SMAN 1 Glenmore, yang sebelumnya juga dipimpin oleh Minarto. Sekolah ini memungut PSM dengan nominal bervariasi, mulai dari Rp100 ribu ke atas.
"Kami penasaran dengan tingginya biaya pendidikan SMA dan SMK negeri di Jatim, khususnya di Banyuwangi ini. Dana BOS Reguler sekitar Rp1,5 juta per siswa, dana BPOPP sekitar Rp110 ribu per siswa per bulan, belum lagi sumber dana dari program lainnya," cetus Dandi.
Selain menuntut sekolah gratis, Badko HMI Jatim juga meminta Gubernur Jatim untuk membentuk komite sekolah yang benar-benar berpihak pada kepentingan wali murid. Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih optimal dalam melindungi hak-hak siswa dan orang tua.
Sebagai langkah lanjutan, Badko HMI Jatim berencana menggelar audiensi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Temuan mereka juga akan dibawa ke dewan perwakilan rakyat di masing-masing daerah.
"Karena itu, kami berharap Gubernur Jatim, Ibu Khofifah Indar Parawansa, dapat mengirim tim independen ke daerah untuk mengumpulkan informasi langsung dari masyarakat. Langkah ini penting guna mencari solusi agar pendidikan SMA dan SMK negeri benar-benar gratis," ujar Dandi.
"Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, jangan sampai ada praktik komersialisasi pendidikan di lingkungan SMA dan SMK negeri di Jatim," pungkasnya. (*)
Pewarta : Syamsul Arifin
Editor :