TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) mengungkap pelanggaran HAM serius di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
Pelanggaran itu didapat setelah Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Nicholay Aprilindo, berkunjung ke sejumlah lapas di Indonesia.
"Saya temukan bahwa pelanggaran HAM sesungguhnya itu ada di lapas. Jadi pelanggaran HAM serius itu ada di lapas," kata Nicholay di Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Jumat (21/3/2025) petang.
Awal permasalahan yang disorot Nicholay adalah terkait over capacity lapas.
Di mana seharusnya satu ruangan sel diisi 11 warga binaan, tetapi bisa dihuni 35 orang.
"Banyak yang over kapasitas atau over capacity, yang sel seharusnya ditempati 11 orang ternyata ditempati oleh 35 orang," kata dia.
Kemudian secara terperinci, Nicholay mengungkap kondisi sel tikus dalam sebuah lapas.
Kata dia, sel tikus tidak memiliki fasilitas yang memadai, seperti tak adanya penerangan atau ventilasi.
Bahkan, dalam satu sel tikus yang berukuran 1x2 meter seharusnya diisi 1–2 napi, bisa diisi hingga 5 orang.
Lebih-lebih, berdasarkan hasil kunjungannya, ada sel tikus yang isinya napi sehat dicampur dengan warga binaan penderita TBC.
"Saya temukan juga yang namanya sel tikus. Sel gelap. Sel tikus ini tanpa penerangan, tanpa ventilasi, tanpa MCK, dan tanpa alas tidur. Seharusnya satu sel tikus itu dengan ukuran 1x2 meter itu dihuni seharusnya hanya oleh paling banyak 2 sampai 3 orang. Yang saya temukan dihuni bisa sampai 5 orang," katanya.
"Ada lagi sel tikus saya temukan dihuni oleh orang yang berpenyakit TBC. Seharusnya orang berpenyakit TBC itu bukan ditaruh di sel tikus dengan kondisi sel yang sejenis rupanya. Harusnya dia dirawat di klinik atau di rumah sakit. Tapi dengan alasan tidak menyebar, untuk tidak menyebar penyakitnya maka ditaruh di sel tikus," imbuhnya.
Menurut Nicholay, hal tersebut sudah menyalahi tujuan dari adanya lapas.
Ia menilai lapas seharusnya menjadi tempat pembinaan, bukan tempat penghukuman.
"Kenapa saya katakan pelanggaran harus serius? Karena di situ kami melihat bahwa tujuan pemasyarakatan itu sebenarnya bukan penghukuman tapi pembinaan. Ternyata tujuan pembinaan itu belum sepenuhnya diterapkan. Yang ada adalah penghukuman," katanya.
"Sedangkan kita ketahui bersama bahwa penghukuman itu bukan untuk balas dendam. Tapi penghukuman itu yang berada di pemasyarakatan adalah untuk pembinaan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan," sambungnya.