KISAH Ayah dan Anak Tolak Rumah Kontrakan dari Dedi Mulyadi, Bertahan Tinggal di Kolong Jembatan
Tommy Simatupang March 22, 2025 07:32 PM

TRIBUN-MEDAN.com - Ayah dan anak yang tinggal di kolong jembatan menolak tawaran Dedi Mulyadi. Mereka menolak tawaran Dedi Mulyadi tinggal di rumah kontrakan. 

Padahal Dedi Mulyadi bersedia membayar rumah kontrakan ayah dan anak itu. 

Ayah dan anak itu tinggal di pinggir sungai Cikapundung, Kota Bandung. 

Rumah berukuran 1x2 meter terungkap saat Dedi Mulyadi meninjau lokasi banjir di kawasan tersebut.

Tak disangka, di balik beton sungai yang kokoh, ada kehidupan yang berjalan di ruang sempit nan jauh dari kata layak.

“Bapak teh nyelepet di dieu? (Bapak tinggal di tempat sempit ini?)” tanya Dedi heran saat menuruni pembatas sungai, seperti terlihat dalam unggahan di kanal YouTube-nya, Jumat (21/3/2025), melansir dari tribun-jatim.

Untuk memasuki rumah itu, Kang Dedi Mulyadi atau KDM harus menunduk lantaran pintunya terlalu rendah.

Di dalam, hanya ada satu kasur dan sebuah TV tabung.

Tak jauh dari sana, ada sumur kecil yang mereka gunakan untuk mandi sehari-hari.

Sang ayah bekerja sebagai tukang servis payung, sementara anaknya yang baru berusia 14 tahun sudah putus sekolah sejak lulus SD.

Saat berbincang dengan Dedi, bocah itu mengungkapkan keinginannya untuk segera menyusul kakaknya ke Jakarta demi bekerja.

Ibu mereka sudah lama pergi, meninggalkan ayah dan anak ini bertahan di rumah kolong yang rawan kebanjiran saat hujan deras mengguyur.

Tak ada dinding pengaman, hanya benteng sungai yang menjadi pembatas tipis antara arus deras dan tempat tinggal mereka.

“Lamun banjir kumaha? (Kalau banjir gimana?)” tanya Dedi dengan nada khawatir.

“Lumpat kaitu (lari ke arah sumur),” jawab si ayah santai.

Melihat kondisi tersebut, Dedi menawarkan bantuan agar mereka bisa pindah ke tempat yang lebih layak.

Namun, tawaran itu ditolak dengan alasan mereka tak memiliki uang.

Tak menyerah, mantan Bupati Purwakarta itu pun menawarkan biaya kontrakan selama musim hujan.

Namun, lagi-lagi si ayah menolak. Menurutnya, air sungai selama ini hanya naik setinggi betisnya, dan ia sudah terbiasa dengan kondisi tersebut.

Baginya, yang lebih penting adalah bantuan untuk memperbaiki bagian depan rumah dengan tembok pengaman agar lebih kuat menghadapi banjir.

Dedi akhirnya menyerahkan sejumlah uang agar rumah kecil itu bisa sedikit diperbaiki.

Bukan demi kenyamanan, tetapi setidaknya agar tempat tinggal mereka tak hanyut saat air sungai meluap.

Ironisnya, pemandangan rumah-rumah sederhana yang bertahan di tepi Cikapundung ini begitu kontras dengan kawasan Braga yang berada tak jauh dari sana—ikon pariwisata Kota Bandung yang penuh dengan gemerlap dan hiruk-pikuk wisatawan.

Dedi Mulyadi Tindak Premanisme

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan komitmennya untuk menindak tegas maraknya aksi premanisme yang meresahkan masyarakat dan dunia usaha di wilayahnya dengan segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Premanisme.

Hal itu guna memastikan keamanan dan ketertiban, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri yang kerap diwarnai peningkatan kasus pemalakan dan pemerasan oleh preman.

Menurut Dedi, keputusan membentuk satgas ini didasarkan pada peningkatan kasus premanisme di sejumlah daerah di Jawa Barat.

"Satgas ini harus segera dibentuk untuk menangani tindakan premanisme secara cepat dan tegas," ujar Dedi dalam konferensi pers di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (21/3/2025).

Ia menambahkan bahwa pembentukan Satgas Anti-Premanisme akan segera direalisasikan dalam waktu dekat.

"Mungkin hari ini akan segera dibuat, Senin SK-nya keluar," tuturnya.

Menjelang Lebaran, Dedi mendapat banyak laporan mengenai tindakan kriminal oleh kelompok preman, termasuk pemaksaan pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada instansi pemerintah maupun swasta.

Salah satu contoh yang disoroti adalah kejadian di Subang dan Bekasi, di mana oknum dari organisasi masyarakat (ormas) dan LSM melakukan aksi pemerasan.

Satgas ini tidak hanya akan melibatkan kepolisian, tetapi juga unsur TNI dan Polisi Militer (POM/PM).

Dedi menekankan pentingnya sinergi antarlembaga untuk memastikan bahwa tindakan terhadap premanisme dapat dilakukan secara menyeluruh dan efektif.

"Satgas Anti-Premanisme terdiri dari unsur TNI-Polri dan POM atau Polisi Militer. Nanti akan ada lembaga khusus yang menangani ini di tingkat kabupaten dan kota, serta akan disediakan nomor telepon khusus untuk pengaduan," jelasnya.

Dengan adanya koordinasi antarlembaga, Dedi berharap setiap aksi premanisme dapat ditindak secara cepat, tanpa menunggu laporan berlarut-larut.

Dedi turut mengapresiasi langkah cepat kepolisian dalam menangani aksi premanisme.

Ia menyoroti penangkapan enam orang yang diduga terlibat dalam pemerasan di kawasan Industri Smartpolitan, Cipeundeuy, Subang.

Selain itu, di Bekasi, pihak yang terlibat dalam aksi serupa telah meminta maaf, meskipun Dedi menegaskan bahwa permintaan maaf saja tidak cukup.

"Di Subang, Kasat Serse menangkap preman. Di Bekasi sudah minta maaf, walaupun menurut saya, minta maaf saja tidak cukup. Harus ada langkah hukum. Di Kota Bekasi juga sudah bergerak," kata Dedi.

"Di wilayah Provinsi Jabar, jangan coba-coba bergaya jadi jagoan kalau ujung-ujungnya saat ditangkap malah nangis," tegasnya.

(*/tribun-medan.com)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.