Penghuni YVE Habitat di Limo Depok Minta Hakim Tolak Gugatan PKPU ke Pengembang
Choirul Arifin March 24, 2025 02:34 PM

 

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Sebanyak 250 penghuni perumahan YVE Habitat di Limo, Kota Depok, Jawa Barat, cemas sehubungan dengan munculnya gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang ditujukan kepada pengembang PT YVE Habitat Limo. 

Mereka khawatir jika gugatan itu dikabulkan, hunian yang sudah mereka tempati, maupun sedang dalam proses pembangunan berikut dengan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) bakal disita pengadilan.

Salah satu warga Dwi Laksono mengatakan YVE Habitat Limo adalah perumahan cluster dengan lebih dari 300 unit yang telah dibangun di daerah Limo, Depok. 

Perumahan ini didesain oleh arsitek terkenal Andra Martin dan digawangi oleh PT YVE Habitat Limo. 

"Pembangunan perumahan yang dilakukan pengembang tidak mangkrak dan masih terus berjalan. Bahkan sebagian besar warga YVE Habitat Limo telah menerima Berita Acara Serah Terima (BAST) dan telah menempati rumah tersebut bahkan banyak yang telah melangsungkan Akta Jual Beli (AJB) hingga mendapatkan Sertifikat Hak Milik," kata Dwi dalam keterangannya, Senin (24/3/2025).

Menurutnya, para penghuni khawatir dengan gugatan PKPU itu karena pasti bakal berdampak langsung. 

Seperti fasos-fasum yang saat ini masih atas nama pengembang. Kalau sampai gugatan itu dikabulkan majelis hakim, sudah pasti segala fasilitas itu bakal disita.

"Kami berharap majelis hakim mengambil keputusan yang adil. Karena mayoritas pembeli perumahan ini sudah menempati rumah. Pengembang juga sudah menunaikan kewajiban kepada pembeli yang terlambat menerima unit yang dipesannya," ungkapnya.

Dwi menjelaskan, gugatan PKPU ini bermula karena 2 pembeli yang rumahnya belum selesai dibangun atau mengalami keterlambatan.

Namun mereka menolak menerima pengembalian dana secara bertahap. "Dua pembeli ini lantas mengajukan permohonan PKPU dengan harapan mempailitkan PT. YVE Habitat Limo," ungkapnya.

Sebagai informasi, 2 pembeli yang datanya bisa dilihat dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bernama Donny Herdiant dan Qumairi Mulia selaku pemohon PKPU, mendaftarkan permohonannya di PN Jakarta Pusat dengan nomor perkara 42/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst. 

Dalam pembelaannya, YVE Habitat Limo berargumen bahwa tidak ada penghentian pekerjaan pembangunan dan seluruh unit masih dalam tahap progress pemasangan atap dan finishing.

Memang betul terdapat keterlambatan dalam pembangunan rumah – rumah di YVE namun semua keterlambatan terjadi karena force mejeure (seperti COVID). 

Terlebih, telatnya pembangunan sudah dikomunikasikan kepada pembeli dan calon penghuni YVE.

Sebanyak 250 unit lebih telah diserah terimakan dan lebih dari 270 kepala keluarga tinggal di YVE dengan sisa 83 unit masih dalam tahap pembangunan dengan progress mencapai 85 persen.

“Apakah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan memutus untuk dilakukannya PKPU terhadap perusahaan yang masih melakukan pembangunan karena permohonan 2 penghuni saja? Bagaimana nasib 250 lebih KK didalam perumahan ini yang memang sudah tinggal dan mendiami perumahan YVE?” ucap Dwi Laksono.

Selain itu pegayuban perumahan yang telah membuat pernyataan dan ikut dalam pembuktian di persidangan, meminta dengan hormat agar Mahkamah Agung mengawasi perkara ini atas dasar kemanusaiaan.
 
 “Apa iya, gara–gara 2 pemohon yang rumahnya sudah sebagian besar terbangun namun tidak sabar lalu mengajukan gugatan PKPU untuk agenda tertentu, kemudian PN Jakpus setuju untuk melakukan PKPU dan berdampak pailit? Se-egois itukah PN Jakpus merusak kehidupan di perumahan YVE yang telah menjadi komunitas tersendiri dengan warga yang menempati lebih dari 250 kepala keluarga? Dengan ekonomi yang begini parahnya, apakah masyarakat kembali terluka akibat putusan pengadilan yang sembrono?” ucap perwakilan dari Pegayuban perumahan YVE.

Warga YVE telah meminta perlindungan hukum dan atensi dari Mahkamah Agung atas berjalannya perkara PKPU yang dketuai oleh Ketua Majelis Marper Pandiangan, S.H., M.H. dengan anggota Khusaini, S.H., M.H & Faisal, S.H., M.H. 

Dalam suratnya, Paguyuban yang mewakili 90 persen warga di YVE Habitat meminta PN Jakpus menolak permohonan PKPU karena betapa warga yang akan menjadi pihak paling dirugikan apabila PKPUnya dikabulkan dan bukan pengusaha developer yang telah menerima seluruh pembayaran atas dibangunnya seluruh unit di YVE. 

Warga juga mengklaim proyek tidak mangkrak dan sangat tidak berasalan apabila YVE habitat harus menjalni PKPU dan kemungkinan mengalami kepailitan.

PN Jakpus harus melihat keadaan di lapangan dan memikirkan aspek kemanusiaan dari 250 KK yang tinggal di YVE.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.