TIMESINDONESIA, PACITAN – Setelah kasus kematian bayi sempat mencuat, kini DPRD Pacitan menyoroti peran puskesmas untuk melakukan deteksi dini terhadap kesehatan ibu hamil.
"Ini memang musibah yang tidak bisa kita deteksi. Tapi harus selalu melakukan deteksi dini terhadap ibu hamil," kata Ketua DPRD Pacitan, Arif Setia Budi, Senin (24/3/2025).
Oleh karena itu, Arif meminta Dinkes Pacitan mengoptimalkan peran puskesmas dan kader posyandu dalam mendata ibu hamil yang berisiko tinggi.
"Dengan langkah itu, kebijakan yang tepat dapat diambil agar kasus kematian ibu dan bayi pasca persalinan bisa ditekan," tegasnya.
Senada dikatakan Ketua Komisi II DPRD Pacitan, Rudi Handoko. Dinkes diminta tidak hanya bertindak setelah kasus terjadi.
Menurut dia, sosialisasi mengenai kesehatan ibu dan bayi harus dilakukan secara berkala di seluruh kecamatan, bukan sekadar acara seremonial.
"Terus, sosialisasi itu jangan hanya formalitas, tapi harus secara periodik di 12 kecamatan," ujar Rudi.
Lebih lanjut, dia juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap klinik swasta dan praktik bidan. Evaluasi menyeluruh terhadap perizinan Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) serta operasional klinik swasta harus dilakukan untuk mencegah kasus serupa.
"Dinkes harus memiliki progress record yang jelas mengenai jumlah klinik, status perizinan, dan mengedukasi masyarakat terkait layanan kesehatan," kata dia.
Tak hanya itu, Komisi II DPRD menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan organisasi profesi dalam menangani masalah kematian bayi.
Dewan juga meminta Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pacitan untuk aktif mengawasi praktik bidan di lapangan.
"Kami ingin Dinkes dan IBI bekerja lebih baik dalam membina dan mengawasi para bidan agar kasus seperti ini tidak terulang," ujarnya.
Pada Kamis, 20 Februari 2025, seorang bayi lima bulan meninggal dunia akibat pneumonia atau sesak napas. Keesokan harinya, seorang bayi meninggal saat persalinan di Klinik Anugerah Sehat akibat terlilit tali pusar.
Kasus ini memicu pertanyaan terkait kualitas layanan kesehatan di tingkat desa. Beredar spekulasi bahwa SIPB di klinik tempat bayi kedua lahir telah kedaluwarsa.
"Intinya agar kasus seperti ini tidak terulang kembali di kemudian hari," tegas Rudi Handoko.
DPRD juga meminta Dinkes segera mengevaluasi dan memperketat pengawasan terhadap fasilitas kesehatan.
"Kejadian di Sudimoro menjadi alarm bahwa untuk mencapai nol angka kematian bayi dibutuhkan upaya luar biasa, terutama dalam meningkatkan akses layanan kesehatan bagi ibu dan bayi," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Pacitan, drg. Nur Farida, mencatat bahwa hingga Maret 2025, terdapat sembilan kasus kematian bayi. Pada 2024, totalnya mencapai 51 kasus.
"Saat ini, angka kematian bayi di Pacitan berada di peringkat ke-10 terendah dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur," katanya.
Dinkes mengidentifikasi penyebab utama kematian bayi, yakni Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan asfiksia atau kesulitan bernapas.
Sampai saat ini, angka kematian bayi di Pacitan masih menjadi pekerjaan rumah yang mestinya segera diselesaikan. (*)