TRIBUN-BALI.COM - Nilai tukar rupiah di pasar spot tampil loyo hingga akhir perdagangan hari ini. Senin (24/3), rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 16.568 per dolar Amerika Serikat (AS).
Ini membuat rupiah melemah 0,39 persen dibanding penutupan Jumat (21/3) yang berada di Rp 16.502 per dolar AS. Alhasil, rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia.
Hingga pukul 15.00 WIB, mayoritas mata uang di Asia melemah. Di mana, ringgit Malaysia berada satu level lebih baik dari rupiah setelah ambles 0,36%.
Selanjutnya ada yen Jepang yang terkikis 0,22?n dolar Singapura yang terkoreksi 0,11%. Disusul, dolar Taiwan yang sudah ditutup terdepresiasi 0,07%.
Berikutnya, won Korea Selatan yang tergelincir 0,04?n yuan China yang tertekan 0,02%.
Lalu ada dolar Hongkong yang melemah 0,005%. Sementara itu, rupee India menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah melonjak 0,39%. Diikuti, baht Thailand yang terkerek 0,21?n peso Filipina yang ditutup menguat tipis 0,04% terhadap the greenback.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong mengatakan, rupiah melemah terhadap dolar AS yang rebound oleh pernyataan hawkish dari dua pejabat The Fed, Golsbee dan Williams, yang melihat belum ada urgensi dalam menurunkan suku bunga. “Rupiah juga tertekan oleh sentimen risk off di pasar saham yang berkelanjutan,” ujarnya, Senin (24/3).
Menurut Lukman sentimen yang turut menekan rupiah ada beberapa faktor. Misalnya, Danantara, defisit anggaran, pelemahan ekonomi global, UU TNI, ketidakpastian seputar tarif Trump, eskalasi di Gaza dan perdamaian di ukraina yang masih belum terwujud.
Danantara menjadi salah satu faktor penekan lantaran pengelolaan dana SWF tidak mudah. “Apalagi sebesar ini, tentunya investor skeptis akan keterbukaan dan pengelolaannya,” sebutnya.
Namun begitu, intervensi Bank Indonesia (BI) akan menstabilkan rupiah, paling tidak akan mengurangi satu kekhawatiran. Namun di tengah kondisi saat ini, Lukman menyebutkan sulit memperkirakan target rupiah karena intervensi yang dilakukan BI terus menerus.
Hanya saja, melihat posisi cadangan devisa saat ini yang didukung PP DHE, dia memperkirakan rupiah akan tetap berada di bawah Rp 17.000 sepanjang tahun ini. Hal ini seiring dengan perkiraan ekonomi AS yang masih bisa tumbuh 1,7%.
“Akan berfluktuasi di kisaran Rp 16.000, tetapi apabila situasi ekonomi dunia memburuk dan AS terimbas resesi, maka bisa di atas Rp 17.000 hingga Rp 18.000,” kata dia. (kontan)