Kemenangan atas Bahrain: Titik Balik atau Ilusi bagi Timnas Indonesia?
Deny Gunawan Susandi March 26, 2025 12:20 PM
Tadi malam, 25 Maret 2025, Stadion Utama Gelora Bung Karno bergemuruh menyambut kemenangan tipis Timnas Indonesia atas Bahrain dengan skor 1-0 dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Gol tunggal Ole Romeny, hasil kerja sama apik dengan Marselino Ferdinan, menjadi penutup manis setelah kekalahan telak 0-4 dari Australia di laga sebelumnya. Ini adalah kemenangan pertama di bawah asuhan Patrick Kluivert, pelatih anyar yang menggantikan Shin Tae-yong pada Januari 2025, menandai langkah awal dalam misi ambisius PSSI menuju Piala Dunia 2026. Namun, euforia ini tak serta-merta menghapus keraguan di kalangan suporter. Nama besar Kluivert sebagai legenda Belanda di lapangan hijau kontras dengan rekam jejak kepelatihannya yang dianggap biasa saja, seperti hasil medioker di Adana Demirspor dan Curacao. Sementara itu, Shin Tae-yong, yang berhasil membawa Timnas ke 16 besar Piala Asia 2023, masih melekat di hati fans, memicu pro-kontra atas keputusan PSSI.
Isu pergantian pelatih ini bukan sekadar soal hasil pertandingan, tetapi juga menyangkut visi organisasi dan harapan publik. PSSI, di bawah Erick Thohir, tengah gencar menaturalisasi pemain keturunan untuk memperkuat skuad, sebuah strategi yang sah menurut FIFA dan terbukti efektif di negara lain. Kemenangan atas Bahrain menjadi titik cerah, namun pertanyaan besar tetap menggantung: apakah ini bukti Kluivert mampu memenuhi ekspektasi, atau hanya keberuntungan sementara? Dinamika ini mencerminkan tantangan klasik dalam sepak bola: menyeimbangkan ambisi strategis dengan ikatan emosional suporter, di tengah sorotan terhadap figur pelatih baru yang masih perlu membuktikan diri.
Dinamika Kepelatihan: Pro-Kontra
Permasalahan utama yang muncul adalah ketidakpastian atas kemampuan Patrick Kluivert mengangkat performa Timnas Indonesia ke level yang diimpikan PSSI, ditambah resistensi suporter akibat kecintaan pada Shin Tae-yong. Kemenangan atas Bahrain memang membawa angin segar, tetapi satu hasil positif belum cukup untuk menjawab keraguan terhadap rekam jejak Kluivert yang kurang konsisten. Sebagian fans memandangnya sebagai "downgrade" dari Shin, yang telah membuktikan diri dengan prestasi konkret. Di sisi lain, PSSI tampaknya mempertaruhkan nama besar Kluivert dan pengalamannya di sepak bola Eropa untuk mempercepat proyek naturalisasi dan membawa gaya permainan baru. Ketegangan ini diperumit oleh ekspektasi tinggi menuju Piala Dunia 2026, di mana Indonesia belum pernah lolos, dan tekanan suporter yang ingin melihat hasil instan.
Landasan teoritis mendukung bahwa pergantian pelatih adalah hal wajar dalam olahraga. Dalam sebuah buku yang berjudul Strategic Sport Management (2021) dipaparkan bahwa pergantian pelatih sering menjadi alat organisasi untuk menyelaraskan filosofi dan tujuan jangka panjang. PSSI, misalnya, mungkin ingin mengubah pendekatan taktikal dari gaya pragmatis Shin ke strategi lebih menyerang ala Eropa yang diharapkan dari Kluivert. Sementara itu, dalam buku Sport Fans: The Psychology and Social Impact of Fandom (2001) dijelaskan bahwa resistensi suporter terhadap pelatih baru adalah dinamika psikologis alami, terutama jika pelatih sebelumnya dicintai karena keberhasilan. Shin telah menciptakan "ownership" emosional di kalangan fans, sehingga wajar jika Kluivvert menghadapi skeptisisme awal. Praktik naturalisasi juga didukung regulasi FIFA Pasal 7, yang membuktikan langkah PSSI selaras dengan tren global—lihat Prancis dengan Zidane atau Jerman dengan Özil. Namun, permasalahan tetap ada: bagaimana Kluivert mengintegrasikan pemain naturalisasi dalam waktu singkat, dan apakah satu kemenangan cukup untuk membangun kepercayaan? Teori ini menegaskan bahwa tantangan ini adalah bagian dari proses adaptasi, tetapi keberhasilan bergantung pada konsistensi hasil dan komunikasi PSSI dengan publik.
Jalan Menuju Prestasi: Solusi untuk Kluivert dan PSSI
Untuk menjawab keraguan atas kemampuan Kluivert dan memastikan kemenangan atas Bahrain menjadi fondasi nyata, PSSI dan tim pelatih perlu mengambil langkah proaktif. Pertama, Kluivert harus cepat membuktikan nilai taktikalnya dengan mengembangkan pola permainan yang memadukan kekuatan pemain naturalisasi—misalnya kreativitas Romeny dan soliditas Walsh—dengan talenta lokal seperti Egy Maulana, melalui simulasi pertandingan intensif melawan tim Asia Tenggara atau Asia Timur. Ini akan mempercepat adaptasi skuad dan menunjukkan progres nyata. Kedua, PSSI harus membangun narasi positif dengan meluncurkan kampanye publik, seperti dokumenter pendek tentang perjalanan Kluivert dan visi Piala Dunia 2026, untuk merangkul suporter dan mengurangi sentimen negatif atas kepergian Shin Tae-yong. Ketiga, mengadakan forum terbuka dengan komunitas suporter—misalnya, via daring atau tatap muka—bisa menjadi wadah untuk mendengar aspirasi mereka, sekaligus memperkuat rasa memiliki terhadap proyek timnas. Terakhir, Kluivert perlu menjaga komunikasi personal dengan pemain kunci untuk membangun kepercayaan di ruang ganti, mengingat transisi pelatih sering mengganggu dinamika tim. Dengan pendekatan ini, PSSI dapat mengubah skeptisisme menjadi optimisme, sementara suporter didorong untuk melihat setiap laga—termasuk Bahrain—sebagai bukti potensi, bukan sekadar keberuntungan. Konsistensi di lapangan dan keterbukaan di luar lapangan akan menentukan apakah Kluivert benar-benar bisa membawa Garuda terbang lebih tinggi.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.