TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti soal dakwaan terhadap eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dalam dugaan mafia kasus di MA.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum kedua yang menyebut Zarof Ricar telah menerima gratifikasi berupa uang tunai senilai Rp920 miliar dan logam mulia emas seberat 51 kilogram. Penerimaan itu berlangsung selama menjabat di MA pada periode 2012-2022.
Menurutnya, dakwaan itu dianggap lemah lantaran jpu tidak menguraikan secara jelas terkait aliran dana gratifikasi Zarof termasuk pihak yang berperkara maupun hakim yang diduga menerima.
"Pasal 143 KUHAP ini, bahwa seorang jaksa dalam mengusung surat dakwaan, dia harus lengkap dan cermat," kata Sugeng dalam diskusi Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi di Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Menurutnya, ketika hanya pasal gratifikasi dan bukan pasal suap, maka kasus tersebut tidak akan melebar kemana-mana dan hanya Zarof Ricar yang menjadi terdakwa.
"Saya membahas yang Rp920 miliar, dengan pasal gratifikasi, maka dampaknya akan stop pada diri Zarof Ricar, tidak berkembang kepada pihak lain," ucapnya.
Padahal, dia meyakini jika Zarof Ricar menerima uang hampir Rp1 triliun itu dari sejumlah pihak.
"Dalam pola konstruksi korupsi, ada namanya gatekeeper. Gatekeeper itu adalah orang yang menjadi penyimpan dari uang-uang atau pemberian yang haram kemudian dia menjadi penyimpan ini gatekeeper prinsipnya," tuturnya.
"Jadi dia penyimpan, ini bukan duit dia, Jadi kalau dengan gratifikasi. Artinya saya menduga ini hanya akan berhenti di Zarof Ricar. Padahal kebenaran yang diketahui oleh jaksa Ini adalah terkait dengan suap sesuai dengan alat buktinya," sambungnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, dalam kesempatan yang sama mengatakan dengan tidak diungkapnya sosok lain dalam kasus Zarof, maka akan membuat celah Zarof lolos dari hukuman.
"Jadi sangat mungkin, kekhawatiran banyak orang, Zarof pun sebenarnya dikreasi sedemikian rupa supaya lolos dari hukuman," ucapnya.
Sebelumnya diketahui dalam proses penyidikan, terungkap Eks pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar alias ZR kerap menjadi makelar kasus atau markus selama dirinya menjabat pada periode 2012 hingga 2022.
Dari perannya tersebut Zarof mampu mengumpulkan pundi-pundi uang hampir Rp1 triliun yakni Rp920.912.303.714 atau Rp920,9 miliar.
Adapun hal itu terungkap ketika penyidik Jampidsus Kejagung tengah mengusut kasus pemufakatan jahat berbentuk suap yang dilakukan Zarof dalam kasasi Ronald Tannur.
Direktur Penyidikan Jampdisus Kejagung RI, Abdul Qohar, menyebut bahwa Zarof yang selama ini menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung menerima gratifikasi perkara-perkara di MA dalam bentuk uang.
"Ada yang rupiah dan ada yang mata uang asing. Sebagaimana yang kita lihat di depan ini yang seluruhnya jika dikonversi ke dalam rupiah sejumlah Rp920.912.303.714 dan emas batangan seberat 51 kilogram," ucap Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung RI, Jum'at (25/10/2024).
Terkait uang-uang itu, Qohar mengatakan bahwa pihaknya dapati ketika lakukan penggeledahan di dua hunian ditempati Zarof yakni di Senayan Jakarta Selatan dan Hotel Le Meridien Bali pada Kamis 24 Oktober 2024 kemarin.
Dari penggeledahan rumah Zarof di Jakarta, penyidik menyita sejumlah uang antara lain:
Jika dikonversikan maka setara dengan Rp920.912.303.714 (Rp920 miliar).
Sementara dari penggeledahan di penginapan Zarof di Hotel Le Meridien Bali yakni;
"Berdasarkan keterangan yang bersangkutan uang ini dikumpulkan mulai tahun 2012-2022 karena 2022 sampai sekarang yang bersangkutan sudah purna tugas. Dari mana uang ini berasal? Menurut keterangan yang bersangkutan bahwa ini diperoleh dari pengurusan perkara, sebagian besar pengurusan perkara," pungkas Qohar.