TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Muti mengatakan kurikulum yang akan diterapkan pada sekolah rakyat akan berbeda dari sekolah formal pada umumnya.
Kurikulum ini, kata Abdul Muti, dirancang dengan sistem multi-entry dan multi-exit, yang memungkinkan siswa untuk masuk dan keluar dalam waktu yang fleksibel.
Sitem multi-entry dan multi-exit adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk masuk dan keluar sekolah pada berbagai waktu.
"Kurikulumnya nanti seperti kurikulum biasa, tetapi dengan model multi-entry dan multi-exit. Jadi, anak-anak tidak harus masuk pada tahun ajaran yang sama. Mereka bisa masuk secara bergelombang, tidak harus bersamaan," ujar Abdul Muti di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Rabu (26/3/2025).
Menurut Abdul Muti, begitu para siswa masuk ke sekolah rakyat, mereka akan diasramakan dan langsung memulai pembelajaran.
Sistem ini dirancang agar lebih adaptif terhadap kondisi siswa yang mungkin memiliki latar belakang berbeda dalam pendidikan sebelumnya.
"Jadi kurikulum ini kami buat khusus. Tidak sama persis dengan kurikulum di sekolah formal. Sekolahnya tetap formal, tetapi kurikulumnya dirancang secara tersendiri," katanya.
Sekolah rakyat sendiri digagas sebagai solusi untuk memberikan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu dan yang mengalami kendala dalam mengakses pendidikan formal.
Sekolah Rakyat ditargetkan mulai beroperasi pada tahun ajaran 2025/2026, tepatnya pada Juli 2025.
Sementara itu, proses penerimaan peserta didik dan rekrutmen tenaga pendidik akan dimulai pada April 2025.
Peserta didik akan diseleksi melalui berbagai tahapan, termasuk seleksi administratif, di mana anak-anak yang berhak mendaftar adalah mereka yang termasuk dalam Desil 1 dan 2 Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
Selanjutnya, calon siswa akan menjalani tes potensi akademik, psikotes, kunjungan rumah (home visit), wawancara dengan orang tua, serta pemeriksaan kesehatan.