Idul Fitri, Masjid, dan Kesejahteraan Sosial: Alqur’an Mengidealkan Ketahanan Pangan melalui Masjid pada Momentum Idul Fitri
GH News March 30, 2025 03:06 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemilihan tema di atas bukan dimaksudkan untuk merespon permasalahan makna sabilillah yang lagi menjadi perhatian banyak kalangan pesantren belakangan ini. Sebab, secara substantif dalam beberapa kesempatan saya menyampaikan bahwa maqasid al-syari’ah zakat fitroh memang untuk diprioritaskan pada kegembiraan dan kebahagiaan masyarakat fakir-miskin di daerah masing-masing muzakki. 

Tema besar di atas mungkin juga sudah banyak menjadi perhatian para penggerak sosial (social development), karena al-Qur’an, Masjid, dan Kesejahteraan Sosial merupakan tema yang sedang menjadi perhatian banyak kalangan, terutama saat ini Kementrian Agama menggemakan Program Madada (Masjid Berdaya dan Berdampak). Hubungan antara al-Qur’an, Masjid, dan Kesejahteraan Sosial ini setidaknya dapat dipelajari melalui korelasi ayat  وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ. Ayat ini disebutkan dalam al-Baqarah (2):43, 83, 110; al-Nisa’ (4): 77; al-Nur (24):56; dan paling panjang penjelasannya dalam al-Muzammil (73): 20.

Beberapa ayat tersebut memberikan penjelasan hubungan antara shalat, yang paling utama shalat fardlu dilaksanakan di Masjid, dan Zakat, sebagai bentuk social responsibility dalam bidang eknomi. Korelasi antara shalat dan zakat yang dapat mengantarkan pada kesejahteraan sosial adalah “kesucian” (al-A’la: 14 -15). Melalui shalat umat Islam bisa mengalami kesucian kepribadian, menjadi pribadi yang anggun. Dengan zakat umat Islam dapat mensucikan batin dan hartanya sekaligus, sebuah proses kebeningan jiwa yang dalam "The Healing Power of Doing Good" (Allan Luks, 1988) disebut dengan "helper’s high", proses endorphin dilepaskan dari tubuh. Endorfin yang dilepas itu merupakan hormon pencetak perasaan senang dan mengurangi stress. Jadi, dalam konsep ini Masjid adalah tempat pencetak kebahagiaan melalui shalat dan zakat.

Saya ingin masuk pada pembahasan tema kecil “Menciptakan Ketahanan Pangan Nasional melalui Masjid pada Momentum Idul Fitri”. Tema ini juga tidak asing bagi umat Islam, sebab momentum Idul Fitri telah melahirkan tradisi dan budaya pelaksanaan zakat fitroh melalui Masjid. Telepas dari berbagai persoalan fiqh dan peraturan yang melingkupinya, saya ingin membahas tentang bagaimana tradisi dan budaya melaksanakan zakat fitroh melalui masjid ini dijadikan sebagai sebuah momentum yang bisa berkontribusi bagi Program Ketahanan Pangan Nasional. Tentu saja, karena zakat merupakan hak bagi komunitas yang khusus, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Tawbah (9): 60, maka konsentrasinya di sini untuk ketahanan pangan komunitas khusus itu, terutama fakir dan miskin. Untuk mempermudah membuatnya lebih riil, saya ingin mengambil ilustrasi Kota Malang sebagai contoh, dengan berbasis pada informasi yang saya ambil dari Data Statistik Kota Malang Dalam Angka Tahun 2023.

Menurut data tersebut, penduduk Kota Malang yang beragama Islam pada tahun 2020, sebanyak 840.407, Tahun 2021 ada 844.864, dan pada tahun Tahun 2022 turun menjadi 787.680. Penduduk Islam tersebut terdistribusi di Kedungkandang sebanyak 170.542, Sukun ada 84.419, Klojen 199.102, Blimbing 179.711, dan Lowokwaru terdapat 153.906 penduduk beragama Islam. Sebagaimana ajarannya, dalam tradisi pembayaran zakat fitroh dalam bentuk beras sebanyak 3 Kg.  Mari saya hitung lebih detail biar dapat meningkatkan kesadaran hebatnya tradisi Islam yang satu ini. 

Jadi, karena semua umat Islam wajib melaksanakan zakat fitroh, maka bisa diketahui bahwa perguliran distribusi beras yang menjadi penopang ekonomi Kota Malang pada hari menjelang idul fitri sebanyak 3 Kg. kali 787.680 penduduk Islam, yaitu 2.363.040 Kg beras, atau sama dengan 2.363,04 ton atau 23.630,4 kwintal beras. Dengan asumsi produktivitas 3 ton beras per hektar, maka 2.363.040 kg beras itu setara dengan hasil panen dari sekitar 788 hektar lahan pertanian padi. Sungguh sebuah realitas dari tradisi zakat fitroh yang menguap begitu saja pada sekian puluh atau bahkan ratus tahun. Mari kita manfaatkan tradisi zakat fitroh yang sebentar lagi akan kita laksanakan, insya Allah.

Untuk menjadikan tradisi itu sebagai sebuah kekuatan besar bagi Program Ketahanan Pangan Nasional melalui Masjid, saya ingin kembali membuka Data Kota Malang dalam Angka yang menjelaskan tentang data komunitas paling rentan sosial, fakir dan miskin di Kota Malang. Menurut data tersebut, penduduk miskin Kota Malang sebanyak 38,56 % dari jumlah penduduk secara keseluruhan sebanyak 871.123 pada tahun 2022, atau turun dari 40,62 % dari tahun 2021.  Jika diasumsikan bahwa semua penduduk miskin beragama Islam, jumlah komunitas yang akan menerima manfaat dari zakat fitroh sebanyak 335.743 orang, sekalipun saya ragu terhadap angka ini. Jadi, 2.363.040 kg beras dibagi pada 335.743 orang sama dengan setiap orang mendapatkan sekitar 7,04 kg beras. 

Selanjutnya, jika dalam rumah tersebut ada 5 orang, maka dalam satu rumah akan mendapatkan sekitar 35,2 kg beras, yang didistribusikan melalui 704 Masjid. Dengan perkiraan kebutuhan makan 5 orang sebanyak 0,5 kg per hari, maka 35,2 kg beras akan cukup untuk sekitar 70 hari atau sekitar 2 bulan 10 hari kebutuhan konsumtif pokok 335.743 orang penduduk Kota Malang dalam pembinaan 704 Masjid. Apabila pembinaan itu dalam bentuk penyediaan dapur umum masjid untuk masyarakat rentan ekonomi dan rentan social, maka ada sekitar 335.743 orang penduduk Kota Malang yang memperoleh kesejahteraan dan pembinaan mental spritual langsung dari masjid. Permasalahan berikutnya, tidak semua zakat fitroh diberikan masyarakat melalui masjid, sebagaimana tidak semua masjid yang melaksanakan penerimaan zakat fitroh sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku...!

Wallahu A’lam.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.