TIMESINDONESIA, JAKARTA – Saat tulisan ini ditulis, diluar sana rombongan pemudik masih berlangsung dalam kemacetan yang panjang pada setiap jalannya. Semuanya dijalani dalam rangka menjelang hari besar keagaman umat Islam Idul Fitri 1 Syawal 1446 H, lebaran.
Sungguh beruntung bagi mereka yang dapat berkumpul dengan keluarga, sahabat, teman dikampung halaman, didukung dengan kondisi ekonomi yang berlebih.
Walaupun rela dengan antrian memanjang baik dijalan arteri maupun jalan tol, yang berkendaraan pribadi maupun yang umum, keinginan untuk bertemu berkumpul dan silaturahim dalam bermaafan dengan orang-orang tercinta di keluarga akan terpenuhi.
Semuanya pasti dilakukan terkadang tidak berpikir rasional lagi, mumpung setahun sekali rela merogoh kocek dalam-dalam dari uang tabungan bahkan harus pinjam ke pinjaman online sekalipun, karena mampu untuk membayar angsurannya.
Namun bagi sebagian masyarakat yang kurang beruntung, hal-hal tersebut diatas, tidak memungkinkan untuk dilakukan jangankan untuk mudik, untuk bisa makan sekalipun dalam sehari sudah terasa masih hidup.
Yang jelas tidak pasti bagi mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan. Konsekuensinya untuk membeli kebutuhan pokok sudah tidak sanggup apalagi menyiapkan hidangan makanan untuk lebaran.
Data menurut BPS (1/7/2024) mengenai masyarakat miskin. Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2024 sebesar 7,09 persen, menurun dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 7,29 persen.
Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2024 sebesar 11,79 persen, menurun dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 12,22 persen. Walaupun terjadi penurunan, fakta realitas dilapangan masih terdapat kantong-kantong garis kemiskinan baik masyarakat kota maupun pedesaan.
Hal-hal tersebut diatas, memunculkan kesenjangan dalam aspek ekonomi antara masyarakat kaya dan miskin tentunya akan berimbas pada ketidakseimbangan didalam akses dan sumber daya. Sehingga tercipta masyarakat marjinal atau terpinggirkan, tipe kelompok masyarakat ini akan mengalami perlakuan yang tidak sama dengan masyarakat kaya dalam hal Pendidikan, pekerjaan, layanan publik semuanya dapat memperburuk kondisi ekonomi mereka.
Bagi mereka dengan kondisi tersebut diatas, mereka akan merasa berbeda dengan masyarakat yang beruntung, merasa asing dan terpinggirkan. Melihat orang lain merayakan lebaran dengan meriah mereka merasa cemburu dan mempunyai perasaan ada suatu kondisi yang tidak adil bagi mereka.
Empati dengan Nyata
Sudah saatnya empati tidak hidup dalam tataran rasa, namun dibumikan pada tataran realitas nyata. Pemerintah harus terus dan konsisten membangun keberdayaan masyarakat miskin untuk hidup sejahtera sebagai amanat UUD 45.
Kebijakan-kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin, peningkatan upah minimun, subsidi bahan pokok dan program perlindungan sosial terus dijalankan dan dimonitor untuk tepat sasaran.
Melihat kondisi realitas hidup mereka (masyarakat miskin) bagi masyarakat yang beruntung kehidupannya melakukan upaya-upaya inisiasi dalam kelompok kecil di lingkungan mereka, mendata tetangga yang hidup miskin untuk dicatat.
Selanjutnya secara berkesadaran dan bersama-sama menyisihkan sebagian pendapatan termasuk THR yang diperoleh untuk berbagi dengan mereka dan membantu meringankan beban mereka, terutama dalam kebutuhan keseharian yang mereka jalani dan alami, termasuk dalam hal ini memberikan makanan pada mereka untuk berbagi dalam kebersamaan.
Memang hal itu bukan solusinya satu-satunya yang dapat menjadi jawaban atas permasalahan masyarakat miskin, namun dapat menjadi salah satu upaya kecil dalam meringankan beban hidup mereka dalam memaknai lebaran.
Mereka tentunya merasa bahagia dan bangga di tengah keterpurukan hidup mereka, masih ada masyarakatmasyarakat beruntung yang peduli akan keberadaan mereka.
Ikatan batin akan senantiasa tercipta antara masyarakat yang beruntung dengan masyarakat miskin, mereka secara nyata tidak berharap dengan keadaan yang mereka alami, namun kondisi faktual yang menghinggapi mereka untuk menjadi miskin dalam ketidakberdayaan.
Lebaran bukan miik orang-orang yang beruntung, Faktanya mereka ada dan hadir dilingkungan kehidupan kita. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap kelompok masyarakat miskin dengan upaya bersama kita, kita dapat menciptakan lebaran yang lebih inklusif dan bermakna bagi semua.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 Hijriah. Minal Aidin wal Faizin. Mohon Maaf Lahir dan Batin.
***
*) Oleh : Agus Budiana, Jurnalis dan Pendiri Lembaga Studi Kajian Jurnalistik Media (LSKJ Media).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.