TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi marah mendengar kabar uang kompensasi sopir angkot di Kabupaten Bogor diduga disunat oleh oknum Dinas Perhubungan (Dishub), Organda, dan KKSU.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi menyuruh sopir angkot di Puncak Bogor untuk libur selama satu minggu guna mengatasi kemacetan setelah Lebaran 2025.
Atas hal itu, orang nomor satu di Jabar tersebut memberikan uang kompensasi kepada mereka.
Namun, KDM, sapaan akrab Dedi Mulyadi, justru mendapat informasi bahwa uang kompensasi tersebut tidak diterima secara penuh.
Sopir angkot yang diliburkan semestinya mendapat uang kompensasi sebesar Rp3 juta per orang dengan rincian diberikan dalam 2 tahap, yakni Rp1 juta dan paket sembako senilai Rp500 ribu.
Uang kompensasi tersebut diduga disunat Rp200 ribu per orang sehingga mereka hanya menerima Rp800 ribu.
Emen, salah satu sopir angkot yang terkena pemotongan ini, mengadu kepada Dedi Mulyadi.
Menurut dia, pihak yang menyunat adalah oknum pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, Organisasi Angkutan Darat (Organda) dan Kelompok Kerja Sub Unit (KKSU).
"Kita mah cuma diminta. Saya aja komunitas ada 20 nyerahin Rp4 juta, ke KKSU kata KKSU buat Dishub baru organda, KKSU," ujar Emen, dikutip Tribunnews dari unggahan akun Instagram Dedi Mulyadi, Kamis (3/4/2025).
"Rp200 ribu dikali 500 lumayan Rp100 juta," timpal Dedi Mulyadi.
Akan tetapi, Emen tidak mengenal secara pasti nama-nama pegawai yang memotong bantuan tersebut.
Ia hanya mengetahui satu nama yakni Ketua KKSU.
"Siapa ketua KKSU yang nerima itu?" tanya Dedi Mulyadi.
"Pak Nandar, Pak'" kata Emen.
Menurut Dedi Mulyadi, tindakan tersebut termasuk premanisme.
"Berarti itu premanisme, Pak," kata Dedi Mulyadi.
"Itu preman yang berbaju seragam itu, Pak," sambung Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi secara tegas akan memproses hukum kasus pemotongan uang kompensasi ini.
"Kalau nanti saya proses minta polisi nangkap orang yang motonginnya, bapak bersedia jadi saksi ? Saya backup, gubernur yang backup," ujar Dedi Mulyadi.
"Siap, pak," jawab Emen.
"Saya mau minta ini proses hukum aja ini," tegas Dedi Mulyadi.
(Rakli)