Gaza Masuk Fase Paling Berdarah, Aksi Gila IDF Bisa Tumpas Habis Hamas atau Malah Bunuh Sandera?
Hasiolan Eko P Gultom April 06, 2025 09:33 PM

Gaza Masuk Fase Paling Berdarah dalam Perang, Kekuatan Gila-gilaan IDF Bisa Tumpas Habis Hamas?

 
TRIBUNNEWS.COM - Secara teknis militer, Israel memang superior di udara.

Namun dalam perang darat, kemampuan pasukan Israel (IDF) dengan segala keunggulan persenjataannya akan menghadapi taktik kejutan dari para petempur Gerakan Hamas dan kontur medan perang yang mendukung hal tersebut.

Hal itu diungkapkan pakar militer negara Arab asal Yordania, Mayor Jenderal (Purn) Fayez al-Duwairi, merujuk manuver perluasan agresi militer darat pasukan Israel di Jalur Gaza.

Seperti diketahui, Israel menyatakan telah memperluas operasi daratnya di dalam Jalur Gaza, di sejumlah wilayah kantung Palestina tersebut.

Di Gaza Timur, misalnya, perluasan operasi darat itu ditandai dengan kehadiran Divisi ke-252 IDF yang beroperasi di lingkungan Shuja'iyya (beberapa literatur menuliskannya sebagai Shejaiya).

Operasi darat ini dilakukan IDF bersamaan dengan gelombang serangan udara Angkatan Udara Israel (IDF) yang meluas di Gaza.

Surat kabar Amerika, The Wall Street Journal, mengutip sumber informasi mengatakan kalau Kepala Staf Israel Eyal Zamir secara tegas ingin melenyapkan Gerakan Perlawanan Hamas dengan serangan darat skala besar.

Menurut surat kabar tersebut, Zamir ingin melancarkan serangan darat besar-besaran sebelum keputusan apa pun dibuat mengenai solusi politik, merujuk pada upaya mediator menghidupkan kembali peluang gencatan senjata yang dihentikan sepihak oleh pihak Israel jelang fase kedua negosiasi.

IDF di bawah komando Eyal Zamir, juga mengubah strategi dan tujuan dalam agresi darat kali ini dengan mengerahkan pasukan yang cukup untuk menguasai dan menduduki Jalur Gaza tanpa batas waktu.

Rabu lalu, Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz mengumumkan perluasan operasi militernya di Rafah, Gaza selatan, dan menambahkan kalau sebagian besar wilayah Jalur Gaza akan direbut dan dimasukkan ke dalam zona keamanan Israel.

Artinya, seperti situasi di Tepi Barat, Gaza akan mulai diduduki oleh Israel.

Apakah strategi operasi darat ini akhirnya berhasil menumpas habis gerakan Hamas yang selama 15 bulan fase awal perang tidak berhasil dilenyapkan Israel?

PASUKAN DIVISI CADANGAN - Para personel pasukan cadangan dari Batalion Beeri militer Israel (IDF). Jelang invasi berikutnya IDF ke Gaza, partisipasi wajib militer di kalangan warga pemukim Israel makin rendah.
PASUKAN DIVISI CADANGAN - Para personel pasukan cadangan dari Batalion Beeri militer Israel (IDF). Jelang invasi berikutnya IDF ke Gaza, partisipasi wajib militer di kalangan warga pemukim Israel makin rendah. (kredit foto: tangkap layar JPost/Courtesy Yoaz Hendel)

Pasukan Israel Belum Tentu Superior di Darat 

Menurut Duwairi, taktik pertahanan faksi perlawanan Palestina akan menjadi lebih jelas dalam segera.

Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, dikenal memiliki strategi fleksibel, memanfaatkan jaringan terowongan dan kontur medan yang mereka kuasai.

Duwairi menyiratkan, sama seperti sebelumnya, pasukan Israel menghadapi potensi 'berdarah-darah' dalam operasi darat kali ini.

Menyusul upaya pasukan pendudukan Israel untuk mendekati pinggiran timur Shuja'iyya dan mencapai daerah Tal al-Muntar, pakar militer itu mengingatkan kalau Shuja'iyya adalah titik pusat di bagian timur Kota Gaza.

"Kota ini memiliki sejarah pahit dengan tentara pendudukan Israel sejak tahun 2005 dalam lebih dari satu perang, dan dianggap sebagai mercusuar perlawanan," katanya dilansir Khaberni, Minggu (6/4/2025).

Al-Duwairi mengatakan kepada Al Jazeera kalau tidak ada pertempuran darat sejak Israel mengingkari gencatan senjata dan membatalkan perjanjian pertukaran tahanan. 

"Pendudukan Israel, sebaliknya puas (cuma mengandalkan) pemboman udara dan artileri, penghancuran sistematis, dan pembantaian yang mengerikan," katanya.

Di sisi lain, meski emiliki aset tempur yang terbatas, para petempur milisi Perlawanan Hamas memiliki sejumlah faktor yang bisa membuat pasukan darat IDF kembali gagal kali ini.

"(Faktor-faktor itu) seperti tenaga kerja, kemauan keras, moral, dan senjata jarak pendek seperti Yassin 105 dan rudal tandem, yang memiliki jangkauan tempur maksimum 130 meter, jika tidak ada serangan rudal yang efektif," menurut al-Duwairi.

Pakar militer tersebut menggambarkan fase perang saat ini di Gaza sebagai sangat berdarah.

"Israel telah mengeluarkan peringatan evakuasi paksa kepada penduduk Gaza, melakukan blokade menyeluruh, dan melaksanakan taktik dan kebijkan kelaparan sistematis di Jalur Gaza," katanya.

TAWARAN HAMAS DITOLAK - Hamas mengatakan pada Jumat (14/3/2025) bahwa pihaknya telah menerima usulan dari para mediator untuk membebaskan tawanan Amerika-Israel terakhir yang masih hidup dan jenazah empat tawanan berkewarganegaraan ganda. Akan tetapi, Israel telah menolak tawaran Hamas untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel.
TAWARAN HAMAS DITOLAK - Hamas mengatakan pada Jumat (14/3/2025) bahwa pihaknya telah menerima usulan dari para mediator untuk membebaskan tawanan Amerika-Israel terakhir yang masih hidup dan jenazah empat tawanan berkewarganegaraan ganda. Akan tetapi, Israel telah menolak tawaran Hamas untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel. (Telegram Quds News Network)

Kekuatan Besar Belum Tentu Efektif Selamatkan Sandera

Di sisi lain, seorang mantan komandan Divisi Tepi Barat di Pasukan Pendudukan Israel (IDF) secara terbuka mengkritik IDF dan strategi pengerahan kekuatan besar-besaran di Jalur Gaza.

Mantan komandan itu menyebut, tekanan militer yang dilakukan IDF selama satu setengah tahun terakhir, tidak efektif dalam mencapai tujuan (target) dari operasi militer itu sendiri.

Dia mengklaim, strategi itu justru telah mengakibatkan kematian 41 sandera Israel.

Harus digarisbawahi, Israel mendengungkan kalau tujuan agresi mereka ke Jalur Gaza adalah untuk membebaskan sandera, meski belakangan, tujuan itu diperluas saat Tel Aviv juga ingin menduduki Gaza secara penuh untuk jangka waktu yang tak terbatas.

Dalam pernyataan yang dilaporkan oleh surat kabar Ibrani Maariv , mantan komandan itu menyatakan kalau satu-satunya cara bagi para tawanan ini untuk kembali adalah melalui kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan.

"Analisis sang mantan komandan itu dengan mengaitkan kurangnya hasil yang efektif dengan kebijakan militer yang cacat," ulas laporan RNTV.

Ia secara khusus menyoroti komentar terbaru yang dibuat oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai koridor Morag.

Koridor Morag, atau yang disebut Netanyahu sebagai 'Koridor Philadelphia B' merupakan upaya baru Israel untuk membelah-belah Gaza Selatan.

Koridior ini akan memisahkan Khan Yunis dan Rafah di Gaza Selatan. 

"Mantan komandan IDF itu menyatakan bahwa pernyataan Netanyahu tersebut telah menempatkan tentara IDF dalam bahaya yang signifikan," kata laporan tersebut.

Mantan komandan itu menegaskan bahwa pernyataan Netanyahu telah menyebabkan dampak militer yang serius, terutama pada saat ada kebutuhan mendesak akan tujuan yang jelas dan strategi yang konkret dalam operai darat di Jalur Gaza.

Komandan itu lebih lanjut menuduh Netanyahu berusaha mengalihkan perhatian media dari isu-isu mendesak yang memengaruhi pemerintahannya.

Ia menekankan bahwa penundaan pemerintah Israel dalam melaksanakan tahap kedua dari kesepakatan pertukaran tahanan berakar pada motivasi politik semata.

Ia memperingatkan bahwa penundaan yang terus-menerus ini hanya akan memperdalam krisis yang terjadi di sekitar para tawanan.

Pada awal Maret, Abu Obeida, juru bicara Brigade Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), mengatakan, "Ancaman perang musuh Israel hanya akan mendatangkan kekecewaan dan tidak akan berujung pada pembebasan tawanannya."

Abu Obeida menegaskan—dalam pidatonya sebelum Israel memulai kembali perang—bahwa Brigade Qassam "berada dalam kondisi siap dan siap menghadapi segala kemungkinan. Kembalinya perang akan memungkinkan kita untuk menghancurkan apa yang tersisa dari prestise musuh."

(oln/khbrn/RNTV/*)

 
 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.