TRIBUNWOW.COM - Undang-Undang TNI mendapatkan sorotan juga dari Presiden Prabowo Subianto.
Prabowo Subianto menjawab soal UU TNI saat bertemu para pemimpin redaksi (Pemred) media massa.
Banyak pertanyaan soal UU TNI yang ditakutkan mengembalikan dwifungsi ABRI.
Di hadapan para pemimpin media, Prabowo Subianto menjamin bahwa dwi-fungsi ABRI tidak akan terjadi lagi.
Dia pun menyindir perihal peristiwa pasca reformasi 1998.
Di mana menurutnya, jenderal-Jenderal TNI saat itulah yang justru melepas dwi-fungsi ABRI di mana tentara dilarang berpolitik dan harus kembali ke barak.
Saat itu kata Prabowo Subianto, dia yang menjabat sebagai Danjen Kopassus beserta para jenderal lainnya yakni Jenderal Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berupaya agar mengembalikan TNI kembali ke barak.
“Kita sadar waktu itu, Pak Wiranto, Pak Yudhoyono, Agus Wiradikusuma termasuk saya, saya yang mendorong. Saya yang pertama di TNI bilang civil supremacy, saya tunduk dan saya buktikan saya tunduk kepada pemimpin sipil,” jelasnya seperti dimuat Youtube Harian Kompas.
“Saya diberhentikan Pak Habibie, saya bilang siap, padahal saya yang memegang pasukan terbanyak,” jelasnya.
Maka Prabowo Subianto pun meminta agar tidak menggiring narasi UU TNI yang baru ke arah dwi-fungsi ABRI.
Sebab dia menjamin hal itu tidak akan terjadi di era nya memimpin Indonesia.
Sebelumnya UU TNI yang baru mendapatkan penolakan dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Pasalnya UU TNI yang baru dikhawatirkan mengembalikan dwi-fungsi ABRI seperti era Orde Baru (Orba).
Perluasan Kementerian dan Lembaga yang bisa dijabat oleh TNI aktif menjadi salah satu yang dikhawatirkan dari revisi rancangan undang-undang (RUU) TNI.
Sebelumnya Kementerian dan Lembaga yang boleh dipimpin TNI aktif hanya berjumlah 10 sesuai dengan berdasarkan Pasal 47 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Namun demikian dari Revisi UU No.34 tahun 2004 itu Kementerian dan Lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif diperluas menjadi 16 sesuai dengan kesepakatan Panitia Kerja (Panja) DPR RI.
Sebelumnya pascaorde baru, TNI aktif hanya bisa menjabat di Kementerian Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Namun dari hasil pembahasan revisi UU TNI oleh pemerintah dan DPR maka Kementerian dan Lembaga yang bisa dijabat TNI aktif diperluas menjadi Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Menurut anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin, keputusan penambahan BNPP ke daftar kementerian/lembaga yang akan bisa diisi prajurit TNI aktif merupakan hasil pembahasan Panja RUU TNI, Sabtu (15/3/2025) di Jakarta.
"Karena dalam peraturan presiden itu dan dalam pernyataannya, BNPP yang rawan dan berbatasan memang ada penempatan anggota TNI," ujar Hasanuddin, diberitakan Antara, Sabtu.
Sesuai revisi UU TNI tersebut, prajurit TNI aktif tidak perlu mengundurkan diri dari kedinasan jika menempati jabatan di dalam kementerian/lembaga negara tersebut.
"Jadi, yang sudah final sebanyak 16 kementerian/lembaga, di luar itu harus mundur," tegas Hasanuddin. (Wartakotalive.com/DES/Harian Kompas)