Menteri PPPA Sebut Hukuman untuk Dokter PPDS Pelaku Rudapaksa Pendamping Pasien Bisa Diperberat
GH News April 11, 2025 11:04 AM

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengecam kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran terhadap seorang pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. 

Menurut Arifah, rumah sakit merupakan ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi setiap orang, termasuk perempuan.

"Kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi kita semua. Tidak ada satu pun perempuan pantas menjadi korban kekerasan seksual," ujar Arifah melalui keterangan tertulis, Jumat (11/4/2025).

KemenPPPA, menurut Arifah, akan mengawal proses hukum dan pemulihan korban. 

Dirinya juga memastikan hakhak korban dipenuhi secara menyeluruh. 

"Selain itu, kami juga mendorong penguatan sistem pencegahan dan respons di rumah sakit, kampus, dan institusi pelayanan publik lainnya," kata Arifah.  Pihak UPTD PPA, kata Arifah, telah memberikan layanan konseling dan pendampingan psikologis kepada korban. 

Pihaknya juga melakukan koordinasi dengan Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung, sehingga saat ini pelaku sudah ditahan.

Menurut Arifah, tersangka dapat dijerat Pasal 6 jo Pasal 15 UndangUndang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda hingga Rp 300 juta. 

Dirinya mendorong agar tersangka mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundangundangan agar memberikan efek jera, terlebih kekerasan seksual yang dialami oleh korban dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan atau dalam kondisi korban tidak berdaya.

PELAKU KEKERASAN SEKSUAL Pelaku kekerasan seksual terhadap keluarga pasien RS Hasan Sadikin Bandung, dokter Priguna Anugerah (31) ditampilkan Ditreskrimum Polda Jabar, Rabu (9/4/2025). Saat ini pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. (Tribun Jabar/ Muhammad Nandri)

 "Ancaman pidana tersangka dapat ditambah sepertiga karena dilakukan oleh tenaga medis atau profesional dalam situasi relasi kuasa, atau mengakibatkan dampak berat bagi korban, termasuk trauma psikis, luka berat, atau bahkan kematian," ungkap Arifah.  Menteri PPPA pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembagalembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, UPTD di bidang sosial, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jumlah korban bertambah banyak. 

Kronologi Kasus

Ditreskrimum Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkap aksi bejat dokter residen bernama Priguna Anugerah (31), di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada Rabu (9/4/2025).

Priguna diduga merudapaksa FH (21), anak dari seorang pasien yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan Priguna telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.

Hendra menjelaskan, kasus dugaan rudapaksa ini berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.

Saat itu, tersangka meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.

Priguna bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.

"Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali," beber Hendra.

Setelah itu, tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

Beberapa menit kemudian, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

"Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB," jelas Hendra.

Menurut Hendra, dugaan rudapaksa terbongkar setelah korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang ibu.

"Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu," terangnya.

Adapun berdasarkan data dari KTP, tersangka diketahui beralamat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), tetapi saat ini tinggal di Kota Bandung.

Sementara itu, korban FH merupakan warga Kota Bandung.

"Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini," sebut Hendra.

Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah alat kontrasepsi, dan beberapa obatobatan.

Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

"Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun," papar Hendra.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.