TIMESINDONESIA, JAKARTA – Agung Wicaksono, S.IP., MPA., Ph.D., mantan Ketua PPI Hongaria 2021 baru saja menyelesaikan studi doktoralnya di Doctoral School of International Relations and Political Science, Corvinus University of Budapest, Hongaria (11/4/2025).
Dalam usia 30 tahun, pria yang juga bertugas sebagai dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan di Universitas Islam Riau (UIR), meraih gelar doktor dengan disertasi yang mengangkat isu krusial di Indonesia: penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Disertasinya berjudul Forging a Fire-Free Future: Examining Collaborative Governance Approaches to Tackle Forest and Land Fires in Indonesia. Karyanya menelaah bagaimana pendekatan tata kelola kolaboratif dapat menjadi solusi jangka panjang terhadap persoalan karhutla yang kompleks dan multidimensi.
Agung memfokuskan risetnya pada dinamika hubungan antar aktor, baik pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, hingga komunitas lokal dalam upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla.
Menurut temuannya, bentuk kolaborasi lintas pemangku kepentingan mulai terstruktur sejak tahun 2016. Hal tersebut menyusul bencana kebakaran besar pada tahun 2015 yang menghanguskan sekitar 2,6 juta hektar lahan dan menimbulkan krisis asap lintas negara.
Dirinya menyoroti peran penting pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG), yang kemudian berkembang menjadi BRGM, serta penguatan sistem pemantauan seperti Sipongi. Kolaborasi ini juga melibatkan aparat keamanan hingga ke tingkat desa dalam pencegahan dini.
Namun, disertasi ini tidak hanya mengulas sisi keberhasilan, tetapi juga mengidentifikasi sejumlah tantangan mendasar. Di antaranya adalah rendahnya kapasitas dan pemahaman para aktor lokal, keterbatasan anggaran, lemahnya koordinasi, serta masih maraknya praktik korupsi dan lemahnya penegakan hukum di sektor kehutanan.
Agung menyimpulkan bahwa kolaborasi tanpa tata kelola yang kuat berisiko menjadi sekadar formalitas. Dalam disertasinya, Agung Wicaksono mengajukan lima rekomendasi utama untuk memperkuat tata kelola kolaboratif dalam penanggulangan karhutla di Indonesia.
Pertama, pria yang pernah menjadi ketua PPI Hongaria menekankan pentingnya pemberian insentif kepada petani dan perusahaan agar beralih ke praktik pertanian yang berkelanjutan, sehingga tidak lagi bergantung pada metode pembakaran lahan.
Kedua, ia mendorong penerapan sanksi yang adil dan proporsional bagi pelaku pelanggaran, guna menciptakan efek jera yang setara bagi semua pihak. Ketiga, ia merekomendasikan penguatan lembaga penegak hukum melalui peningkatan kapasitas dan transparansi, agar penindakan hukum berjalan lebih efektif dan tidak diskriminatif.
Selanjutnya, Agung menyoroti perlunya konsolidasi regulasi dari tingkat pusat hingga daerah untuk menghindari tumpang tindih kebijakan yang justru menghambat pelaksanaan di lapangan.
Terakhir, ia mengusulkan pelatihan teknis dan pemberian apresiasi kepada aktor-aktor lokal yang aktif berkontribusi dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran, sebagai bentuk penguatan partisipasi dan motivasi di tingkat akar rumput.
“Insentif dan sanksi harus dirancang seimbang agar tidak sekadar reaktif, tetapi mampu membentuk perilaku berkelanjutan. Kolaborasi akan efektif bila ditopang oleh tata kelola yang kuat dan adil,” tegas Agung dalam salah satu bagian penutup disertasinya.
Disertasi ini tidak hanya menjadi kontribusi akademik dalam bidang ilmu pemerintahan dan kebijakan publik, tetapi juga memberikan pijakan praktis bagi pengambil kebijakan dalam merancang strategi penanggulangan karhutla yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan.
Melalui karyanya ini, mantan Ketua PPI Hongaria tahun 2021 tersebut berharap dapat mendorong pergeseran paradigma dari pendekatan reaktif menuju sistem kolaboratif yang proaktif dan partisipatif. (*)