Proses Penangkapan Dokter Cabul Syafril Firdaus, Langsung Dinonaktifkan oleh Kemenkes
Khistian Tauqid April 16, 2025 11:07 AM

TRIBUNBATAM.id - Berikut ini adalah kronologi penangkapan M Syafril Firdaus alias MSF, dokter kandungan pelaku pelecehan seksual terhadap pasiennya di Garut, Jawa Barat.

Syafril melancarkan aksinya ketika sedang memeriksa pasien yang sedang hamil.

Bahkan, aksi bejat Syafril sudah beredar di media sosial dan menjadi viral.

Tak butuh waktu lama, Polres Garut bisa menangkap Syafril kurang dari 24 jam setelah dilakukan pengejaran.

Kasat Reskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin, mengonfirmasi penangkapan Syafril yang merupakan pelaku pelecehan seksual.

"Penangkapan kurang dari 24 jam," kata Kasat Reskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin, Selasa (15/4/2025).

AKP Joko menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan untuk menggali keterangan terkait motif dan kronologi aksi bejat Syafril.

"Kami sedang melakukan pemeriksaan," ujarnya.

"Dokter sudah diamankan, sementara saat ini ada 2 korban. Konfirmasi langsung ke Polres Garut ya," ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Surawan.

Syafril Dinonaktifkan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter spesialis obgyn di Garut, Jawa Barat. 

Hal tersebut menyusul video viral di media sosial terkait dugaan seorang dokter spesialis obgyn melakukan pelecehan seksual terhadap salah satu pasien.

"Untuk saat ini, Kemenkes sudah koordinasi dengan KKI untuk minta nonaktifkan sementara STR-nya sambil menunggu investigasi lebih lanjut," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman saat dikonfirmasi Tribun, Selasa (15/4/2025).

Namun Aji tidak menjelaskan lebih lanjut sampai kapan STR tersebut dinonaktifkan. 

"Kalau ada perkembangan, nanti akan diinfokan lagi," kata Aji.

Rekaman CCTV yang beredar menunjukkan MSF diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap pasien saat pemeriksaan USG di Klinik Karya Harsa, Jalan Ahmad Yani, Garut, Jawa Barat. 

Video itu pertama kali diunggah oleh drg. Mirza Mangku Anom, seorang dokter gigi yang geram melihat kejadian tersebut.

"Ini buktinya lengkap. Rekaman CCTV versi lengkap ada di saya. Saya tidak terima melihat hal seperti ini!” tulis drg. Mirza di Instagram.

Kejadian ini sebenarnya sudah dilaporkan ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut pada 2024, tetapi diselesaikan secara kekeluargaan tanpa proses hukum. 

Polisi kini menduga ada lebih dari satu korban dan mengajak masyarakat berani melapor.

"Kami duga korban tidak hanya satu. Jika ada yang berani bicara, kami akan lindungi identitasnya," tambah AKP Joko. 

Diduga MSF adalah lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad) dan sempat berpraktik di Klinik Cibatu. 

Beberapa sumber menyebutkan ia pernah diadukan karena keluhan serupa, tetapi tidak pernah diproses secara hukum. 

PERIKSA RUANGAN DOKTER - Tim penyidik Polres Garut dipimpin langsung Kapolres Garut AKBP Fajar M Gemilang melakukan pemeriksaan ruangan tempat dokter kandungan melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya, Selasa (15/4/2025).
PERIKSA RUANGAN DOKTER - Tim penyidik Polres Garut dipimpin langsung Kapolres Garut AKBP Fajar M Gemilang melakukan pemeriksaan ruangan tempat dokter kandungan melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya, Selasa (15/4/2025). (Tribun Jabar/ Sidqi Al Ghifari)

Sering Mangkir

Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) menerangkan, kasus dokter kandungan di Garut yang melakukan pelecehan seksual kepada pasien saat melakukan Ultrasonografi (USG) terjadi pada 2024. 

Ketua Umum POGI Prof. Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, Sp. OG, Subsp. Onk., D.MAS, M.Kes menyebut, kasus itu sudah diproses di kepolisian. 

Ia mengatakan, Selasa (15/4/2025), sudah ada lima saksi yang diperiksa dengan barang bukti berupa CCTV. 

POGI akan mengawal proses hukum yang dilakukan oleh Polres Garut.

"Hari ini sudah memeriksa lima saksi di klinik Karya Harsa Garut , CCTV sebagai bukti tertanggal 20-06-2024 antara jam 11.00-12.00," kata dia kepada wartawan. 

POGI akan membantu dan mengawal proses hukum agar tidak terulang hal serupa seperti ini dengan memberikan efek jera atau berupaya preventif.

"Polda jabar sudah membentuk tim khusus mencari pelaku dan sudah dibuka posko pengaduan di Polres Garut bagi korban lain atas kekerasan seksual," jelas Prof Yudi.

Pihaknya tengah mengkaji sanksi tegas pada terduga pelaku. 

PP POGI melalui POGI Cabang Jawa Barat telah melakukan pemanggilan kepada terduga pelaku untuk melakukan investigasi atau klarifikasi ulang bentuk pelanggaran yang dilakukan tapi yang bersangkutan tidak hadir (3 kali).

Bila ada pelanggaran etika dan disiplin profesi, POGI tidak akan ragu-ragu memberikan sanksi tegas organisasi.

Dedi Mulyadi Geram

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi pun ikut merespons kasus tersebut. 

Menurut Dedi Mulyadi, dokter merupakan profesi yang memiliki kode etik. 

Untuk itu, ia mendorong untuk mencabut izin praktik hingga gelar dokter terhadap terduga pelaku pelecehan tersebut. 

"Kalau dokter lecehkan pasien, ada kode etiknya, cabut izin dokternya. Cabut izin praktik dokternya, bila perlu perguruan tinggi yang meluluskan dokter itu mencabut gelar dokter," ujar Dedi.

Selain pencabutan izin praktik hingga gelar, kasus pelecehan tersebut harus dibawa ke ranah hukum untuk memberi efek jera bagi pelakunya. 

"Karena dokter itu profesi yang ketika dilantik diambil sumpah profesi. Harus ada tindakan tegas dan tidak bertele-tele. Sementara kasus pelecehannya proses sesuai hukum," katanya.

Tidak hanya Dedi Mulyadi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi merespons kasus tersebut. 

Menurut Arifah, pihaknya kini melakukan koordinasi dengan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (P3A) untuk mengetahui lebih jauh penanganan kasus pelecehan tersebut.

"Kami baru menerima informasinya. Saat ini kami tengah melakukan koordinasi dengan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (P3A) di wilayah Garut untuk mengetahui sejauh mana penanganan kasus ini dilakukan," ujar Arifah.

Arifah mengatakan pihaknya siap memberikan pendampingan psikologis terhadap korban. 

Langkah ini dilakukan untuk mencegah trauma terhadap korban pelecehan seksual.

"Kemudian upaya yang bisa kita lakukan Paling cepat adalah melakukan perlindungan terhadap korban," katanya.

"Apa yang dibutuhkan, pemulihan psikologisnya dan sebagainya. Kalaupun perlu bantuan hukum Kami bisa membantu mengkoordinasikan, tetapi itu sebetulnya bukan wilayah kami," tambahnya.

Menurut Arifah, dugaan pelecehan seksual dalam dunia medis adalah hal yang sangat serius dan membutuhkan penanganan lintas kementerian. 

"Kalau tidak salah, Pak Menkes sudah sempat menyampaikan akan melakukan evaluasi terhadap persyaratan atau sistem untuk dokter-dokter yang akan magang atau tugas di satu tempat tertentu, Sepertinya akan dilakukan evaluasi," katanya.

(TribunBatam.id)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.