TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI) turut mengeluarkan sikap terkait pengesahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sikap tersebut diputuskan saat halalbihalal dan Forum Diskusi Panel bertajuk “Dampak UU TNI yang Baru Disahkan terhadap Generasi Muda dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Era Modern.” di Premier Lounge SCBD, Kamis (18/4/2025).
Forum ini dihadiri oleh puluhan peserta dari kalangan pemuda, akademisi, serta perwakilan komunitas strategis. Hadir pula Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.
“Kementerian Pemuda dan Olahraga mengapresiasi kegiatan ini sebagai ruang yang membangun nalar kritis dan semangat kebangsaan. Saya mendorong GM FKPPI untuk terus menyelenggarakan diskusi-diskusi konstruktif serta aktif memberikan informasi yang akurat di tengah maraknya penyebaran disinformasi, fitnah, dan kebencian yang mengancam kohesi sosial bangsa,” ujar Dito.
Diskusi panel menghadirkan dua tokoh pemikir kebijakan pertahanan dan transformasi sosial yakni Direktur Eksekutif Human Studies Institute Dr. Rasminto dan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta sekaligus pakar resolusi konflik dan relasi sipil-militer Prof. Dr. Abdul Haris Fatgehipon.
Acara dibuka secara resmi oleh Ketua Umum PP GM FKPPI, Shandy Mandela Simanjuntak yang dalam pidatonya menyampaikan keresahan generasi muda atas arah baru UU TNI yang dinilai sarat potensi ketimpangan kekuasaan antara sipil dan militer.
“Kami berasal dari keluarga besar pejuang. Darah TNI-Polri mengalir di tubuh kami. Tapi justru karena itulah kami paham bahwa kekuatan sejati militer terletak pada pengabdian, bukan dominasi. UU TNI yang baru disahkan harus melibatkan rakyat, terutama generasi muda yang akan mewarisi dampaknya,” ujar Shandy.
GM FKPPI: Warisan Perjuangan, Pilar Masa Depan
Posisi GM FKPPI terhadap isu pertahanan nasional selalu dibangun atas prinsip menjaga keseimbangan antara kekuatan negara dan kedaulatan rakyat.
Mereka menolak militerisme, tetapi juga tak antimiliter.
Mereka memahami peran penting TNI sebagai garda terdepan pertahanan, namun dengan koridor demokrasi yang sehat.
Paparan pertama disampaikan oleh Dr. Rasminto, yang mengurai urgensi yuridis dan institusional dari UU TNI yang baru disahkan. Ia menekankan bahwa perubahan konstelasi keamanan global dan kawasan Asia-Pasifik menuntut adaptasi struktur TNI yang lebih responsif dan legal formal.
“Pembentukan struktur seperti Kogabwilhan dan Koopsus belum sepenuhnya diakomodasi dalam UU TNI sebelumnya. Revisi ini dibutuhkan agar struktur organisasi dan operasi TNI memiliki dasar hukum yang kuat dan relevan terhadap tantangan mutakhir, termasuk serangan siber dan penanggulangan bencana,”
ungkapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan prajurit dan memperkuat sinergi antara TNI, Polri, dan pemerintah sipil.
“Kalau kita bicara pengabdian militer, maka kita juga bicara tentang keadilan sosial dan perlindungan bagi mereka yang berada di garis depan,” tambahnya.
Sementara itu, Prof. Abdul Haris Fatgehipon mengangkat dimensi historis pembentukan TNI oleh kaum muda. Ia menekankan bahwa sejak awal, keberadaan TNI adalah hasil dari kesadaran generasi muda tentang pentingnya pertahanan yang merdeka dan berbasis kedaulatan rakyat.
“Kita harus ingat bahwa kekuatan TNI di masa revolusi bukan sekadar senjata, tapi integritas dan loyalitas terhadap rakyat. UU TNI yang baru disahkan harus menjaga semangat itu, bukan menjauhkannya,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya peran generasi muda dalam menjaga kontrol sipil terhadap militer di tengah tantangan kontemporer. “Patriotisme bukan berarti diam. Justru ketika kita bicara, berdiskusi, dan mengkritisi demi republik—itulah bentuk tertinggi cinta tanah air,” tutupnya.
Sebagai penutup, Shandy mengatakan GM FKPPI tidak antimiliter karena mereka adalah keluarga besar TNI.
“Kami bukan anti TNI. Justru karena kami bagian dari keluarga besar TNI, kami ingin militer kita dihormati karena pengabdiannya, bukan ditakuti karena kekuasaannya,” pungkas Shandy.