Kelakar Hasto Usai Sidang: Masih Belajar Jadi Terdakwa
kumparanNEWS April 18, 2025 09:40 AM
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sempat berkelakar usai rampung menjalani sidang lanjutan terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan dua orang sebagai saksi yakni eks Ketua KPU Arief Budiman dan eks komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Setelah mendengar keterangan dari kedua saksi itu, Hasto diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk menanggapi atau membantah keterangan yang disampaikan saksi. Hasto mengaku masih belajar jadi terdakwa.
"Jadi, ini pertama, masih belajar sebagai terdakwa," kata Hasto seraya tertawa kepada wartawan usai persidangan, Kamis (17/4).
Hasto mengaku banyak belajar selama mengikuti proses persidangan yang telah dijalaninya, terkhusus dalam menyampaikan keberatan maupun bantahan terhadap keterangan para saksi.
"Jadi, mengikuti persidangan dan ternyata banyak belajar tentang bagaimana kami semua, baik dari JPU maupun penasihat hukum dan juga saya, selaku terdakwa diberikan kesempatan juga untuk menyampaikan keberatan-keberatan," tutur dia.
Hasto menyebut, keterangan yang disampaikan Wahyu Setiawan justru berbeda dengan sidang sebelumnya pada 2020 silam.
Perbesar
Mantan terpidana kasus suap penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Wahyu Setiawan menjawab pertanyaan wartawan saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (6/1/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Adapun dalam sidang sekitar lima tahun lalu, Wahyu Setiawan adalah terdakwa dalam kasus dugaan suap proses Pergantian Antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Wahyu juga telah menjalani hukuman dalam kasus tersebut.
"Tadi sudah saya sampaikan keberatan karena apa yang disampaikan oleh saudara saksi, Wahyu Setiawan itu berbeda dengan keterangan dan putusan nomor 28 tahun 2020 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap," ucap Hasto.
Hasto menekankan, putusan dalam sidang lima tahun lalu telah jelas menyatakan sumber uang suap pengurusan PAW Harun diterima Wahyu melalui kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.
Menurutnya, perbedaan keterangan Wahyu justru mengaburkan fakta hukum persidangan yang bisa memberatkannya.
"Dan mengapa ini bisa terjadi? Karena tadi juga dijelaskan oleh Saudara Wahyu Setiawan bahwa ketika dia diperiksa pada tanggal 6 Januari 2025, ternyata dia diminta untuk membaca keterangan-keterangan dia sebelumnya, 5 tahun sebelumnya," ujar dia.
"Dan di-print ulang, kemudian ditandatangani, sehingga di situlah mengabaikan dari fakta-fakta hukum yang ada di persidangan," pungkasnya.
Kasus Hasto
Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Perbesar
Suasana sidang pemeriksaan saksi terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
Akibat perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 54 ayat (1) KUHP.
Selain itu, ia juga didakwa melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.