Hadir di Indonesia, BrainEye Siap Revolusi Pendeteksian Kesehatan Otak
Cakrawala Gintings April 19, 2025 03:34 PM

Menjelang penghujung bulan Maret lalu di Jakarta, BrainEye mengumumkan perihal kehadiran aplikasi BrainEye di tanah air. BrainEye menjelaskan aplikasi BrainEye sebagai alat skrining kesehatan otak yang terjangkau, cepat, dan akurat, serta tidak memerlukan peranti keras yang mahal. Memanfaatkan AI (artificial intelligence), aplikasi BrainEye diklaim bisa membantu masyarakat Indonesia mendeteksi kesehatan otaknya secara berkala. Bila hasilnya kurang baik, masyarakat bisa mengambil langkah selanjutnya dengan ke dokter.

BrainEye menjelaskan dirinya sebagai perusahaan healthtech (health technology) asal Australia. BrainEye ingin merevolusi perawatan neurologis dan keselamatan olahraga dengan teknologi berbasis AI yang mudah diakses. Aplikasi BrainEye tersedia di Google Play dan App Store serta ditujukan untuk dijalankan pada smartphone. Dengan bantuan kamera depan, aplikasi BrainEye mengukur pergerakan mata pengguna dalam melihat target di layar untuk kemudian menilai kesehatan otaknya. Namun, aplikasi ini bukan mendiagnosis penyakit.

“Misi BrainEye adalah merevolusi perawatan neurologis dan keselamatan olahraga dengan teknologi berbasis AI yang mudah diakses. Indonesia adalah pasar yang berkembang pesat dengan peningkatan kesadaran akan kesehatan otak, performa olahraga, dan layanan kesehatan digital. Kami melihat ini sebagai peluang besar untuk memberikan dampak nyata melalui kemitraan strategis — dengan Austrade, otoritas kesehatan Indonesia, dan organisasi olahraga,” kata Steven Barrett (Chief Operating Officer BrainEye).

“Dengan masuk ke Indonesia, kami tidak hanya menawarkan aplikasi kesehatan otak inovatif, tetapi juga berinvestasi dalam masa depan perawatan preventif, keselamatan atlet, dan aksesibilitas kesehatan digital di wilayah ini,” lanjutnya.

Lebih Awal

BrainEye menjelaskan bahwa dengan aplikasi BrainEye pada smartphone, suatu pengguna bisasecara mudah memperoleh gambaran umum kesehatan otaknya saat itu serta tren perkembangan kondisi otaknya dari waktu ke waktu — dari para gambaran umum kesehatan otaknya. Lamanya waktu yang diperlukan untuk satu kali pemeriksaan pun diklaim kurang dari 40 detik. Biaya langganan aplikasi BrainEye yang terkoneksi ke cloud ini adalah Rp690.000 per tahun atau Rp82.000 per bulan.

Dengan persyaratan peranti keras, waktu, dan biayanya, aplikasi BrainEye lebih bisa dijangkau dibandingkan ke rumah sakit atau sejenisnya untuk mendeteksi kesehatan otak secara berkala. BrainEye memungkinkan deteksi lebih awal terhadap masalah kesehatan otak, begitu pula intervensi lebih awal berhubung bisa segera mendapatkan perawatan bila memang menurut pemeriksaan lanjutan benar ada masalah otak.

Dengan lebih dari 120.000 tes yang telah dilakukan di seluruh dunia, aplikasi BrainEye disebutkan sebagai perangkat medis Kelas 1m. BrainEye mengeklaim aplikasi BrainEye berbeda dengan pesaingnya: teknologi BrainEye telah teruji dan divalidasi secara klinis terhadap perangkat medis yang menjadi referensi standar.

Mengutip I3CGLOBAL, sebuah perangkat medis Kelas 1m maksudnya adalah sebuah perangkat medis yang ditujukan untuk mengukur suatu atribut tubuh. tanpa prosedur yang invasif atau koneksi dengan perangkat lain. Salah satu contoh perangkat medis Kelas 1m adalah timbangan badan.

“Gangguan neurologis sering kali baru terdiagnosis pada tahap akhir, setelah terjadi penurunan fungsi atau perilaku yang signifikan. BrainEye memungkinkan deteksi dan intervensi lebih awal — mengurangi beban penyakit, biaya perawatan kesehatan, dan ketergantungan jangka panjang,” jelas Associate Professor Joanne Fielding (Chief Scientific Officer BrainEye).

“BrainEye adalah tentang menyediakan alat yang proaktif dan berbasis sains untuk semua orang,” sambungnya sembari menambahkan bahwa model AI BrainEye adalah dikembangkan sendiri serta makin banyak model penggunaan yang memanfaatkan model AI BrainEye akan makin baik kinerjanya.

Salah satu model penggunaan model AI BrainEye lain yang dikemukanan adalah untuk mendeteksi kelelahan pengemudi. Namun, model penggunaan ini masih dalam pengembangan. BrainEye menambahkan pula bahwa makin banyak data yang dikumpulkan, makin akurat dan personal hasil yang diberikan aplikasi BrainEye. Model AI BrainEye terus berkembang dengan setiap tes yang dilakukan.

Gegar Otak

Sebagian atlet seperti para pemain sepak bola tak jarang mengalami benturan di kepala, misalnya saat menyundul bola maupun saat berbenturan dengan pemain-pemain lain. Mereka pun tak jarang mengalami gegar otak. Aplikasi BrainEye sesuai untuk para atlet seperti ini. Aplikasi BrainEye misalnya bisa membantu mendeteksi kesehatan otak suatu pemain sepak bola usai bermain sepak bola atau usai mengalami benturan di kepala. Aplikasi BrainEye bisa membantu mendeteksi gegar otak.

“Sepanjang karir saya, saya bermain selama 18 tahun sebagai seorang pemain sepak bola profesional, dan saya mengalami begitu banyak gegar otak dan saya tidak dapat mengatakan kepada Anda berapa kali, Anda tahu, saya telah berurusan dengan hal tersebut. Sekarang saya berusia 55 tahun, hampir, dan saya telah berurusan dengan masalah-masalah pribadi seperti sakit-sakit kepala hebat yang berlangsung, yang berlangsung selama mungkin 24 jam,” ujar Emmanuel Petit (Pemenang Piala Dunia FIFA dan Brand Ambassador BrainEye).

“Saya menonton pertandingan Brasil, pertandingan Brasil, Anda tahu, melawan Kolombia, penjaga gawang Alisson, Anda tahu, penjaga gawang, Anda tahu, dari Liverpool, dia juga mengalami gegar otak yang parah. Jadi, ini adalah masalah besar karena saya pikir BrainEye dapat membantu olahraga, dapat membantu orang-orang juga, karena dia dapat menyelamatkan nyawa orang, dan saya pikir dia dapat membantu, Anda tahu, obat, staf medis, Anda tahu, di setiap tim,” tambahnya.

Bahkan, BrainEye mengeklaim merevolusi skrining gegar otak dalam olahraga. BrainEye menyebutkan SCAT (Sport Concussion Assessment Tool) — perkakas asesmen gegar otak konvensional — masih bergantung pada observasi subjektif dan umumnya hanya digunakan setelah gejala muncul, sedangkan aplikasinya menyediakan data objektif dan real-time yang terbukti tiga kali lebih bisa direproduksi. Dalam uji klinis dengan atlet AFL (Australian Football League) elit, BrainEye mengeklaim mencapai sensitivity 100% dan specificity 85%.

Kerja Sama

Peluncuran BrainEye di Indonesia turut diklaim mencerminkan penguatan kerja sama antara Australia dan Indonesia dalam bidang inovasi kesehatan, transformasi digital, dan investasi teknologi. BrainEye siap mendukung perjalanan layanan kesehatan digital di Indonesia dan menjadi bagian penting dari lanskap healthtech di tanah air.

“Australian Trade and Investment Commission [Austrade] dengan senang hati mendukung peluncuran produk perdana BrainEye di Indonesia. Salah satu fokus utama kami di Indonesia adalah mendukung kemitraan yang lebih erat antara Australia dan Indonesia di bidang kesehatan dan teknologi. Solusi kesehatan digital seperti BrainEye memberikan kontribusi positif terhadap ambisi Indonesia untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, termasuk melalui digitalisasi,” sebut Lauren Adams (Australia’s Trade and Investment Commissioner).

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.