Tak Ada Kaitan dengan Kusnadi, KPK Diminta Jelaskan Alasan Geledah Rumah La Nyalla
Adi Suhendi April 19, 2025 03:32 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA. - Pakar Hukum Universitas Indonesia Chudry Sitompul menilai rangkaian penyidikan perkara yang menjerat pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024 yang dilakukan KPK terkesan dipaksakan untuk ikut menjerat mantan Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. 

Penilaian Chudry tersebut didasarkan kepada upaya dan narasi yang dibangun Komisi antirasuah tersebut yang dimuat di beberapa media nasional.

Di mana seolah La Nyalla adalah pihak yang patut diduga terlibat dan bertanggung jawab dalam perkara penerimaan dana hibah yang dalam penggunaanya menyimpang. 

“Yang pertama ingin saya tegaskan, dasar hukum pengusutan perkara tindak pidana korupsi ini adalah pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jatim tahun 2019-2022, yang berasal dari rekomendasi anggota DPRD Jatim, yang kemudian ternyata ditemukan adanya penyimpangan dalam prosesnya. Yaitu pemotongan dan cash back kepada pimpinan dan anggota DPRD Jatim,” kata Chudry di Jakarta, Sabtu (19/4/2025).  
 
Menurut Chudry perkara tersebut diawali dengan operasi tangkap tangan kepada Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak pada pertengahan Desember 2022 lalu. 

Lalu dikembangkan dengan menyisir pokmas penerima hibah atas rekomendasi anggota dewan provinsi Jatim, dimana KPK kemudian menetapkan pimpinan DPRD Jatim dan anggota lainnya sebagai tersangka.

Termasuk Ketua DPRD Jatim saat itu, Kusnadi. 

“Kedua, yang juga penting untuk menjadi catatan, penggeledahan ke kediaman La Nyalla di Surabaya didasarkan atas Surat Perintah Penyidikan, yaitu Sprindik nomor 96/DIK/00/01/07/2024 tanggal 5 Juli 2024, yang merupakan Sprindik untuk tersangka saudara Kusnadi," ucapnya.

"Artinya, KPK menduga hasil tindak pidana korupsi saudara Kusnadi disimpan atau terdapat di kediaman La Nyalla. Atau La Nyalla adalah salah satu pokmas penerima hibah atas rekomendasi saudara Kusnadi,” imbuh dia.

Hal itu, menurut Chudry, menimbulkan pertanyaan.

Karena La Nyalla tidak ada hubungan apapun dengan Kusnadi. 

La Nyalla juga bukan pokmas yang menerima hibah atas rekomendasi Kusnadi atau anggota DPRD Jatim lainnya. 

Sehingga, wajar jika kemudian penyidik KPK tidak menemukan apapun dari kediaman La Nyalla. 

“Lalu, yang terbaru, KPK mengatakan rumah La Nyalla digeledah karena pernah menjadi Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur periode 2010-2019. Ini menurut saya menjadi pertanyaan juga," katanya.

"Karena perkara ini payung besarnya, dilihat dari Laporan Kejadian Tindak Pidana (LKTP) dan Sprindik perkara ini adalah penggunaan APBD dalam pengurusan dana hibah untuk pokmas tahun 2019-2022, terutama dengan tersangka saudara Kusnadi,” lanjut dia. 

Ucok, panggilan akrab Chudry menjelaskan penerima hibah APBD selalu menandatangani NPHD atau Naskah Perjanjian Hibah Daerah, di mana organisasi seperti KONI Daerah, KPUD, Panwaslu dan lainnya di daerah, selalu ditandatangani ketua, bukan wakil ketua. 

“Jadi kalaupun KONI Jatim itu juga menerima hibah daerah dari Pemerintah Provinsi melalui Dispora, yang mempertanggungjawabkan itu ketua, bukan wakil ketua," katanya.

Karena itu, lanjut dia, dalam KUHAP, satu di antaranya due process, adalah setiap orang harus terjamin hak terhadap dirinya, kediaman, serta terhindar dari surat-surat pemeriksaan dan penyitaan yang tidak beralasan, dan juga hak mendapat perlindungan dan pemeriksaan yang sama dalam hukum.

"Karena yang tanda tangan NPHD itu ketua. Ini due process of law. Yang harus ditegakkan secara adil, sehingga menghindari kesewenang-wenangan institusi penegak hukum terhadap masyarakat,” ujar ahli hukum pidana itu.

Sekadar informasi tim penyidik KPK menggeledah rumah LaNyalla di Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/4/2025).

Penggeledahan tersebut dilakukan terkait kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019–2022.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, kediaman La Nyalla digeledah berkaitan dengan posisinya sewaktu menjabat sebagai wakil ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Berdasarkan penelusuran, La Nyalla pernah menjabat sebagai wakil ketua KONI Provinsi Jawa Timur periode 2010–2019.

"Terkait dengan penyidikan perkara dana hibah, pada saat yang bersangkutan (La Nyalla) sebagai wakil ketua KONI," kata Fitroh kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.