Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah soal tudingan eksploitasi dan perbudakan terhadap para pemain sirkus di bawah naungan OCI.
OCI justru menduga ada sosok provokator di balik tudingan ini.
Menurutnya, mereka yang mengaku menjadi korban adalah pihak yang dijadikan 'alat' oleh provokator yang tak ia sebut identitasnya itu.
"Ya, di belakang semua ini memang ada sosok provokator yang memprovokasi mereka. Kita sudah tahu siapa, karena sebelumnya juga dia sempat minta sesuatu kepada kami,” ujar Tony, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Menanggapi hal ini, Tony pun menyiapkan langkah hukum.
“Kalau anakanak, ya kasihan. Tapi, kalau provokatornya, itu lain cerita. Kita sedang mengupayakan langkah hukum terhadap pihak yang memanfaatkan mereka,” kata Tony.
Tony mengaku sudah mengantongi buktibukti terkait dugaan adanya upaya pemerasan yang sempat menuntut angka hingga lebih dari Rp 3,1 miliar.
Namun, Tony menegaskan bahwa dari awal pihaknya memilih diam agar tidak melukai perasaan mantan anak didiknya.
“Kita memang tidak merespons, karena mau lihat siapa dalangnya. Anakanak itu hanya ‘alat’. Kita enggak mau cederai mereka. Tapi, siapa yang ada di belakang ini, ya itu yang jadi perhatian kami,” ungkap Tony.
“Sebagian bukti sudah ada. Kalau mereka (anakanak) yang kemarin itu, saya belum pernah ketemu lagi. Mungkin karena merasa malu setelah ramai bicara seperti ini,” lanjutnya.
Tony menjelaskan bahwa proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang kerap kali melibatkan tindakan tegas.
Namun, tindakan tegas itu menurutnya adalah hal yang wajar dan bukan kekerasan.
“Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin,” ujar Tony.
Adanya tudingan penyiksaan, Tony menganggapnya hanya sensasional dan tidak logis.
"Kalau dibilang penyiksaan, ya itu membuat sensasi saja. Supaya orang yang dengar jadi kaget, serius gitu ya. Kalau benarbenar seperti itu, ya tidak masuk akal,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Tony juga menjelaskan bahwa metode pelatihan di dunia sirkus, termasuk di OCI, tidak jauh berbeda dengan standar pelatihan di cabang olahraga lain, seperti senam atau bela diri.
“Kalau kita salah, ya pasti gurunya akan koreksi dengan keras. Karena salah sedikit bisa mencelakakan diri sendiri, apalagi di atraksi salto dan sebagainya,” katanya.
Seorang korban, Fifi, mengaku mendapat perlakuan kejam.
Ia sempat diseret hingga dikurung di kandang macan
Mendapati perlakuan kejam, ia mengaku sempat kabur.
“Saya sempat diseret dan dikurung di kandang macan, susah buang air besar. Saya nggak kuat, akhirnya saya kabur lewat hutan malammalam, sampai ke Cisarua. Waktu itu sempat ditolong warga, tapi akhirnya saya ditemukan lagi,” tutur Fifi di hadapan Wakil Menteri HAM, Selasa, (15/4/2025).
Bukannya evaluasi, pihak atau oknum Taman Safari kembali memberikan siksaan kepada Fifi, bahkan berkalikali lipat lebih kejam.
Setelah kembali, ia diseret, dipasung hingga disetrum di bagian sensitifnya.
"Saya diseret, dibawa ke rumah, terus disetrum,” ujar Fifi dengan suara lirih.
Selain mendapatkan kekerasan, Fifi ternyata juga tak mengetahui identitas aslinya.
Sejak lahir, Fifi memang dibesarkan di lingkungan sirkus tanpa mengetahui siapa orang tuanya.
Ia diambil oleh salah satu bos sirkus saat ia baru lahir.
Belakangan terungkap bahwa Fifi adalah anak seorang pemain sirkus lainnya bernama Butet.
Saat beranjak dewasa, Butet mengaku menyerahkan Fifi untuk diasuh orang lain lantaran belum memiliki kehidupan yang layak.
Selama berlatih dan menjadi pemain sirkus di tempat hiburan itu, Butet mengaku sering mendapatkan perlakuan kasar.
Ia bahkan diperlakukan bak hewan yang dipasung.
"Kalau main saat show tidak bagus, saya dipukuli. Pernah dirantai pakai rantai gajah di kaki, bahkan untuk buang air saja saya kesulitan,” kata Butet.