TRIBUNMANADO.CO.ID - Sorotan masyarakat tengah tertuju pada Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM).
Hal ini terkait kerja sama yang dijalin GMIM dengan Presbyterian Church USA (PCUSA).
Dimana, PC USA diketahui adalah salah satu denominasi Kristen Protestan terbesar di Amerika Serikat yang dikenal secara terbuka mendukung komunitas LGBTQ+.
GMIM secara tegas menyebutkan jika tidak mendukung LGBTQ.
Statemen ini disampaikan oleh Penjabat Sementara Ketua Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (BPMS GMIM), Pendeta Janny Ch Rende merespons munculnya pertanyaan publik terkait posisi PCUSA yang diketahui mendukung keberadaan komunitas LGBT.
Penjabat Sementara Ketua Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (BPMS GMIM), Pendeta Janny Ch Rende buka suara soal isu Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan antara Ketua Sinode GMIM Pdt Hein Arina dengan Presbyterian Church USA (PC USA) di Kentucky, Amerika Serikat.
Janny menegaskan bahwa GMIM tidak mendukung LGBTQ.
"GMIM tidak mendukung ajaran itu. Di konfesi GMIM yang dikeluarkan lewat sidang sinode tahun 2016, secara tegas menentang LGBT, apalagi perkawinan sejenis," jelasnya.
Kerja sama tersebut bukan bertujuan mengalihkan ajaran maupun tradisi.
“Kerja sama kita bukan kerja sama alih ajaran dan bukan alih tradisi,” kata Pdt Janny belum lama ini.
Tujuan utama MoU tersebut adalah untuk keperluan peminjaman dan pengelolaan gedung gereja di Amerika Serikat yang banyak tidak terpakai.
“Gereja di luar Amerika itu harus bekerja sama dengan PC USA agar dapat menggunakan gedung gereja di sana. Kita tahu sendiri betapa mahalnya biaya di Amerika. GMIM melihat ini sebagai prospek, bahwa di sana ada gedung-gedung yang tidak terpakai dan bisa digunakan oleh siapa saja, termasuk gereja,” jelasnya.
GMIM melihat peluang ini sebagai bagian dari upaya memperluas pelayanan di luar negeri dengan cara yang efisien dan realistis.
“Meminjam gedung-gedung yang tidak terpakai, mungkin milik pemerintah, yang dapat digunakan oleh organisasi-organisasi keagamaan. GMIM melihat sisi itu,” ungkapnya.
Pdt Janny juga mengakui bahwa PC USA memang memiliki kebijakan internal yang mengakomodir komunitas LGBTQ+, termasuk pernikahan sesama jenis.
Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak berpengaruh terhadap ajaran GMIM.
“Kalau gereja itu mengakomodir LGBTQ, memang itu kenyataannya. Mereka mengawinkan pasangan sesama jenis. Tapi bukan berarti kita ikut seperti itu,” ujarnya.
Ia menegaskan kembali bahwa MoU tersebut hanya mengambil manfaat dari sisi fasilitas dan pelayanan, tanpa menyentuh prinsip ajaran GMIM.
Terkait hal tersebut Ketua Badan Pekerja Wilayah Manado Utara Satu, Pendeta Lucky Rumopa mengatakan bahwa tujuan kepergian Hein Arina ke Amerika dalam rangka pelayanan.
"Ini program Sinode yang sudah ada jadwal untuk melaksanakan MOU dengan Christian Church di Amerika," jelasnya Rabu (16/4/2025).
Kata Lucky kerja sama antara Sinode GMIM dan PCUSA terkait fasilitas Gereja untuk jemaat di Amerika Serikat bisa beribadah.
"Jadi MOU berbicara untuk fasilitas tempat beribadah, dimana gedung-gedung disana yang sudah tidak dipakai lagi, bisa dipakai Jemaat GMIM yang ada di Amerika," jelasnya.
Terkait dengan kabar bahwa PCUSA adalah Gereja yang mendukung komunitas LGBTQ, Rumopa mengaku tidak mengetahui hal itu.
"Saya tidak tau hal tersebut seperti yang beredar saat ini. Namun kalau itu memang bekas dipakai oleh Gereja yang melegalkan LGBTQ, kita tetap kembali ke substansi firman Tuhan saja," jelasnya.
Rumopa pun menegaskan GMIM tidak mendukung komunitas LGBTQ.
"Kami tetap menjalankan sesuai firman Tuhan dan tidak ada aturan tentang melegalkan perkawinan sesama jenis, hal itu tidak bisa," jelasnya.
Dia mengatakan bahwa informasi jika GMIM mendukung LGBTQ adalah keliru.
"Iya benar keliru, GMIM tidak menggunakan Gereja secara institusi, kita melaksanakan MOU secara fisik saja," jelasnya.
-
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini