4 Tuntutan Eks Pemain Sirkus ke Taman Safari Indonesia, Singgung Bunker Penyiksaan
GH News April 19, 2025 09:05 PM

Pihak mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) menuntut empat hal kepada pihak Taman Safari Indonesia buntut dugaan eksploitasi. 

Dari empat tuntutan tersebut, kuasa hukum mantan pemain sirkus OCI, Muhammad Sholeh, menyinggung soal dugaan adanya bunker tempat penyiksaan terhadap para eks pemain sirkus semasa masih bekerja. 

Adapun tuntutan yakni meminta untuk membuka asalusul 60 mantan pemain sirkus. 

Para mantan pemain sirkus mengeklaim, tak mengetahui identitas asli dirinya dan silsilah keluarganya. 

Hal itu karena mereka sejak kecil dipekerjakan menjadi pemain sirkus tanpa tahu dunia luar. 

"Satu, buka asalusul 60 mantan pemain sirkus ini," kata Sholeh dikutip dari YouTube Kompas TV, Sabtu (19/4/2025). 

"Ini tidak bisa tidak," lanjutnya.

, Sholeh meminta agar dibentuk tim investigasi untuk mendatangi lokasi Taman Safari Indonesia. 

Pasalnya, menurut kesaksian para korban, terdapat sebuah 'bunker' tempat penyiksaan para mantan pemain sirkus. 

Bunker itu, kata Sholeh, berada di bawah tanah, tempat di mana mereka tinggal. 

"Bentuk tim investigasi supaya bisa mendatangi lokasi Taman Safari. Menurut temanteman di sana itu ada bunker. Rumahnya itu ada di bawah tanah, tempat mereka tinggal di situ lah tempat penyiksaan. Itu berdasarkan pengakuan (korban)," katanya. 

Sholeh juga meminta agar pemerintah proaktif berkomunikasi dengan para pemain sirkus yang masih berada di Taman Safari Cisarua Bogor, Prigen Jawa Timur dan Gianyar Bali. 

"Tanya satu per satu (ke karyawannya), masih mau kerja di situ apakah sudah layak gajinya atau masih mendapatkan kekerasan atau mau keluar yang dibantu oleh negara," ucapnya. 

, pihak korban meminta agar segera dibentuk pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengadili kasus penyiksaan yang terjadi pada tahun 1997. 

Pasalnya, saat itu belum ada UndangUndang yang mengatur soal HAM. 

"Menurut undangundang HAM, tidak mengenal jangka waktu surut, artinya apa, ketika kasus ini dibuka dan betulbetul ada fakta eksploitasi terhadap anakanak itu, maka pengadilan HAM ini harus dibentuk supaya menjadi pelajaran ke depan buat bangsa ini supaya tidak boleh melakukan kekejaman eksploitasi dalam bentuk apapun," jelasnya. 

, pihak korban menuntut ganti kerugian karena sejak kecil mereka telah dieksploitasi sampai dewasa. 

"Yang keempat baru bicara ganti rugi, tapi tiga itu tadi harus dilalui dulu. Kenapa harus ada ganti rugi? karena sejak kecil dieksploitasi sampai dia dewasa, tidak pernah digaji," katanya. 

"Juga terhadap kekerasan, ada yang membekas tangannya dipukul sama balok, korban Ida sampai badannya cacat. Menurut saya, wajar sekali kalau mereka menuntut ganti rugi," katanya. 

Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah soal tudingan eksploitasi dan perbudakan terhadap para pemain sirkus di bawah naungan OCI. 

Tony menjelaskan, proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang kerap kali melibatkan tindakan tegas. 

Namun, tindakan tegas itu menurutnya adalah hal yang wajar dan bukan kekerasan. 

“Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin,” ujar Tony dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

Adanya tudingan penyiksaan, Tony menganggapnya hanya sensasional dan tidak logis.

"Kalau dibilang penyiksaan, ya itu membuat sensasi saja. Supaya orang yang dengar jadi kaget, serius gitu ya. Kalau benarbenar seperti itu, ya tidak masuk akal,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Tony juga menjelaskan, metode pelatihan di dunia sirkus, termasuk di OCI, tidak jauh berbeda dengan standar pelatihan di cabang olahraga lain, seperti senam atau bela diri.

“Kalau kita salah, ya pasti gurunya akan koreksi dengan keras. Karena salah sedikit bisa mencelakakan diri sendiri, apalagi di atraksi salto dan sebagainya,” katanya.

OCI justru menduga, ada sosok provokator di balik tudingan ini. 

Menurutnya, mereka yang mengaku menjadi korban adalah pihak yang dijadikan 'alat' oleh provokator yang tak ia sebut identitasnya itu. 

"Ya, di belakang semua ini memang ada sosok provokator yang memprovokasi mereka. Kita sudah tahu siapa, karena sebelumnya juga dia sempat minta sesuatu kepada kami,” ujar Tony,

Menanggapi hal ini, Tony pun menyiapkan langkah hukum. 

“Kalau anakanak, ya kasihan. Tapi, kalau provokatornya, itu lain cerita. Kita sedang mengupayakan langkah hukum terhadap pihak yang memanfaatkan mereka,” kata Tony.

Tony mengaku, sudah mengantongi buktibukti terkait dugaan adanya upaya pemerasan yang sempat menuntut angka hingga lebih dari Rp 3,1 miliar. 

Namun, Tony menegaskan, dari awal pihaknya memilih diam agar tidak melukai perasaan mantan anak didiknya.

“Kita memang tidak merespons, karena mau lihat siapa dalangnya. Anakanak itu hanya ‘alat’. Kita enggak mau cederai mereka. Tapi, siapa yang ada di belakang ini, ya itu yang jadi perhatian kami,” ungkap Tony.

“Sebagian bukti sudah ada. Kalau mereka (anakanak) yang kemarin itu, saya belum pernah ketemu lagi. Mungkin karena merasa malu setelah ramai bicara seperti ini,” lanjutnya. 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.