Grid.ID -Begini kronologi TKW asal Indonesia yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Pemerintah ternyata perlu dana Rp 40 miliar untuk upaya pembebasan.
Seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Karawang, Jawa Barat, bernama Susanti, mengalami nasib tragis setelah niatnya mencari nafkah di Arab Saudi justru berujung pada vonis hukuman mati. Susanti dijatuhi hukuman tersebut karena dianggap bertanggung jawab atas kematian anak majikannya.
Orang tuanya berharap besar agar pemerintah dapat turun tangan dan membebaskannya, karena mereka merasa tak mungkin putrinya tega melakukan tindakan keji seperti itu. Untuk bisa membebaskan Susanti, pemerintah memerlukan dana hingga Rp40 miliar.
Melansir dari TribunJatim.com, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri tengah berupaya mencari jalan agar Susanti bisa terbebas dari hukuman qisas yang telah berkekuatan hukum tetap. Direktur Perlindungan WNI, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa meski vonis sudah inkracht, masih ada peluang pembebasan lewat jalur Tanazul, yaitu pengampunan dari keluarga korban dengan syarat pembayaran diyat atau uang ganti rugi.
“Ketika sudah berstatus inkracht artinya proses litigasinya sudah selesai, dalam sistem yang berlaku di Saudi dibukalah pintu pemaafan atau namanya Tanazul. Ini adalah proses perdata antara keluarga korban dengan pelaku atau keluarga pelaku,” terang Judha kepada awak media di Auditorium RRI, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Dalam proses tersebut, keluarga korban menuntut diyat sebesar 30 juta riyal Saudi atau sekitar Rp120 miliar. Namun, setelah negosiasi, angka itu bisa ditekan hingga Rp40 miliar, yang tetap menjadi tantangan besar bagi pemerintah.
Judha menyebut batas akhir pembayaran diyat jatuh pada 9 April, namun hingga kini jumlah tersebut belum terpenuhi. Meski begitu, pihak KBRI di Riyadh sedang menjalin komunikasi intensif dengan keluarga korban dan lembaga yang berwenang, serta ada sinyal positif mengenai kemungkinan perpanjangan tenggat waktu pembayaran.
Susanti binti Mahpudin, warga Desa Cikarang, Kecamatan Cilamaya Wetan, Karawang, sempat tidak diketahui kabarnya sejak berangkat ke Arab Saudi tahun 2008. Baru pada akhir Desember 2011, keluarga menerima informasi bahwa ia dituduh membunuh anak majikan dan telah dijatuhi hukuman mati sejak April 2011.
Ironisnya, Susanti tidak didampingi pengacara selama proses hukum, dan ia mengaku mendapat tekanan untuk mengakui perbuatan tersebut. Ia menyebut bahwa anak majikannya yang berusia 13 tahun meninggal karena bunuh diri.
Ayah Susanti, Mahpud, menyampaikan harapannya agar pemerintah bisa menolong dan membawa pulang putrinya.
"Saya hanya ingin anak saya kembali pulang," ucapnya dengan penuh harap.
Melansir dari Kompas.com, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengungkapkan bahwa dana minimal sebesar Rp40 miliar diperlukan untuk menyelamatkan Susanti binti Mahfudin (22), seorang TKW asal Karawang, Jawa Barat, yang kini menghadapi hukuman mati di Riyadh, Arab Saudi. Jumlah ini didapat setelah dilakukan proses negosiasi antara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan pihak berwenang Arab Saudi.
"Kalau menurut teman-teman Kementerian Luar Negeri Minimal di angka Rp 40 miliar," kata Karding di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Ia menjelaskan bahwa kasus hukum yang menimpa Susanti telah memiliki putusan tetap (inkracht), sehingga satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya adalah dengan membayar diyat. Namun demikian, anggaran pemerintah yang tersedia saat ini belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan tersebut.
"Kementerian Luar Negeri sudah berupaya melakukan nego dan juga sudah mengumpulkan anggaran tapi anggarannya belum cukup," ujar Karding.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berharap pemerintah bisa mengulur waktu guna mencari dana untuk membebaskan Susanti.
"Mudah-mudahan ini bisa kita delay sambil kita cari biaya untuk membebaskan. Karena itu, harus kalau sudah model begitu di Arab harus membayar dengan harga tertentu," kataya.
Diketahui, Susanti berangkat ke Arab Saudi pada Januari 2009 untuk bekerja sebagai TKW melalui perusahaan penyalur tenaga kerja, PT Antara Indosadia yang berlokasi di Jakarta. Namun tak lama kemudian, ia dituduh membunuh anak dari majikannya dan kini menghadapi ancaman hukuman mati di Riyadh.
"Kami keluarga di Karawang sangat khawatir atas munculnya kabar Susanti yang mendapat ancaman hukuman mati. Apalagi, saat ini anak saya itu dikabarkan sedang ditahan pihak kepolisian Riyadh," kata orang tua Susanti, Mahfudin, di Karawang pada 2 Januari 2012.
Mahfudin mengungkapkan bahwa informasi soal ancaman hukuman mati baru diterima keluarga setelah adanya surat dari Kemenlu yang dikirim pada 11 Oktober 2011. Keluarga yang tinggal di Desa Cikarang, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, sangat terkejut dan merasa terpukul ketika menerima kabar tersebut.
Dalam surat bernomor 04149/WNI/10/2011/65 yang ditujukan kepada keluarga, disebutkan bahwa Susanti kini sedang ditahan di Kepolisian Dawadhi, Riyadh, dan dihadapkan pada vonis mati karena diduga membunuh anak majikannya.
"Seharusnya Susanti sudah pulang pada Januari 2011. Tetapi ternyata tidak bisa kembali ke Indonesia karena tertimpa musibah dan harus menghadapi kasus hukum di Riyadh itu," kata Mahfudin.